Kementerian Pendidikan Nasional (2011)
telah merilis 18 karakter bangsa
Indonsia yang harus ditanamkan kepada peserta didik di semua jenjang. Kedelapan
belas itu meliputi: 1.Religius.Sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2. Jujur. Perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan. 3. Toleransi.Sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya. 4. Disiplin.Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib
dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Kerja Keras.Tindakan
yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan. 6. Kreatif. Berpikir dan
melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah
dimiliki. 7. Mandiri.Sikap
dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas.8. Demokratis. Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.9. Rasa Ingin Tahu.Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas
dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.10. Semangat Kebangsaan.
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.11. Cinta Tanah Air.
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.12. Menghargai Prestasi.
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain. 13. Bersahabat/Komunikatif.Sikap
dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.14. Cinta Damai.Sikap
dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.15. Gemar Membaca.Kebiasaan
menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
dirinya. 16. Peduli
Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.17. Peduli Sosial.Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18. Tanggung Jawab.Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.17. Peduli Sosial.Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18. Tanggung Jawab.Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam sebuah acara di salah satu stasiun TV swasta nasional
beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan
mengatakan, kejujuran yang kita tanamkan
pada peserta didik sekarang akan merubah wajah Indonesia 10, 15 tahun ke depan.
Indonesia akan bersih dari korupsi dan berbagai kepalsuan. Nampak jelas
keprihatinan pak menteri terhadap kondisi bangsa yang korup, penuh kepalsuan.
Pak Anies Meyakini solusinya adalah penanaman karakter terutama kejujuran pada
peserta didik.
Generasi
Jujur dan Pembelajar
Saya sepakat dengan pak Menteri, bahwa kejujuran
adalah nilai dan karakter yang sangat penting dan menjadi solusi menghapus
korupsi yang telah menggurita. Tapi berdasarkan pengalaman saya sebagai guru,
kejujuran menjadi paling sulit ditanamkan ke peserta didik. Saya mengukurnya
dengan sulitnya mereka jujur dalam mengerjakan soal, tugas yang diberikan.
Makanya tak heran (baca:menjadi rahasia umum) kecurangan kerapkali terjadi saat
UN. Dalam kelas, saya seringkali memberi motivasi dan dorongan agar jujur dalam
mengerjakan soal atau tugas. Saya katakan, nilai bagus tidak ada manfaatnya
bila diperoleh dari membohongi diri sendiri dengan cara menyontek, atau
bertanya ke teman. Dan mereka tak bergeming, kebiasan menyontek sudah mendarah
daging. Kenapa mereka sulit jujur dalam mengerjakan soal misalnya? Menurut
hemat saya ada beberapa hal yang melatarbelakanginya. Pertama, salah paham dalam memahami tujuan belajar. Mereka (peserta
didik, orang tua, juga sebagian pendidik sendiri) beraanggapan bahwa belajar
itu untuk memperoleh nilai yang baik, bagus, serta memuaskan. Orientasi pada
nilai telah tertanam dalam-dalam pada diri peserta didik. Penanaman itu mereka
rasakan sejak di keluarga. Orang tua seringkali memberi pengertian yang salah
tentang tujuan belajar. Belajar yang rajin supaya nilainya bagus, menjadi
juara. Ungkapan seperti itu yang kerapkali disampaikan ke anak saat orang tua
memberi motivasi belajar. Padahal sebenarnya tujuan belajar itu 1) untuk tahu
bagaimana cara memenuhi kebutuhan hidup, 2)untuk berlatih menyelesaikan masalah
3) menggali bakat dan minat sebagai bekal ketrampilan hidup. Kedua, saya menyebutnya faktor
lingkungan. Lingkungan terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
dan masyarakat luas. Lingkungan tidak banyak memberikan keteladanan. Ketiga, gaya hidup instan. Anak sekarang terbiasa
dengan hidup serba cepat, dimanjakan dengan berbagai kemudahan dalam segala hal
sehingga tidak mau peduli dengan proses. Inginnya cepat didapat, singkat
memperoleh hasil tanpa harus bersusah payah. Ini yang mendorong mereka buta
mata, tak peduli dengan cara (baik tidaknya) memperolehnya.
Di samping kejujuran, menghadirkan
generasi pembelajar di dalam kelas juga memiliki tingkat kesulitan tersendiri.
Generasi pembelajar dicerminkan dalam 7 karakter yaitu rasa ingin tahu, gemar
membaca, disiplin, kreatif, kerja keras, mandiri dan menghargai prestasi. Di
antara tujuh karakter di atas, gemar membaca merupakan karakter yang paling
sulit ditanamkan ke peserta didik. Mengapa demikian? Saya melihatnya, karena
miskin keteladanan. Anak tidak melihat dan menyaksikan orang tuanya, bahkan
gurunya gemar membaca. Kita semua (baiik guru, maupun orang tua) jauh dari
sebutan gemar membaca. Coba untuk mengukur diri, berapa halaman setiap hari
kita membaca buku? Berapa buku yang kita beli dalam setiap bulan? Berapa kali
kita ke perpustakaan dalam seminggu? Saya dan anda akan dengan mudah menjawabnya.
Jawabanya pasti jauh dari keteladanan untuk anak-anak kita. Ini menjadi
PR kita bersama.
Ringkasnya, pendidikan karakter bukan
semata tugas guru di sekolah tetapi menjadi tugas bersama. Mari kita semua
menjadi guru terbaik buat anak-anak kita, yang tidak sekadar mendidik dan
mengajar lebih jauh memberi keteladanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar