Kamis, 19 Februari 2015

BERCERMIN KEPADA NABI SAW



        Dalam berdakwah, nabi Muhamad SAW menerima berbagai gangguan, dan rintangan. Beliau tidak hanya mendapat penolakan dari kafir Mekkah juga gangguan secara fisik. Dan tidak hanya beliau yang menerimanya, keluarga besarnyapun mendapatkan pembaikotan selama tiga tahun. Pembaikotan secara ekonomi, sosial tentu menyengsarakan mereka, dan lebih khusus nabi SAW sendiri.
           Sejarah menyebutkan, setiap kali nabi Mumahad SAW keluar dari rumah sering kali ia menemukan duri-duri yang menjebak beliau di sepanjang jalan yang dilalui. Ditulis oleh sejarah, Abu Lahab dan istri yang sengaja memasangnya untuk melukai sang nabi suci itu. Seringkali rasulullah SAW terluka terkena jebakan duri tersebut.  Saat itu sang penjebak mentertawakan dari kejauhan. Beliau hanya tersemyum saat menyaksikan yang mengganggunya menertawakan.
          Di depan ka’bah, saat sujud rasulullah SAW tak luput dari gangguan. Beliau dilempari dengan kotoran unta. Sambil menertawakan, mengolok-olok seakan terpuaskan melihat penderitaan nabi SAW, kafir Quraisy merasa dirinya yang paling benar, paling kuat, dan paling hebat. Datanglah sayidah Fatimah Azzahrah ra sang putri kesayangan, membersihkan kotoran dari badan ayahnya senantiasa menghibur baginda Nabi SAW.
          Di bagian lain, rasulullah SAW seringkali diludahi oleh seseorang yang tentu sangat membencinya. Setiap kali melewati lorong di perkampungan Mekkah tanpa sepengetahuan sebelumnya air ludah kerap kali mendarat di wajah suci rasulullah SAW. Orang itu bergegas melarikan diri saat rasul berpaling, menengok, mencari sang pelaku. Satu waktu rasulullah menyelusuri perkampungan seperti biasa yang dilaluinya tidak seperti biasanya hari itu beliau tidak terludahi. Rasulullah SAW bertanya ke orang-orang yang ada di tempat itu (dimana rasulullah sering diludahi seseorang) dimanakah orang yang biasa meludahiku? Kenapa hari ini dia tak muncul seperti biasanya? Salah satu menjawab, si fulan sakit wahai Muhamad. Dimanakah rumahnya? Kata nabi SAW. Orang itu pun menunjukkan rumah pengganggu setia nabi itu. Rasulullah SAW menghampirinya, menjenguknya, mendoakannya. Sang pengganggu itu tersipu-sipu, malu saat orang yang setiap hari ia ludahi menjenguknya. Ia pun memohon ampun, kemudian menyatakan masuk Islam. Subhanallah sungguh mulia akhlak baginda rasul SAW.
          Saat hijrah ke Taif, Rasulullah SAW ditolak mentah-mentah oleh warga yang merupakan saudara beliau dari sisi ibu. Mereka bahkan mengusir, mengolo-olok, dan melempari dengan batu. Mereka suruh anak-anak menggiring rasulullah keluar dari Taif sambil meneriakan kata-kata kotor persis seperti mengusir orang gila dari perkampungan. Rasulullah SAW tak membalas walau sebagian anggota tubuhnya darah mengalir. Sang Nabi SAW berteduh di sebuah kebun milik seorang Yahudi. Dari langit malaikat Jibril as turun ke bumi seraya menawarkan ke beliau atas perintah Allah, kalau engkau izinkan wahai sang nabi aku akan balik dua gunung yang berada di dua sisi Taif. Rasulullah SAW justru menjawabnya, jangan kau lakukan itu. Mereka tidak mengerti dan tidak mengetahui siapa aku. Seraya Rasulullah SAW mengangkat tangan dan berdoa, Ya Allah berilah mereka petunjuk, sesungguhnya mereka tak mengerti. Sang pemilik kebun menyaksikan akhlak luhur beliau langsung besyahadat dan masuk Islam.
          Pantas kalau Allau SWT menjadikannya sebagai uswah hasanah buat umat manusia seperti di tegaskan dalam firmannya:
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah contoh teladan yang sempurnah bagimu, dan bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banya menyebut Allah”  (Al Ahzab:21)
BAGAIMANA DENGAN KITA?
          Penggalan-penggalan sejarah di atas mengingatkan kita semua agar mendahulukan akhlak luhur saat berdakwah meneruskan risalah agama yang dibawah oleh beliau SAW. Dalam Al Quran Allah SWT berfirman:
“Serulah kepada jalan Tuhann-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (An-Nahl:125)
Ayat di atas sangat jelas bahwa dalam mengajak orang (berdakwah) itu harus dengan cara-cara yang baik. Cara yang baik akan menentukan hasil yang baik. Al Quran menyebutnya dengan 1) bilhikmah yakni dengan hikmah. Hikmah diartikan dengan bijak. Bijak itu mendatangkan kebaikan buat semua. Hikmah dilakukan dengan hati-hati, lembut, tak menyinggung perasaan orang lain apalagi menyakiti.  2) mau’iddhoh hasanah  diartikan dengan argumentasi yang baik, logis, serta runtut. Sehingga orang yang mendengarkanya akan menikmati pembicaraan (materi) yang disampaikan terlepas dia menerima atau menolaknya. 3. Mujadalah. Berdebat atau tepatnya aduh argumentasi bila diperlukan dengan cara yang paling baik.  Yaitu bertukar pendapat dan argumentasi dengan tetap saling menghormati pendapat satu dengan yang lain, dan menghindari saling menyalahkan, saling ejek, apalagi saling menyesatkan.
          Karena cara-cara diatas (seperti diajarkan Al Quran) tidak kita gunakan tak heran bila apa yang kita usahakan tidak memperoleh hasil masksimal. Kita seakan berjalan di tempat. Coba tengok dan amati kegiatan dakwah di antara kita umat Islam! Yang kita saksikan justru jauh dari hikamah, jauh dari mau’idho hasanah. Kita  menyaksikan debat kusir berkepanjangan, polemik yang melahirkan konflik, belum lagi aktifitas takfir (mengkafirkan yang lain) antar sesama.  Sungguh sebuah keprihatinan bersama.
          Penyakit utamanya adalah merasa paling benar, merasa paling Islam dengan mengesampingkan perbedaan. Padahal sudah menjadi rahasia umum bahwa bangunan umat Islam ini terdiri dari berbagai macam golongan, aliran, pandangan dan madzhab. Sikap diatas melahirkan intoleransi yaitu sikap yang tidak menghargai keragaman dan perbedaan. Padahal dalam sebuah hadist Rasulullah mengatakan, Perbedaan (ikhtilaf) umatku adalah rahmat”.
         
        Dari intoleransi munculah berbagai konflik horizontal di tengah-tengah umat. Benturan fisik antara sesama muslim tak bisa terelakan. Terakhir kita dipertontonkan oleh konflik antara sesama dai, ustadz, kyai, cendikiawan, dan lainnya di media sosial berkaitan dengan insiden kecil di masjid Az Dzikrah Bogor. Bermula dari permintaan sekelompok orang untuk menurunkan spanduk seruan kewaspadaan terhadap madzhab Syiah yang terpasang di area masjid yang ditolak oleh pihak keamanan setempat. Perkelahian diantara mereka tak terelakan. Dan berakhir di tangan kepolisian. Pimpinan Az Dzikroh, Ustadz Arifin Ilham menyebutnya sebagai penyerangan. Secara sepihak beliau menuduh mereka penganut Syiah yang sesat, walau di hadapan kepolisian mereka mengakui bukan penganut Syiah. Mereka hanya risih dan merasa tidak nyaman dengan sepanduk provokatif itu. Lebih jauh kita dikejutkan dengan pernyataan dan seruan jihad ustad Arifin Ilham terhadap Syiah. Ustadz yang biasa terlihat teduh di layar kaca itu menjadi sangar, seram dan menakutkan. Kenapa dengan sesama Islam?
Andai kita semua seperti Rasulullah SAW yang mendahulukan kesabaran, mengutamakan persatuan dan kesatuan umat, mengedepankan akal sehat dan nalar logis maka insiden kecil dan sederhana itu tidak membesar yang bisa jadi mengancam kehidupan keberagamaan kita semua. Saatnya kita semua bercermin kepada Nabi SAW.  Semoga kita semua selalu mendapat petunjuk dan hidayah-Nya. Wa Allahu ‘alam.
         
         


Jumat, 13 Februari 2015

CATATAN BUAT PRESIDEN



Keadaan politik  di negeri kita  sedang kacau. Kekacaun disebabkan tidak atau tepatnya belum dilantiknya Komjen Pol Budi Gunawan sebagai kapolri oleh presiden Jokowi setelah DPR meloloskannya. Presiden saat menjelang keberangkatan ke luar negeri menegaskan akan menyelesaikan masalah itu sepulang kunjungannya ke beberapa negara di ASEAN. Masalah berawal saat KPK menetapkan tersangka pada Komjen Pol. Budi Gunawan sementara yang bersangkutan adalah calon tunggal kapolri yang diusulkan oleh Presiden. Penetapan ini disusul dengan penangkapan wakil ketua KPK, Bambang Wijayanto oleh Bareskrim Polri. Ini menjadi babak baru konflik KPK-POLRI. Polemik berkepanjangan dan meluas tak terkendali. Seluruh pimpinan KPK diadukan ke polisi dengan berbagai kasus. Disusul mangkirnya perwira tinggi atas pemanggilan KPK sebagai saksi untuk kasus Budi Gunawan. Maka kesan konflik POLRI-KPK menjadi nyata dan sulit diartikan lain.Akhirnya bola panas berakhir di tangan sang presiden. Presiden nampaknya berat mengambil keputusan entah karena tekanan atau lainnya. Kemudian lahir team sembilan bertugas memberi masukan ke presiden, walau kehadiran team ini dipermasalahkan banyak kalangan karena dianggap tumpang tindih dengan watimpres. Tetap presiden tak bergeming dari posisinya, permasalahan tak kunjung selesai.
Sebenarnya apa yang terjadi  pada diri presiden? Presiden Jokowi yang terlihat tegas pada kapal-kapal asing yang mencuri ikan di perairan kita kini terkesan ragu-ragu, bahkan takut. Apa yang ditakuti? Siapa yang menakuti-nakuti? Untuk menjawabnya, mari kita menariknya ke belakang. Bahwa pak Jokowi adalah presiden yang berlatar belakang berbeda dengan presiden-presiden sebelumnya. Ia muncul dari rakyat biasa bermula dari kota Solo sebagai wali kota dua periode yang dicintai rakyatnya. Jokowi bukan ketua  apalagi pendiri partai. Bermodalkan kesederhanaan, kejujuran ditarik oleh PDI-P menjadi gubernur DKI. Dan pada akhirnya PDI-P pun tak kuasa menolak dorongan rakyat untuk mencalonkannya menjadi presiden. Saat pencalonan inilah banyak pihak yang bergabung, menawarkan jasa bahkan bisa jadi finansial untuk mendukung dan menjadikannya presiden. Maka hadirlah berbagai kalangan mulai dari pengusaha, mantan pejabat, purnawirawan dan unsur penting lain di negeri ini. Mereka masuk di lingkaran utama Jokowi. Nah nampaknya kepentingan mereka kini (setelah Jokowi presiden) menjadi beragam, juga bisa saling bertentangan dan tarik menarik. Mereka terbaca oleh rakyat menekan presiden dari berbagai kepentingan. Salah satunya terlihat dalam kasus pencalonan Budi Gunawan ini.
Kepentingan itu mulai bermunculan saat penyusunan kabinet. Kabinet yang dijanjikan ramping tak terbukti. Kabinet gemuk ala presiden-presiden sebelumnya ditafsirkan oleh khalayak sebagai pemenuhan dan akomodasi atas berbagai kepentingan baik dari partai politik pengusung, maupun lainnya. Koalisi tanpa transaksi terlihat bias, dan mirip dengan koalisi-koalisi sebelumnya. Di sisi lain rangkap jabatan yang semula ingin dihindari di dalam kabinet tak sepenuhnya terwujud karena sampai hari ini mbak Puan Maharani, menko pengembangan manusia dan kebudayaan  tetap merangkap sebagai ketua DPP PDI-P. Jokowi seperti menabrak batu karang yang kokoh saat berhadapan putri Megawati itu.
Ibarat gunung es kasus Budi Gunawan yang menyeret konflik KPK-POLRI menjadi konflik nyata internal istana. Dan ironisnya KPK yang harus menjadi taruhan. Lembaga anti ruswah yang terlanjur menjadi harapan rakyat dalam pemberantasan korupsi itu kini harus siap diserang dari berbagai arah. Pertama, PDI-P yang notaben pengusung Jokowi melancarkan serangan ke ketua KPK sejak calon kapolri BG yang disinyalir orang dekat Megawati ditetapkan sebagai tersangka. Penyerangan cukup brutal diperlihatkan Hasto Kristianto, Plt Sekjen PDI-P sampai rela buka-bukaan aib partai saat proses pemilihan calon wakil presiden. Serangan di arahkan ke Abraham Samad, ketua KPK yang dituduhnya berambisi menjadi calon wakil presiden mendampingi Jokowi.  Publik sebenarnya bertanya  siapa yang menggandang-gandang Abraham Samad? Bukankah PDI-P sendiri? Kedua, Polri kita. Entah karena kebetulan (tapi di dunia ini tidak  ada yang kebetulan) pengaduan pidana dari masyarakat berdatangan di Bareskrim dan diproses cepat (tidak seperti biasanya) yang mengadukan para pemimpin KPK. Ini memunculkan keraguan dan kecurigaan masyarakat luas. Dugaan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK tak terbantahkan. Puncaknya penangkapan Bambang Wijayanto oleh Breskrim polri.
Sekarang rakyat menanti sikap presiden. Langka apa yang akan diambli? Team sembilan melalui ketuanya, Syafii Maarif mengisyaratkan bahwa persiden tak akan melantik BG. Bahkan Syafiia Maarif menyampaikannya secara terbuka ke publik. Harapan kita semua persdiden bisa mengambil keputusan tegas secepatnya, memilih calon kapolri yang bersih dan mengembalikan POLRI dan KPK berwibawa. Pak presiden harus mendengar panggilan nurani rakyat. Pak presiden jangan hanya menjadi petugas partai seperti yang sering diucapkan Puan Maharani, tapi menjadi abdi negara dan rakyat. Ditunggu!

Kamis, 12 Februari 2015

DUA PUSAKA ITU TERNYATA,,,


Rasulullah SAW bersabda,"aku tinggalkan kalian dua pusaka. Jika kalian berpegang teguh kepada keduanya kalian tak akan sesat selamya. Keduanya adalah kitab Allah dan sunnahnya"
Hadist diatas pertama kali diriwayatkan oleh Imam Malik bin Anas (178 Hijriyah) dalam kitabnya  Muwatho’  dengan tanpa menyebut silsilah. Hadist ini juga dibawakan oleh Ibnu Hisyam, al Hakim, al Baihaqi, Ibnu Abdil Bar,  Qadhi ‘Iyadh dan  Imam as-Suyuti dalam Jamiusshaghir.
Tahukah anda ada hadist yang hampir sama yang jarang kita mendengarnya. Bahkan untuk sebagian kalangan bisa jadi tak pernah mendengarnya. Rasulullah SAW bersabda, "aku tinggalkan kalian dua pusaka. Jika kalian berpegang teguh kepada keduanya kalian tak akan sesat selamanya. Keduanya adalah kitab Allah dan ahlul bait atau ithrah nabinya"
Kedudukan hadist ini lebih kuat dan akurat  dalam ilmu hadist dibanding hadist pertama. Ada beberapa alasan mengapa demikian, yaitu:
1.Hadist pertama tidak diriwayatkan oleh Bukhori-Muslim. Karena biasanya hadist-hadist yang tidak ada dalam kedua kitab shahih itu dianggap tidak terlalu akurat bahkan untuk banyak kasus para ulama menolaknya.
2.Hadits pertama juga tidak ditemukan dalam kutubussittah yaitu enam kitab yang diyakini sebagai kitab hadist tersahih.
3.Hadist pertama banyak memiliki kelemahan terutama dalam hal periwayatan baik baik dari segi sanad maupun rawi-nya (periwayat hadist)
4.Sedangkan hadist kedua yang menyebutkan kitab Allah dan ahlul bait nabi. Diriwayatkan dari banyak sahabat nabi SAW. Diantaranya Ali bin Abi Thalib ra, Hasan bin Ali ra, Salman Al Farisi ra, Abu Dzar Al gifari ra, Ibnu Abbas ra, Jabir bin Abdillah al Anshori ra, Abu al Haistam bin at Tayyahan ra, Abu Rafi, Hudzaifah bin Usaid al Gifary, Huzaimah bin Tsabit, Zaid bin Arqam, Abu Hurairoh, Abdullah bin Hantab, Jubair bin Muth’im, Al Barra’ bin Azib, Anas bin Malik, Thalha bin Ubaidillah at Tamimi, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqhos, Amr bin ‘Ash, Ady bin Hatim, Sahl bina Saad al Anshari, Abu Syuraih al Khuzai, Uqbah bin Amir, Abu Qudama al Anshori, Abu Lailah al Anshori, Dhamra al Aslami, Amir bin Lailah al Gifary, Fathimah Az Zahrah as, Ummu Salamah, Ummu Hani, dan masih banyak lagi. Maka tak heran bila hadist kedua berkedukan sebagai hadist Mutawatir karena cukup banyak jalur periwayatanya.
5.Hadist kedua tercantum dalam kitab-kitab hadist yang keshahihannya tak diragukan lagi seperti Shahih Muslim, Shahih Turmudzi, Imam Ahmad dan kitab-kitab  hadist lainnya.
Setelah memahami argumentasi di atas seharusnya kita harus berpikir ulang menyandarkan diri kita pada hadist pertama. Tentu kita akan menggunakan hadist kedua. Walau sebenarnya keduanya tidak bertentangan bila yang dimaksud adalah sunnah rasulullah SAW, serta sunnah ahlul bait nabi SAW yang suci. Mereka adalah panutan buat kita semua. Mereka adalah contoh konkrit Quran.
SIAPA AHLUL BAIT ITU?
Kemudian siapa ahlul bait yang menjadi padanan Al Quran yang harus kita pegang tegu itu? Dalam Al Quran ada ungkapan ahlul bait . Allah berfirman,
“Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan segala dosa dari kalian ahlu bait dan mensucikan kalian sesuci-sucinya”. (Al Ahzab:33)
Ayat ini menjelaskan bahwa Alllah SWT telah menghapus dosa dari ahlu bait. Allah menjaga mereka dari dosa dan mensucikan mereka sesuci-sucinya.
Siapa ahlul bait dimaksud dalam ayat di atas?
Menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama) bahwa yang dimaksud ahlu bait adalah keluarga inti nabi Muhamad SAW yaitu Muhamad SAW, Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Hasan dan Husein alaihimussalam. Berikut argumentasi atau dalil yang bisa kita kaji lebih jauh dan menjadikannya sebagai pedoman:
1. Hadist Muslim
Membawakan sebuah riwayat dari Aisyah. Ia mengatakan bahwa pada suatu pagi, Nabi SAW keluar dengan menggunakan selimut yang terbuat dari wool berwarna hitam. Hasan datang dan Nabi SAW memasukanya dalam selimut, lalu datang Husein dan dimasukan ke dalam selimut, kemudian datang Fathimah beliau sertakan masuk ke dalam selimut, setelah itu Ali datang dan beliau memasukan juga ke dalam selimut sambil membaca ayat al Quran, Al Ahzab 33
“Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan segala dosa dari kalian ahlu bait dan mensucikan kalian sesuci-sucinya”.
2. Ibnu Hajar Al Haitami
Dalam riwayat yang dibawakan Ibnu Hajar Al Haitami Nabi Muhamad SAW setelah menyelimuti mereka (ahlul bait) dengan kain hitam beliau mengatakan,
“Ya Allah mereka adalah ahlu baitku dan orang-orang khusus bagiku. Hilangkan dari merek noda dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya”. Kemudian Ummu Salamah berkata, Dan aku bersama mereka? Nabi SAW menjawab, kamu barada dalam kebaikan
Dalam riwayat lain Nabi SAW membacakan doa buat mereka,
Aku akan berperang terhadap yang memerangi mereka, damai kepada yang berdamai kepada mereka dan memusuhi yang memusuhi mereka”.
Riwayat lain,,Nabi SAW bersabda,
“Ya Allah, mereka adalah keluarga Muhamad, jadikanlah shalawat dan berkah-Mu buat mereka, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung”.
3. Musnad Ahmad
Dalam sebuah riwayat Nabi Muhamad SAW bersabda,
Ya Allah mereka adalah ahlu baitku, maka hilangkanlah noda dan dosa dari mereka dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya, Ummu Salamah berkata, “lalu aku buka selimut untuk masuk bersama mereka, tetapi beliau menarik tanganku, maka aku berkata aku ikut bersamamu wahai Rasulullah . Beliau menjawab, sesungghnya engkau istri nabi dan termasuk dalam kebaikan”. (Musnad Ahmad Juz IV )
Nah, mari kita berpegang teguh pada mereka. Dan keselamatan semoga bersama kita semua dunia-akhirat. Wa Allahu A’lam