Jumat, 30 Desember 2016

Catatan Hukum Akhir Tahun


          Di tahun 2016, pemerintahan Jokowi-JK memberikan perhatian cukup serius terhadap reformasi hukum. Kalau sebelumnya mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang berjilid-jilid, sekarang Pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan bidang hukum. Setidaknya ada lima poin pembenahan dalam bidang hukum. Yakni terkait pelayanan publik, penyelundupan, pelayanan izin tinggal terbatas,  Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) , dan  Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang over kapasitas. Dan Pemerintah pun berencana akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan susulan.
          Hal di atas, menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam membenahi penegakan hukum. Sekarang, bagaimana hasilnya? Apa sudah terlihat perubahanya? Catatan berikut akan menjelaskannya lebih jauh. Pertama, KPK dan korupsi yang masih menggurita. Sepanjang 2016 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan 16 kali operasi tangkap tangan dan 110 orang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi. Semua itu dihasilkan semasa kepemipimpinan KPK jilid 4 dengan Ketua Agus Rahardjo yang memulai kiprahnya di awal 2016. Sejumlah kasus cukup mendapat sorotan publik karena melibatkan tokoh pejabat penting di Indonesia seperti Ketua DPD RI, Irman Gusman, juga kasus e-KTP yang menyasar koruptor kelas kakap dengan angka kerugian fantastis, triliunan rupiah.
          Apa yang bisa dipahami dari data di atas? Keberhasilan KPK? Atau fakta bahwa korupsi masih menggurita? KPK memang berhasil dalam penindakkan. Pada waktu yang sama korupsi makin menggurita. Kenapa? Karena KPK tak membuat jerah para pelaku. Hukuman terhadap koruptor dianggap ringan. Lebih lagi, soal mentalitas korup para pejabat, pengusaha  yang sudah mendarahdaging.
          Kedua, pungutan liar. Pungli menjadi pembicaraan publik sejak Kepolisian RI melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kementerian Perhubungan terkait pungli. Dalam OTT tersebut Presiden Joko Widodo melakukan tinjauan langsung. Jokowi nampaknya merasa geram mendengar laporan tentang hal itu dari Kapolri Jendral Tito Karnavian. Pasalnya, Presiden Jokowi bersama para menteri baru saja membahas tentang permasalahan pungli yang marak di tanah air.
          Momentum OTT tersebut dijadikan langkah awal memerangi Pungli secara bersama. Pemerintah dari pusat sampai daerah membentuk tim Satuan Tugas Bersama (Saber) Pungli. Orang bilang,  Pungli sudah membudaya.  Sulit dihilangkan. Sebenarnya sulit tidaknya bergantung pada tekad, komitmen, dan usaha kita. Tak ada yang mustahil di dunia ini. Apalagi sekadar memberantas pungli. Dan sekarang OTT digelar diberbagai daerah. Walau belum seutuhnya hilang, keberadaan Saber Pungli menghadirkan efek kejut pada mereka yang selama ini melakukan Pungli. Ke depan, diharapkan budaya Pungli bisa hilang dari bumi pertiwi. Karenanya, langkah Saber Pungli tak boleh berhenti. Terus menerus, secara berkesinambungan.
          Ketiga, mafia peradilan. Adalah perbuatan yang bersifat sistematis, konspiratif, kolektif dan terstruktur yang dilakukan oleh aktor tertentu ( aparat penegak hukum dan pencari keadilan ) untuk memenangkan kepentingannya melalui penyalahgunaan wewenang, kesalahan administrasi dan perbuatan melawan hukum yang mempengaruhi proses.
Mafia peradilan mencuat tajam ke publik setelah Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi terindakasi melakukan jual beli kasus. Dia disebut sebagai promotor perkara Lippo.  Dalam persidangan kasus suap terhadap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,  seorang saksi menyebut Nurhadi sebagai promotor yang mengatur setiap perkara yang melibatkan perusahaan Grup Lippo.
Memang ironis, jika peradilan bisa dipermainkan. Kepercayaan terhadap penegakan hukum akan hancur. Sebab itu masyarakat menuntut MA untuk melakukan resformasi internal. Sayangngya, tim reformasi birokrasi MA justru dibentuk oleh Nurhadi sendiri.  Dalam tim tersebut, Nurhadi diketahui menunjuk diri sendiri sebagai penanggung jawab, lewat Surat Keputusan Sekretaris MA Nomor 23/SEK/SK/2016, bertanggal 25 April 2016. Sejumlah pihak pun meminta kepada Ketua MA, Hatta Ali untuk membubarkannya. Kemudian menggantinya dengan tim yang baru.
Paling mutakhir, indikasi mafia peradilan kembali terjadi pada kasus La Nyalla Mattalitti. Mantan Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) tersebut divonis bebas oleh majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi. Sebelumnya,  La Nyalla didakwa menyalahgunakan wewenang dalam penggunaan dana hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun 2011 hingga 2014.
Publik menilai ganjil putusan ini. Terlebih lagi, alasan yang dikemukan atas putusan bebas dianggap aneh. Yakni,  karena kerugian negara sudah dikembalikan dan pelimpahan wewenang ke bawahan. Keputusan diambil dengan dissenting opinion. Tiga hakim karir memutus bebas. Dua hakim ad hoc memutus  bersalah. Kecurigaan publik menjadi kuat melihat fakta bahwa La Nyalla adalah keponakan Ketua MA, Hatta Ali. Menyedihkan jika peradilan ditegakan  secara tidak lurus, pandang bulu.
          Keempat, narkoba dan ribuan nyawa generasi muda. Perang terhadap narkoba berulang kali ditegaskan oleh Presiden Jokowi.  Mantan Gubernur Jakarta tersebut bahkan bersikukuh guna menerapkan hukuman mati bagi para bandar narkoba. Walau untuk itu, Jokowi mengahadapi berbagai protes dari beberapa kepala negara dunia. Juga dari para aktivis HAM baik dari dalam maupun luar negeri.
          Ada sekitar 15 ribu nyawa melayang karena narkoba. Hitung berapa orang perharinya? Dari hari ke hari, jumlah pengguna narkoba bertambah. Menurut Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso sekitar 40-50 anak muda meninggal akibat konsumsi narkoba. Belakangan BNN sangat getol memberantas peredaran narkoba. Dibawah komando Budi Waseso, BNN terlihat ganas. Semangat ini wajib dijaga. BNN tak boleh lelah sebagaimana para bandar yang tak pernah kapok, jerah.
          Kelima, teror dan Polri. Pemberitaan 2016 dibuka dengan aksi teror. Tanggal 14 Januari menjadi titik hitam bagi Indonesia. Aksi teror kembali muncul, mengusik ketenangan dan ketentraman masyarakat. Sebuah ledakan terjadi di depan pos polisi Sarinah dan gerai kopi Starbuck, Jakarta Pusat. Bom Sarinah menyadarkan bangsa ini bahwa terorisme kudu diwapadai, diperangi terus menurus.
          Bom Sarinah menjadi pengingat bagi Kepolisian. Sehingga Polri dinilai berhasil mencegah aksi teror hingga akhir tahun. Aparat sedang mengurai jaringan Bahrun Naim. Polri berhasil melumpuhkan para teroris di berbagai daerah sebelum mereka beraksi. Di bekasi misalnya, Tim Densus 88 membekuk pelaku aksi teror yang berencana akan meledakkan Istana Kepresidenan. Bom panci telah disiapkan, Tim Gegana  menjinakkan. Yang mengejutkan calon penganten adalah seorang perempuan.  Ke depan,  kinerja Polri harus didukung oleh masyarakat luas dengan cara meningkatkan kewaspadaan. Mereka diminta cepat melapor saat ditemukan keganjilan.
          Akhir kata, hal-hal di atas menjadi pembelajaran bagi para penegak hukum. Hukum wajib ditegakan secara tegak. Aparat diminta siaga dalam mencegah tindak pelanggaran hukum. Korupsi, narkoba, juga aksi teror membutuhkan  pencegahan disamping penindakan. Ketiga hal itu sangat merusak kehidupan bangsa. Wa Allahu Alam

         


Catatan Politik Akhir Tahun


          Penghujung tahun, mengingatkan saya pada harapan Presiden Joko Widodo setahun lalu. Menjelang awal tahun 2016, Jokowi menginginkan kondusifitas politik di tanah air. Harapan serupah disampaikan Ketua MPR RI, Zulkifli  Hasan. Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut menegaskan, saatnya semua pihak bersatu mencari solusi, meninggalkan segala polemik yang menguras energi dan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara. Jangan biarkan perpecahan menghancurkan bangsa ini. Mari kita ciptakan politik yang teduh. Jangan ciptakan kegaduhan lagi.
          Pertanyaanya, apakah politik teduh terwujud di tahun 2016? Saya akan mengkajinya lebih jauh. Tulisan ini sekaligus menjawab tanya pada tulisan saya di awal tahun, 2016 Politik Teduh,  Mungkinkah? Walau sempat diragukan oleh banyak pihak termasuk saya, nyatanya politik di tahun 2016 bisa dikategorikan lebih teduh. Tak ada gejolak berarti terutama di parlemen. Semua dapat dikendalikan oleh Presiden Jokowi selaku orang nomor wahid di negeri ini. Kinerja Kabinet kerja pun sudah terlihat hasilnya. Tentu masih belum selesai. Masih banyak hal yang harus dilakukan Pemerintahan Jokowi-JK dalam merealisasikan janji-janjinya saat kampanye.
          Presiden Jokowi dinilai mampu mengelola politik nasional secara baik. Berbeda dengan kondisi pada awal pemerintahan yang terlihat terseok-seok. Saat itu tak sedikit pihak meragukan kemampuannya memimpin RI.  Sekarang, selama tahun 2016, Jokowi nampak lebih percaya diri dalam memegang kendali politik. Tak ada gejolak yang menggambarkan guncangan politik. Walau ada konflik terkait beberapa isu nasional, Jokowi mampu mengelolanya secara apik. Sehingga konflik di tengah masyarakat seperti aksi damai Islam pun berakhir dengan happy ending.
          Berikut catatan politik saya selama tahun 2016. Catatan ini anggap saja bagian dari riak-riak kecil dalam dinamika politik di Indonesia. Juga dapat dijadikan pembelajaran bagi semua guna memperbaiki kualitas demokrasi kita di masa akan datang. Pertama, pilkada serentak. Pilkada serentak dijadwalkan akan dilaksanakan pada tanggal 15 Februari 2017. Ada 101 daerah akan memilih kepala daerah. Terdiri adar 7 provinsi,  76 kabupaten dan 18 kota. Ketujuh provinsi tersebut yaitu Aceh, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat. Provinsi Aceh merupakan daerah yang akan paling banyak menggelar pilkada pada 2017, yakni satu pemilihan gubernur dan 20 pemilihan bupati dan wali kota.
          Selama tahun 2016, tahapan Pilkada serentak dilakukan. Mulai sosialisasi, menyiapakan perangkat aturan, membuka pendaftaran bakal calon, menetapkan calon kepala daerah, serta masa kampanye. Keberhasilan Pilkada serentak sebelumnya diharapkan terulang kembali pada Pilkada 2017. Energi para poltisi daerah pun terkuras habis dalam kampanye calon. 2016 menjadi tahun persiapan bagi  Pilkada serentak yang akan datang.
Kedua, Ahok dan Pilkada DKI Jakarta menjadi primadona. Dari sekian banyak daerah, Jakarta telah menyedot prihatian besar publik. Dan Ahok menjadi penyebab utama. Keberadaan Ahok di pentas politik  tak hanya menjadi politik Jakarta semakin dinamis tapi juga liar. Ahok seringkali membuat ledakan politik yang mengguncang Indonesia. Fenomena Ahok sungguh luar biasa. Perhatian masyarakat dalam waktu cukup lama tertujuh pada sosok yang sangat kontrovesial tersebut. Sepertinya, 2016 menjadi tahun-nya Ahok. Sepanjang tahun, pemberitaan tentangnya ramai didiskusikan, menjadi perdebatan publik.
Juga tak kalah menarik adalah fenomena teman Ahok.  Teman Ahok adalah sebuah organisasi perkumpulan relawan berkekuatan hukum yang dididirkan oleh sekelompok anak muda dengan tujuan "menemani" dan membantu Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam visinya mewujudkan Jakarta Baru yang Bersih, Maju, dan Manusiawi. Teman Ahok dibentuk berawal dari keprihatinan sejumlah anak muda Jakarta terhadap partai politik di Jakarta. Mereka merasa kecewa dengan sikap dan perlakuan beberapa partai seperti PDIP dan lainnya terhadap Ahok sang Gubernur. Ahok dianggap sukses membangun Jakarta, kenapa Parpol tak mengapresiasi?
Kekecewaan terhadap partai politik, membulatkan tekad Teman Ahok guna mengusung Ahok melalui jalur perseorangan. Dengan bermodal idealisme, mereka mengumpulkan KTP Jakarta sebagai prasyarat pencalonan. KTP menembus angka satu juta. Hanya jelang pendaftaran sejumlah partai berubah haluan. Dimotori oleh Partai Nasdem. Disusul parta Golkar dan Hanura, mereka  berencana mengusung Ahok dengan tanpa syarat. Dan pada akhirnya, perubahan sikap PDIP menjadi penentu pendaftaran Ahok sebagai Cagub lewat jalur parpol. Teman Ahok pun menerima apa yang diputuskan Ahok. Sebab, mereka menyadari mengusung Ahok tanpa parpol bukan sesuatu yang mudah terlebih jika melihat kontroversi yang ada pada diri Ahok.
Pikada DKI Jakarta lebih menarik lagi saat Agus Harimurti Yudhoyono mencalonkan diri bersama Sylviana Murni. Putra sulung mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu diusung oleh koalisi Cikeas yang terdiri dari Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Mereka awalnya bagian dari koalisi kekeluargaan bersama Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sosial (PKS). Mereka pecah kongsih. Gerindra dan PKS mencalonkan Anies Baswedan dan Sandiago Uno.
Pilkada DKI disebut Pilkada rasa Pilpres. Pasalnya, ketiga cagub merupakan tiga gambaran kekuatan politik di Indonesia. Megawati, Prabowo dan SBY. Mereka turun gunung di Pilkada DKI Jakarta. Megawati dengan Ahok yang dianggap sebagai anak ideologisnya.  Prabowo dengan Anies Baswedan. Dan SBY dengan sang putra sulung, AHY.
Ketiga, aksi damai umat Islam. Aksi damai 411 dan aksi super damai 212 adalah tuntutan umat Islam terhadap proses hukum Ahok terkait penistaan agama yang dinilai lamban. Mereka menuntut Polri lebih cepat  menetapkan tersangka bagi gubernur Jakarta non aktif tersebut. Ahok terpeleset lidah dengan menyebut Al Maidah ayat 51. Kasus penistaan agama dijadikan alat politik oleh lawan-lawan Ahok. Elektabilitas Ahok pun tergerus tajam dalam berbagai survei. Nampaknya, isu agama masih menjadi alat politik yang efektif, walau pemilih Jakarta dikenal rasional.
Keempat, moralitas dalam politik. Di akhir tahun, moralitas politik di parlemen diuji kembali. Paling tidak,  ada dua hal yang terasa sangat ganjil telah dilakukan oleh para anggota dewan yang terhormat. Satu, soal Setya Novanto yang diangkat kembali menjadi Ketua DPR RI setelah sebelumnya mengundurkan diri karena kasus papa minta saham yang menghebokan. Ade Komuruddin tak berdaya. Dia harus meninggalkan jabatan dengan setengah tidak hormat. Sebab, Majlis Kehormatan Dewan (MKD) memvonisnya dengan sanksi hukuman sedang atas sejumlah pelanggaran etik.
Kemudian soal rencana revisi terbatas UU MD3. Revisi semata-mata hanya untuk mengakomodir kepentingan politik PDIP guna memperoleh kursi pimpinan di DPR. Jika demikian, jelas mereka hanya mementingkan kepentingan kelompok. Rakyat yang diwakili tak diperjuangkan sebagaimana mestinya. Padahal masih banyak RUU yang mangkrak di prolegnas. Padahal rakyat menanti kinerja mereka merampungkannya.
Singkat kata, politik di tahun 2016 memang terasa teduh, lebih kondusif. Semoga di 2017 lebih baik lagi. Indonesia butuh konsentrasi dalam membangun, mengejar segala ketertinggalan. Itikad kuat Jokowi dalam membangun, mensejahterahkan Indonesia butuh keteduhan politik. Gaduh politik yang berlebihan akan menguras energi secara cuma-cuma. Kegaduhan tersebut akan menghambat kerja kabinet kerja. Apa itu yang kita inginkan? Tentu, tidak bukan?Wa Allahu Alam


Gusdur dan Semangat Pluralisme

Kemaren (23/12), keluarga, santri dan segenap komponen bangsa menperingati haul  almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gusdur). Malam puncak  haul ke-7 mantan Presiden tersebut diisi dengan ikrar damai umat beragama. Dipimpin ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj, ikrar  diikuti oleh para pemuka agama yang hadir diantaranya Uskup Agung Jakarta Ignatius Suharyo, tokoh Hindu Yanto Jaya, Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) Uung Sendana, Pendeta Nababan, Biksu Suryanadi Mahathera, serta beberapa tokoh lainnya. 
Mereka berikrar, 1) Akan senantiasa menjaga perdamaian, kerukunan, persaudaraan/keadilan antar sesama umat beragama. 2) Menciptakan suasana sejuk, harmonis, dan bebas konflik antar sesama umat beragama. 3) Memelihara keberagaman dan perbedaan dengan saling melindungi berbagai agama dan keyakinan yang ada di Indonesia secara tulus dan sungguh-sungguh.
4) Menolak segala bentuk intimidasi dan pemaksaan agama/keyakinan serta menolak anarki kekerasan dalam beragama. 5) Mendukung pemerintah untuk menegakkan konstitusi yang melindungi hak warga negara dalam menjalankan agama dan keyakinannya.
Dalam sambutanya, Presiden  Joko Widodo mengenang Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai tokoh yang mengingatkan bawa Indonesia merupakan milik bersama, bukan milik golongan atau perseorangan. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara harus dikelola dengan konstitusi yang bisa menaungi segenap masyarakat, bukan aturan yang lainnya. Gus Dur pasti gemes, geregetan, kalau melihat ada kelompok yang meremehkan konstitusi, mengabaikan kemajemukan, memaksakan kehendak, melakukan kekerasan, radikalisme dan terorisme.
Tak aneh, jika dalam haul Gusdur dibacakan ikrar seperti di atas. Pasalnya, Gusdur dikenal sebagai tokoh pluralisme yang tak diragukan lagi jasa-jasanya. Pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi.
Gusdur selama hidupnya sangat concern dengan nasib kaum minoritas. Gusdur siap menjadi martir dalam melindungi mereka. Minoritas agama, suku, dan ras juga etnis. Gusdur kerapkali pasang badan dalam membela kaum minoritas. Dia rela disebut kafir manakala membela Ahmadiyah. Dituduh Syiah saat memihak kepentingan muslim bermadzhab Syiah di Indonesia. Difitnah memilkii garis keturunan Cina ketika membela kepentingan etnis tersebut. Sungguh, Gusdur merupakan seorang bapak bagi kaum minoritas. Dia menyadari kemajemukan manusia yang kudu disikapi secara bijak dengan saling menghormati, menolong dan menyayangi.
Jasa Gusdur lain yang pasti akan diingat terus oleh bangsa ini adalah menjadikan Konghucu sebagai agama resmi. Ini terobosan luar biasa dari Gusdur saat menjadi Presiden. Sebuah langkah berani yang tak diambil oleh Presiden sebelumnya. Gusdur merasakan apa yang dirasakan oleh mereka yang memeluk Konghucu. Karena  minoritas agama mereka tak diakui. Gusdur telah membalik keadaan.
Gusdur telah mengajarkan bangsa ini demokrasi yang sesungguhnya. Demokrasi yang tak hanya memihak pada suara mayoritas tapi melindungi aspirasi minoritas. Demokrasi yang mengakui equlity (kesamaan berdiri, berposisi). Dan demokrasi yang menempatkan hukum di atas segala. Walau untuk itu, beliau bersedia meninggalkan istana megah hanya dengan menggunakan celana pendek dan bersandal jepit.
Gusdur tetap hadir bersama kita. Gagasan dan pemikirannya senantiasa dikaji, didiskusikan. Semangat pluralismenya senantiasa hidup. Setelah tujuh tahun mangkat, semangat pluralisme tersebut masih tetap hangat dan aktual. Tak sedikit dari generasi muda yang meneruskan perjuangannya dalam membangun hidup damai dengan kemajemukan.  Untuk mengenang beliau, marilah kita jaga warisan beliau, yaitu pluralisme.
Pluralisme
Menurut hemat saya, semangat pluralisme  dibangun berdasarkan pada prinsip-prinsip berikut. Pertama,  fakta bahwa  manusia adalah beragam. Terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, ras, etnis, budaya juga bahasa. Keragaman tersebut tak mungkin sirna. Keragaman itu wajib disadari, diterima. Tak mungkin kita mengabaikan apalagi menolak. Namun  demikian, keragaman itu bermuara dari satu titik. Kita semua anak-cucu nabi Adam as. Semua bersaudara. Tak ada alasan bagi manusia untuk bermusuhan, saling memerangi satu sama lain.
Kedua, tidak menganggap diri paling apa saja. Paling benar. Paling hebat. Paling pintar. Dan paling-paling lainnya. Hal itu akan menumbuhkan sikap menghargai, menghormati terhadap keberadaan yang lain. Pertumpahan darah pertama manusia disebabkan bersemayamnya sifat takabur atau sombong pada diri Qabil. Qabil merasa paling hebat, paling gagah, paling dekat dengan Allah. Dia merendahkkan saudaranya sendiri, Habil. Rasa paling menjadi sebab awal pertumpahan darah anak cucu Adam hingga hari ini.
Ketiga, mendahulukan kesamaan mengesampingkan perbedaan. Untuk persatuan dan kesatuan antara umat manusia selayaknya mengedepankan kesamaan. Abaikan perbedaan. Hadirkan rahmat dari perbedaan yang ada. Perbedaan tidak boleh mengantarkan pada petaka. Carilah titik temu pada perbedaan. Itu akan mengikat kita untuk menyatu.
Keempat, bersatu adalah keniscayaan. Persatuan menghadirkan kasih sayang antara sesama. Tak ada gunanya perpecahan. Tak ada gunanya pertikaian. Dalam Al Quran diceritakan bahwa  manusia ciptakan sebagai khalifah. Sebagai khalifah, manusia sepantasnya bisa memakmurkan bumi. Mensejahterahkan. Menegakan keadilan dan mendamaikan.
Kelima, kekerasan bukan solusi tapi masalah baru. Jangan pernah menempuhnya. Segala hal pasti ada solusinya. Maka semangat mencari solusi adalah sebuah keharusan.
Singkat kata, Gusdur adalah seorang guru bangsa. Ajaranya selayaknya dijaga. Diantara ajaran beliau adalah pluralisme. Untuk itu, sepantasnya semangat pluralisme bangsa ini dirawat, ditumbuhkembangkan dan dibangkitkan. Pluralisme mendatangkan kedamaian hidup berdampingan sebagai bangsa yang majemuk guna mewujudkan cita-cita bersama. Bukankah semboyan bangsa Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika?Wa Allahu Alam

Dimuat di Harian Umum Radar Cirebon Senin 26 Desember 2016

Jumat, 23 Desember 2016

Anak Kita dan Game Online


Anak merupakan anugrah terbesar Tuhan bagi manusia. Juga menjadi amanat yang dititipkan Sang Pencipta. Karenanya, wajib dijaga dengan sebaik mungkin. Tidak boleh diabaikan, apalagi disia-siakan. Sebagai orang tua, kita berkewajiban mendidik dan mengantarkannya pada cita-cita yang diinginkan.  Menyiapkan mereka menghadapi masa depan. Mereka adalah masa depan kita, orang tua. Mereka akan meneruskan hidup dan cita-cita kita. Jangan salah menyikapinya. Salah bersikap terhadap anak akan dapat  menghapus mimpi orang tua di waktu mendatang.
Di era digital seperti sekarang, salah satu persoalan yang dihadapi oleh para orang tua adalah game online. Permainan Daring (Online Games) adalah jenis permainan komputer yang memanfaatkan jaringan komputer. Jaringan yang biasanya digunakan adalah jaringan internet dan yang sejenisnya serta selalu menggunakan teknologi yang ada saat ini, seperti modem dan koneksi kabel
Biasanya permainan daring disediakan sebagai tambahan layanan dari perusahaan penyedia jasa online, atau dapat diakses langsung melalui sistem yang disediakan dari perusahaan yang menyediakan permainan tersebut. Sebuah game online bisa dimainkan secara bersamaan dengan menggunakan computer yang terhubung ke dalam sebuah jaringan tertentu.
Sekarang hampir semua anak bermain video game. Permainan  seperti itu dapat dilakukan dengan komputer, konsol game maupun ponsel. Sejak usia belia, mereka bersentuhan dengan game baik yang online maupun off line. Memang, tidak semua game itu murni permainan. Ada juga beberapa jenis game yang memuat unsur edukatif yang tentu bermanfaat bagi anak.
Bermain game bagi anak dalam batas normal sejatinya membantu anak dalam mengatasi kepenatan dalam belajar. Game bisa dimanfaatkan untuk mengisi waktu kosong, di sela-sela belajar baik di rumah atau di sekolah. Game menjadi hiburan bagi mereka. Tapi, game akan menjadi problem ketika anak menggunakannya secara berlebihan. Game online misalnya, menjadi persoalan serius tatkala anak kecanduan.
Waktu mereka tersita lebih banyak di hadapan kompeter atau ponsel bermain game. Berjam-jam duduk. Mengabaikan lingkungan. Tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Sulit diajak belajar. Tidak mau mengerjakan PR. Mereka mudah marah jika diminta berhenti bermain. Acuh terhadap keberadaan orang tua. Bagi mereka hidup cukup hanya dengan game.
Menurut Linzi Band, pengajar program Social and Emotional Thinking (SET) di Australian Independent School (AIS), pada workshop bertemakan, “Pentingnya Mencegah Anak Kecanduan Game Online” yang digelar AIS di Jakarta  belum lama (17/12) menegaskan, kecanduan game online dapat berdampak buruk dalam waktu dekat maupun jangka panjang. Dalam waktu dekat anak yang kecanduan akan mengalami gangguan tidur, kurang nafsu makan, mengisolasi diri dan lupa waktu.
Kalau jangka panjang, kecanduan ini dapat menyebabkan tingkat kesehatan anak turun akibat kurang tidur dan makan, juga bisa menjadikan anak lebih emosional dan tidak bisa konsentrasi terhadap akademiknya. Anak akan mengalami depresi dan memiliki tingkat kemampuan bersosialisasi yang terus menurun, (http://edukasi.kompas.com/)
Menurut penelitian yang pernah dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics, yang antara lain dilakukan di Seattle Children’s Research Institute (2011), Iowa State University (2010), dan Stanford University School of Medicine (2009), menjelaskan bahwa kebanyakan main game bisa mengganggu proses tumbuh kembang anak. Pertama, masalah sosialisasi. Berhubung lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain dengan mesin (bukan manusia), anak bisa merasa canggung dan kurang nyaman kala datang kesempatan untuk bergaul dengan temannya.
Kedua, masalah komunikasi. Kegiatan berkomunikasi bukan sebatas berbicara dan mendengarkan kalimat yang terucap, tetapi juga membaca ekspresi lawan bicara. Anak yang kurang sering bersosialisasi biasanya kesulitan melakukan hal tersebut.
Ketiga, mengikis rasa empati. Seringkali anak menyukai jenis game yang melibatkan kekerasan, seperti perang-perangan, martial art, dan sebagainya. Efek samping dari memainkan jenis game ini adalah terpicunya agresivitas anak dan terkikisnya empati si kecil terhadap orang lain.
Keempat, mengalami gangguan motorik. Tubuh yang kurang aktif bergerak akan mengurangi kesempatan anak untuk melatih kemampuan motoriknya. Risikonya, anak bisa terserang obesitas dan pertumbuhan tinggi badannya tidak maksimal.
Kelima, gangguan kesehatan. Menatap layar video games secara konstan dalam waktu lama bisa mencetus serangan sakit kepala, nyeri leher, gangguan tidur, dan gangguan penglihatan.
Antisipasi
Untuk menghindari kecanduan anak pada game, menurut hemat saya ada beberapa hal yang dapat diantisipasi. Diantaranya, dengan membatasi akses internet. Saya yakin hampir di setiap rumah ada jaringan internet. Anak juga anggota keluarga lain memanfaatkannya sepanjang hari. Untuk menghindari anak menggunakan game online secara berlebihan ada baiknya jika membatasinya. Membatasi akses internet dalam keluarga bisa dengan cara mematikan Wifi pada jam-jam tertentu seperti waktu sekolah,  belajar atau mengaji. Pembatasan ini juga berlaku untuk anggota keluarga yang lain agar tidak mengundang kecemburuan pada anak. Juga bisa dengan memgamankan ponsel dari jangkauan anak. Lebih baik lagi jika orang tua menjadwal kegiatan bermain game anak di rumah.
Kemudian, menerapkan aturan untuk tidak menggunakan gadget, menonton TV pada jam tertentu. Misalnya, setelah maghrib sampai Isya. Waktu itu itu biasa digunakan untuk mengaji, beribadah. Juga saat jam belajar. Anak diusahakan belajar setiap malam. Satu sampai dua jam  sebelum tidur baik dimanfaatkan guna mempersiapkan pelajaran sekolah. Semua layar, termasuk TV 30 menit sebelum tidur. Untuk itu, buatlah kesepakatan terkait jam tidur.
Selanjutnya,  memberi pengertian bagaimana memanfaatkan gadget atau game online secara sehat. Ini tugas orang tua juga para guru.  Dengan memahami manfaat dan mudharat yang ada, mereka diharapkan bisa memaksimalkan dalam mengambll manfaatnya. Dengan demikian, game online tak menjadi ancaman serius lagi bagi tumbuh kembang anak kita.
Akhir kata, game online adalah realitas yang tak bisa terhindari. Anak kita tak mungkin bebas dari serangan berbagai jenis game online. Maka kewajiban orang tua mengarahkan, membimbing mereka dalam memanfaatkan game online. Orang tua tak boleh diam. Melepas mereka di rimba dunia maya jelas tak bijak.Wa Allahu Alam


Minggu, 18 Desember 2016

Bola dan Nasionalisme Kita


            Kemaren (17/12), timnas Indonesia berlaga di stadion Rajamanggala Thailand dalam laga final AFF leg kedua. Setelah dalam leg pertama di Pakansari Bogor Indonesia Unggul atas Thailand 2-1. Antusias masyarakat pun sangat tinggi. Bermodal unggul di laga kandang, timnas diharapkan menang dan menjuarai AFF untuk kali pertama. Hiruk pikuk dukungan membahana baik di media sosial, TV sampai di warung-warung kopi. Walau tak diunggulkan sebelumnya, timnas dianggap pantas ukir prestasi di ajang bola paling bergengsi di ASEAN tersebut.
          Di stadion Rajamanggala, mimpi bangsa Indonesia menyaksikan timnas mengangkat piala gagal. Pasalnya, timnas dipaksa takluk oleh tuan rumah, Thailand 2-0.  Jika diakumulasi dengan hasil pertandingan  leg pertama menjadi 3-2. Thailand pun menjadi juara AFF 2016. Di laga kandang, Thailand menunjukkan kualitas permainan yang kudu diakui oleh Indonesia.
Walau gagal menjuarai, perjuangan tim garuda layak mendapat apresiasi. Mereka sudah berjuang dengan sekeras tenaga dan sega kemampuan yang dimiliki. Perjuangan anak asuh Alfred Ridll tersebut pantas diacungi jempol. Berbagai masalah dihadapi dalam persiapan membentuk timnas untuk Piala AFF 2016. Dari sanksi FIFA yang berakibat tidak adanya kompetisi resmi sampai soal pemilihan pemain. Kendati demikian, dengan segala keterbatasan itu, timnas bisa tampil melebihi ekspektasi sebagian besar masyarakat Indonesia. Timnas mampu mempersembahkan prestasi walau hanya di posisi runner up untuk kelima kalinya.
Sejatinya, Riedl dan timnas telah  membangkitkan kembali gairah rakyat Indonesia. Mereka  sempat putus asa dan apatis menyaksikan konflik antara  pemerintah dan PSSI. Setahun lebih Indonesia tak gelar kompetisi. Tak ada pembicaraan tentang bola selain perseteruan para elit. Pencinta sepak bola di tanah air pun akhirnya memalingkan wajah dari stadion-stadion bahkan dari layar televisi.
Kegagalan timnas tak perlu disesali. Memang itulah kemampuan kita. Kegagalan tersebut harus menjadi cambuk di masa mendatang. Dan nampaknya, masyarakat pun menyadarinya. Walau tak juara, ucapan terimakasih dan apresiasi atas perjuangan Boaz dkk banyak disampaikan. Prilaku sepert itu  menunjukkan kebesaran, kematangan dan kedewasaan bangsa Indonesia.
Bangkitkan nasionalisme
          Sungguh, bola telah membangkitkan semangat nasionalisme kita sebagai bangsa Indonesia. Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggrisnation) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia yang mempunyai tujuan atau cita-cita yang sama dalam mewujudkan kepentingan nasional, dan nasionalisme juga rasa ingin mempertahankan negaranya, baik dari internal maupun eksternal. (https://id.wikipedia.org)
Berikut, menurut hemat saya hal-hal yang menjelaskan dan menegaskan keyakinan tersebut. Pertama, membangkitkan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Bola menghadirkan kebanggaan pada tanah air. Bola terkait dengan harga diri bangsa. Event seperti AFF menjadi ajang unjuk diri bangsa-bangsa se-ASEAN. Timnas setiap negara akan berusaha sekuat tenaga untuk menampilkan kemampuan terbaik yang dimiliki. Kemenangan pada setiap pertandingan menjadi target para pemain bola. Bendera akan dikibarkan ketika mereka meraih kemenangan.
Kedua, bola menjadi perekat. Di tengah berbagai konflik yang ada, bola di piala AFF telah merekatkan kita semua, bangsa Indonesia. Bola menghentikan pertikaian, caci maki di antara anak bangsa. Sebelumnya boleh jadi Ahoker dan Anti Ahok bermusuhan, tapi di depan permanan bola anak-anak Garuda mereka melebur menjadi satu. Melepas burung Garuda terbang tinggi di langit  Asean. Tidak ada pemisah di antara kita. Semua melebur menjadi satu, Indonesia. Perbedaan agama, etnis, bahasa dan suku tak bermakna lagi dalam bundarnya bola. Semua berharap Indonesia jaya, menang dan menjadi juara.
Ketiga, menguatkan rasa memilki “Indonesia”. Bola menguatkan rasa memilki terhadap semua hal terkait Indonesia. Bola mengaskan bahwa merah putih adalah baju kita yang tak boleh koyak. Indonesia Raya tak sekadar lagu nasional, tapi nyanyian jiwa yang tak terpisahkan dari diri. Garuda menjelma menjadi burung kesayangan yang wajib dijaga dari segala gangguan dan ancaman dalam bentuk apapun, dari siapapun. Pancasila ibarat wasiat leluhur yang kudu dijaga. Dan NKRI ibarat rumah, tempat tinggal yang harus terlihat bersih, indah. Sehingga seluruh anggota keluarga merasa nyaman dan senang tinggal di dalamnya. Karenanya sepantasnya dirwat selalu.
Keempat, bola melupakan perbedaan dan menyatukan semua. Bola mengabaikan perbedaan yang ada. Timnas Indonesia terdiri dari berbagai macam etnis, agama dan suku. Tapi perbedaan tersebut tak menjadi soal, tidak menjadi masalah.  Itu menunjukkan betapa bola dapat menyatukan perbedaan. Benar, apa yang diucapkan Andik Firmansyah dalam layanan iklan TV. Perbedaan menyatukan kita untuk Indonesia juara.
Kelima, menyadari potensi besar dari kebhinekaan kita. Seperti menjadi maklum, NKRI didirikan dari semangat kebersamaan dalam keberagaman. Indonesia berdiri tegak bersandar pada semboyan Bhineka Tunggal Ika. Walau berbeda kita memiliki satu tujuan yang sama yakni kejayaan Indonesa. Bhineka Tunggal Ika mengaskan bahwa perbedaan adalah potensi yang wajib digali. Melalui bola, kesadaran potensi itu tergali. Pada saatnya, bola Indonesia pasti akan jaya bermodalkan kebhinekaan yang dimiliki.
Walhasil, Riedl dan timnas telah memenangkan trofi yang jauh lebih bernilai bagi nusantara. Yakni rasa nasionalisme yang dikalungkan pada setiap warga pecinta bola di tanah air. Terimakasih. Mereka tetap pahlawan, walau untuk itu kita berpuasa gelar atau piala untuk sementara. Tak masalah. Nasionalisme lebih berharga bagi bangsa ini. Proses panjang masih di depan mata guna kemajuan sepak bola Indonesia. Semoga, bola Indonesia menjadi jaya, juara di event-event yang akan datang. Amin. Wa Allahu Alam
Harian Umum Radar Cirebon, Senin 19 Desember 2016




Kasus Ahok dan Kematangan Demokrasi kita


            Kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur non aktif Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (Ahok) memasuki babak baru. Sidang perdana kasus tersebut telah digelar pada hari Selasa (13/12) lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sidang dilangsungkan kurang dari tiga bulan setelah sosok yang kerap dikenal bicara lugas itu mengeluarkan pernyataan tentang surat Al Maidah ayat 51, yang memicu kecaman dan demonstrasi besar-besaran. Proses hukum kasus Ahok terbilang super cepat.
          Seperti diduga sebelumnya, perhatian masyarakat belum surut. Terbukti, walau sidang dilakukan secara terbuka, disiarkan langsung oleh beberapa stasiun TV nasional, masih banyak kelompok masyarakat yang hadir di Pengadilan. Dua kelompok (yang pro dan kontra) menggelar orasi menyampaikan aspirasinya terkait Ahok. Satu menuntut Ahok dipenjarakan. Yang lain meminta masyarakat memaafkan, menerima proses hukum yang sedang berjalan.
          Mengawasi proses hukum itu sah dilakukan. Tapi, idealnya pengawasan masyarakat tersebut tidak mempengaruhi proses hukum yang sedang berjalan. Hukum harus merdeka. Hukum wajib tegak secara independen. Menurut Undang-undang Dasar 1945 Pasal 24, kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Sebab itu, proses peradilan tak boleh diintervensi baik oleh penguasa, ormas,  maupun massa. Para hakim yang memegang palu tak boleh terpengaruh atau dipengaruhi. Sangat berbahaya jika hukum tunduk dan takluk pada tekanan massa misalnya. Dan pada kasus Ahok independensi hukum kita akan diuji.
          Sejatinya, ada lembaga yang memilki kewenangan mengawasi dan mengawal para hakim. Yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Komisi Yudisial (KY). Kedua lembaga tersebut bisa bertindak jika menemukan keganjalan pada putusan atau prilaku hakim. Dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 20A ditegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memilkiki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Pengawasan dimaksud termasuk pada dunia peradilan. Demikian dengan KY, lembaga yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden tersebut memilki wewenang mengawasi para hakim. Dalam UUD 1945 Pasal 24 B ditegaskan, KY memilki wewenang dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat , serta prilaku hakim.
          Demokrasi kita sudah terlihat matang. Berbagai ujian dapat terlewati secara baik. Indonesia menjadi negara yang sangat demokratis. Terakhir kasus Ahok menjadi ujian berat bangsa Indonesia dalam berdemokrasi. Rentetan aksi damai terkait kasus Ahok menjadi bukti kedewasaan kita dalam berdemokrasi. Maka tak sepantasnya jika kemajuan berdemokrasi tersebut tehadang oleh oleh sikap tak hormati hukum. Demokrasi itu tidak dibenarkan melawan hukum.
          Kasus Ahok sudah pada ranah hukum. Berilah kesempatan pada hukum untuk memutuskan. Setiap dari kita kudu menerima apapun yang diputuskan. Kita semua wajib patuh dan menghormati hukum yang ada. Bukankah Indonesia adalah negara hukum? Maka selayaknya hukum menjadi panglima di negeri ini.
Ke depan
          Untuk menyempurnakan kematangan Indonesia dalam berdemokrasi, terkait kasus Ahok, menurut hemat saya beberapa point berikut bisa dijadikan pijakan berpikir bersama.Pertama, menjungjung tinggi asas praduga tak bersalah. Yakni asas di mana seseorang dianggap tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah. Hanya vonis pengadilan inkrah yang memastikan seorang bersalah. Yaitu keputusan berkekuatan hukum tetap dan mengikat. Masyarakat tak diperkenankan memvonis siapa pun termasuk dalam kasus Ahok baik vonis bersalah atau tidak bersalah. Masyarakat diminta bersabar sampai hakim mengetuk palu putusan.
          Kedua, berdemokrasi dalam koridor hukum. Belakangan berbagai kelompok masyarakat menggelar aksi damai, menuntut proses hukum  Ahok dilakukan secara cepat. Menyampaikan pendapat di muka umum dilindungi Undang-undang. Namun, ketika persoalan yang dipermasalahkan sebagai tuntutan sudah masuk ke ranah hukum maka sepantasnya aksi-aksi itu dihentikan. Biarkan hukum yang menyelesaikan, memutuskan. Berilah kemerdekaan kepada para hakim dalam mengambil keputusan. Jangan mencoba menekan proses peradilan yang sedang berlangsung.  Saatnya kita semua (baik yang pro maupun yang kontra) menunjukkan kedewasaan dan kematangan dalam berdemokrasi.
          Ketiga, menahan diri. Tak kurang dari tiga bulan, energi bangsa ini terkuras oleh kasus hukum Ahok. Pro-kontra mewarnai. Ahok bahkan melupakan kita tentang banyak hal. Seperti disinggung sebelumnya, demokrasi kita sudah matang. Terbukti segala perbedaan yang ada tetap dalam kesadaran kebhinekaan. Persatuan menjadi hal terpenting yang dijunjung tinggi oleh semua pihak. Sekarang saatnya kita menahan diri, bersabar menanti hasil akhir apa yang diperdebatkan tentang dugaan penistaan agama oleh gubernur non aktif Jakarta tersebut. Sungguh, jika itu bisa dilakukan kita menjadi bangsa besar. Bangsa yang matang berdemokrasi. Kuat bersatu dalam kebhinekaan.
          Keempat, legowo menerima putusan hukum. Peradilan pasti akan mengeluarkan keputusan kasus Ahok. Pertanyaanya, apa kita akan menerimanya? Ini yang akan menguji ketaatan bangsa ini terhadap hukum. Sebagai negara yang berdasarkan hukum tak ada alasan bagi siapapun untuk menolak vonis para hakim. Taat dan mengikuti hukum adalah kewajiban setiap dari kita.
          Walhasil, kita tunggu saja apa yang akan diputuskan dalam proses peradilan yang sedang berlangsung. Ahok apa bersalah atau tidak biarlah hukum yang menentukan. Selama ini kita mampu menunjukkan siapa bangsa Indonesia sesungguhnya. Jangan kotori wajah bangsa ini dengan prilaku yang tak taa hukum. Kita bukan bangsa barbar yang gemar memaksakan kehendak dan mengedepankan kekerasan. Sekali lagi, bukan. Wa Allahu Alam


         


Menghadirkan Islam Ramah


          Besok, 14 Oktober 2015 bagi umat Islam adalah hari penting dan bersejarah. Besok adalah 1 Muharom 1437 Hujriyah atau awal tahun baru Islam. Awal tahun diperingati sebagai momentum evaluasi dan menyusun rencana. Awal tahun harus melahirkan semangat perubahan (baca:hijrah) seperti penamaan hijriyah pada kalender Islam itu. Hijrah berarti semangat berubah, spirit berpindah dari sesuatu yang lama ke sesuatu yang baru. Dalam konteks ke-Islaman, kita harus mengubah wajah Islam untuk lebih ramah lagi di tengah kehidupan masyarakat modern. Mengusung Islam rahmatan lil alamin di tengah hiruk pikuk arus informasi, kemajuan tekhnologi menjadi kewajiban kita semua, umat Islam
          Satu dasawarsa terakhir, wajah Islam terlihat menyeramkan dan menakutkan. Penilaian seperti itu muncul karena prilaku sebagian umat Islam yang jauh dari ramah, cerminan Islam rahmatan lil alamin. Terlepas apakah prilaku itu disetting oleh pihak luar Islam atau tidak, yang pasti wajah Islam dipandang tak sejuk menyejukkan lagi. Diawali tragedi 11 September 2001. Yaitu serangkaian empat serangan bunuh diri yang telah diatur terhadap beberapa target di New York City dan Washington, D.C. pada 11 September 2001. Pada pagi itu, 19 pembajak dari kelompok militan Islam, al-Qaeda, membajak empat pesawat jet penumpang. Para pembajak sengaja menabrakkan dua pesawat ke Menara Kembar World Trade Center di New York City; kedua menara runtuh dalam kurun waktu dua jam. Pembajak juga menabrakkan pesawat ketiga ke Pentagon di Arlington, Virginia. Ketika penumpang berusaha mengambil alih pesawat keempat, United Airlines Penerbangan 93, pesawat ini jatuh di lapangan dekat Shanksville, Pennsylvania dan gagal mencapai target aslinya di Washington, D.C. Menurut laporan tim investigasi 911, sekitar 3.000 jiwa tewas dalam serangan ini. Dugaan langsung jatuh kepada al-Qaeda, dan pada 2004, pemimpin kelompok Osama bin Laden, yang awalnya menolak terlibat, mengklaim bertanggung jawab atas serangan ini. Al-Qaeda dan bin Laden juga mengatakan dukungan AS terhadap Israel, keberadaan tentara AS di Arab Saudi, dan sanksi terhadap Irak sebagai motif serangan ini. Amerika Serikat merespon serangan ini dengan meluncurkan Perang Melawan Teror dengan menyerang Afghanistan untuk menggulingkan Taliban yang melindungi anggota-anggota al-Qaeda. Banyak negara yang memperkuat undang-undang anti-terorisme mereka dan memperluas kekuatan penegak hukumnya. Pada Mei 2011, setelah diburu bertahun-tahun, Presiden Barack Obama mengumumkan bahwa bin Laden ditemukan dan ditembak mati oleh marinir AS, walaupun belum ada bukti yang dipublikasikan yang menyatakan kematian tersebut dengan gamblang. (https://id.wikipedia.org)
          Belum pudar bayangan tragedi 11 September, kehadiran ISIS di Syiria dan Irak, dengan segala kekejian dan kekejamannya kembali menampilkan wajah Islam sangar nan menakutkan. ISIS adalah sebuah negara dan kelompok militan jihad yang tidak diakui di Irak dan Suriah. Kelompok ini dalam bentuk aslinya terdiri dari dan didukung oleh berbagai kelompok pemberontak Sunni, termasuk organisasi-organisasi pendahulunya seperti Dewan Syura Mujahidin dan Al-Qaeda di Irak (AQI), termasuk kelompok pemberontak Jaysh al-Fatiheen, Jund al-Sahaba, Katbiyan Ansar Al-Tawhid wal Sunnah dan Jeish al-Taiifa al-Mansoura, dan sejumlah suku Irak yang mengaku Sunni. ISIS dikenal karena memiliki interpretasi atau tafsir yang keras pada Islam dan kekerasan brutal seperti bom bunuh diri, dan menjarah bank. Target serangan ISIS diarahkan terutama terhadap Muslim Syiah dan Kristen. Pemberontak di Irak dan Suriah ini telah menewaskan ribuan orang. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan lebih dari 2.400 warga Irak yang mayoritas warga sipil tewas sepanjang Juni 2014. Jumlah korban tewas ini merupakan yang terburuk dari aksi kekerasan di Irak dalam beberapa tahun terakhir. Aksi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) ini telah menyebabkan tak kurang dari 30.000 warga kota kecil di timur Suriah harus mengungsi.
          Belum lagi hadirnya kelompok-kelompok Islam radikal nan militan di berbagai negara muslim yang disinyalir bermuara dari Wahabisme, madzhab resmi Arab Saudi. Kehadiran kelompok yang gampang menyalahkan, membid’ahkan, menyesatkan, bahkan mengkafirkan setiap orang yang berbeda ini menambah seram wajah Islam, termasuk Islam di tanah air.
Islam Ramah
          Momentum 1 Muharom menjadi sangat tepat untuk mengubah wajah Islam kita. Kita harus menghadirkan Islam yang ramah di tengah masyarakat dunia. Yaitu Islam damai yang menyejukkan setiap yang memandang, mempelajari, apalagi mengamalkannya. Islam ramah adalah Islam yang menghadirkan rahmat (baca:kasih sayang) bagi semua. Untuk itu, menurut hemat saya ada beberapa hal yang harus kita rubah, pertama, pandangan atau anggapan bahwa kita paling benar. Selama ini masing-masing kelompok Islam (baik madzhab atau organisasi Islam) mengklaim dirinya yang paling benar. Klaim paling benar akan memudahkan untuk menyalahkan, menyesatkan setiap yang berbeda. Ini menjadi bibit perselisihan, permusuhan, dan pertikaian antara sesama muslim. Karenanya ke depan anggapan paling benar harus diganti menjadi semua benar menurut sudut pandangnya masing-masing selagi masih mengesahkan Allah, mengakui kenabian Muhamad SAW, dan meyakini hari akhir. Apalagi perbedaan sebatas masalah fiqhi furu’iyah. Maka melihat kesamaan yang ada pada masing kelompok  menjadi pilihan tepat. Dari titik ini, persatuan dan kebersamaan sesama umat Islam akan mudah terwujud. Dan Islam pun akan telihat damai, ramah nan sejuk.
Kedua, mengubah anggapan bahwa perbedaan adalah masalah. Perbedaan pada hakekatnya bukanlah suatu masalah selagi kita bisa memahaminya secara benar. Bahkan Nabi Muhamad SAW dalam sebuah kesempatan menyebut perbedaan sebagai rahmat bagi umatnya. Karenanya kita harus menghargai setiap perbedaan yang ada.
Ketiga,  tidak lagi memahami Fiqhhi (hukum formal) sebagai esensi agama. Bahwa Fiqhi adalah bagian dari beragama iya, tapi tidak menjadi segalanya. Oleh karena itu mengedepankan akhlak mulia lebih utama di banding kita ribut mempersoalkan urusan Fiqhi. Selama ini mempermaasalkan urusan Fiqhiyah Furu’iyah (perbedaaan hukum dalam Islam) menjadi penyebab utama konflik di antara sesama Islam.
Keempat, tidak lagi menjadikan agama, kepercayaan lain sebagai lawan. Tapi jadikan mereka sebagai teman. Inilah hakekat toleransi atau tasamuh dalam terminologi Islam. Dalam Islam, diatur bagaimana harus bersikap dengan agama lain. Surat Al Kafirun adalah diantara salah satu surat yang menuntun sikap terhadap orang yang berbeda agama. Dalam surat Al Kafirun, kita hanya tidak diperbolehkan mencampur aduk ajaran agama. Tapi tetap harus saling menghargai, bersedia hidup berdampingan.
Akhir kata, momentum 1 Hijriyah harus mendorong semangat berubah menghadirkan Islam yang ramah dengan membuang anggapan diri paling benar kemudian melihat perbedaan bukan lagi sebagai masalah tapi rahmat. Juga, mengedepankan akhlak mulia dalam kehidupan serta siap mengamalkan Islam dengan tuntunan Fiqhi yang berbeda. Maka, insya Allah Islam akan hadir lebih ramah lagi. Wa Allahu ‘Alam