Senin, 28 November 2016

Menguji Rasionalitas Pemilih Jakarta


          Pilkada DKI Jakarta semakin dinamis. Berdasarkan hasil berbagai lembaga survei, perolehan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) cenderung meningkat secara tajam. Sebaliknya Basuki Tjahja Purnama (Ahok) menurun dratis. Sementara Anies Baswedan meningkat, walau tak setajam pasangan nomor urut 1. Perubahan nampak signifikan pada pasangan Ahok-Djarot dan Agus-Sylvi. 
Menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Ahok terjun bebas ke angka 10.6% setelah sebelumnya memimpin. AHY melesat tinggi. Bermodalkan 0% di awal, sekarang menyentuh 32. 30 persen mengungguli kedua calon lain. Sementara Anies  di posisi 31.10 %.
          LSI menemukan perubahan dratis tersebut setelah Ahok ditetapkan sebagai tersangka. Alasan masyarakat Jakarta meninggalkan Ahok, pertama, karena efek video pidato Ahok di Kepulauan Seribu. Kedua, adanya survei LSI yang menunjukan tingkat kesukaan terhadap Ahok menurun. Ketiga,  kekhawatiran Jakarta di bawah Ahok, penuh gejolak sosial. Keempat,  Agus dan Anies semakin menjadi pilihan untuk Jakarta yang stabil. Kelima, citra buruk pasca status tersangka.
Pemilih Jakarta dikenal sebagai pemilih cerdas dan rasional. Tapi alasan di atas tak menunjukkan hal itu. Setidaknya karena tidak adanya alasan terkait penilaian terhadap program yang ditawarkan oleh masing-masing calon. Kelima alasan di atas cenderung bermuara pada faktor subyektifitas. Senang tidak senang. Apa rasional jika persoalan SARA jadi alasan? Apa alasan kekhawatiran gejolak sosial?
          Belum lama, Poltracking Indonesia merilis survei terkait elektabilitas dan popularitas dari tiga pasangan calon cagub-cawagub yang akan bertarung dalam Pilkada DKI 2017. Hasilnya, berdasarkan tren dukungan spontan atau top of mind, elektabilitas cagub DKI Agus Harimurti Yudhoyono berada di atas dua rivalnya.
          Lembaga survei yang dikomandoi pengamat politik Hanta Yuda tersebut menjelaskan bahwa mayoritas publik memilih pasangan Agus-Sylvi dengan 27,92 persen. Disusul dengan Ahok-Djarot 22 persen dan Anies-Sandi 20,42 persen. Survei dilakukan pada 7 hingga 17 Nopember 2016.
          Menurut Hanta Yudha, selisih yang tipis itu membuat ketiga pasangan masih memiliki peluang yang relatif sama untuk unggul. Itu bergantung pada strategi politik dan tren perilaku pemilih di sisa masa kampanye. Seperti LSI, survei ini juga menunjukan pergesaran yang dinamis hanya tidak menyebut alasan, kenapa pemilih meninggalkan Ahok?
          Sementara Hasil survei terbaru yang digelar lembaga survei Indikator juga menempatkan calon gubernur dan calon wakil gubernur nomor satu, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni pada urutan pertama. Elektabilitas Agus-Sylvi disebut sudah berada di angka 30,4 persen.  Agus-Sylvi disebut mengungguli pasangan nomor dua, Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat, yang berada di urutan kedua dengan eletabilitas 26,2 persen. Disusul pasangan nomor tiga, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dengan elektabilitas 24,5 persen.
Survei terbaru Indikator yang dilakukan pada 15 November sampai 22 November 2016 itu menyatakan bahwa mayoritas warga DKI Jakarta puas terhadap kinerja pemerintahan gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di berbagai bidang. Namun, mereka dinyatakan tidak akan memilih Ahok pada Pemilihan Kepala Daerah 2017 mendatang. Kondisi itulah yang membuat elektabilitas Ahok kini sudah tidak lagi berada di urutan pertama.
          Ini sesuatu yang ganjil, aneh. Tak pernah terjadi sebelumya. Juga tak rasional. Burhanudin Muhtadi sendiri sebagai direktur Indikator merasa heran. Bahkan , sebagai sesuatu yang menarik Burhanudin Abdullah ingin menjadikannya sebagai sebuah desertasi. Dia mengatakan, kita sudah pengalaman survei ribuan kali, tetapi baru kali ini ada data kinerja dan elektabilitas tidak berbanding lurus. Biasanya kalau puas akan memilih lagi.
           Burhanudin menyebut, faktor utama yang menggerus elektabilitas Ahok adalah pernyataannya mengenai Surat Al Maidah ayat 51. Sebenarnya ada apa dengan Pilkada Jakarta? Apa masyarakat Jakarta lebih mendahulukan emosi keagamaan (yang masih diuji kebenarannya di ranah hukum) daripada rasio akal sehat? Hanya orang Jakarta yang bisa menjawab. Tapi perlu diingat, hasil survei juga tak seratus persen menggambarkan keadaan sebelumnya. Contoh nyata, Pilpres Amerika dimenangkan Donal Trump yang sebelumnya, hampir semua lembaga survei tak ada yang mengunggulkannya.
          Terlebih, di Indonesia banyak lembaga survei yang merangkap sebagai konsultan politik bagi calon. Obyektivitas, survei semacam itu tentu diragukan. Kita masih ingat saat Pilpres 2014. Baik Jokowi  maupun Prbowo sama-sama dinyatakan menang oleh lembaga survei yang berbeda. Keduanya pun telah merayakan kemenangan mereka bersama tim sukses masing-masing.

          Ada yang mengatakan, di pilkada DKI ini ada calon yang pandai bekerja, tak bisa menata kata-kata. Ada calon pinter berlogika dan berkata tapi belum terbukti dalam bekerja. Terakhir, yang belum dikenal. Kembali pada msayarakat Jakarta, mau pilih yang mana. Saya masih meyakini mereka adalah pemilih rasional dan cerdas. Mereka akan menimbang program kerja yang terbaik sebelum memilih. Sebab pilihan atau keputusan mereka 15 Februari mendatang akan menentukan Jakarta lima tahun kemudian. Wa Allahu Alam (Ditulis 29 Nopemebr 2016)

Catatan “Puisi Untuk Negeri”


          Semalam (26/11) Mata Najwa menggelar  ulathnya yang ke 7. Acara dikemas dengan tema “Puisi untuk Negeri”. Acara yang dipandu Najwa Shihab itu menampilkan banyak tokoh nasional. Ada menteri kabinet kerja. Budayawan. Yang paling menarik hadirnya calon gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Prunama (Ahok) dan Anies Rasyid Baswedan. Acara juga terlihat spesial dengan hadirnya sejumlah undangan istimewa seperti mantan Wakil Presiden, Budiono. Juga pakar tafsir, Prof Muhamad Quraish Shihab yang tak lain ayah kandung Najwa Shihab.
          Seperti diketahui, Mata Najwa adalah program talkshow unggulan Metro TV yang dipandu oleh jurnalis senior, Najwa Shihab. Talkshow ini ditayangkan setiap hari Rabu pukul 20:05 hingga 21.30 WIB. Disiarkan perdana sejak 25 November 2009, Mata Najwa konsisten menghadirkan topik-topik menarik dengan narasumber kelas satu. Sejumlah tamu istimewa telah hadir dan berbicara di Mata Najwa, diantaranya Presiden RI ke-3, Bacharuddin Jusuf Habibie (episode: Habibie Hari Ini), Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri (episode: Apa Kata Mega ?), Mantan Wakil Presiden Boediono (episode: Di Balik Diam Boediono), Wakil Presiden Jusuf Kalla (episode: Pemimpin Bernyali), Menteri BUMN Dahlan Iskan (episode: Komandan Koboi), dan Gubernur DKI Jakarta yang sekarang Presiden Indonesia, Joko Widodo.
          Acara dibuka dengan penampilan Menteri Kelautan Susi Pudji Astuti dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Keduanya duduk berdampingan terlihat sangat elegan. Enak dilihat, membuat penasaran siapa berikutnya yang akan hadir. Kedua srikandi  membacakan puisi. Keduanya tampak tersipu dan terkejut, ketika ditanya siapa diantara ibu yang lebih disayang Presiden? Memang susah juga menjawab pertanyaan seperti itu.
          Acara semakin seru saat Mata Najwa mendatangkan calon gubernur Jakarta. Namun sayang, dari tiga cagub yang ada hanya dua yang terlihat memasuki area acara. Satu tak kelihatan batang hidungnya. Ya, Najwa mempersilahkan Basuki Tjahja Prunama (Ahok) dan Anies Rasyid Baswedan duduk terlebih dahulu bersama undangan lain sebelum maju ke meja Mata Najwa. Kemana Agus Harimurti Yudhoyono?
          Pertanyaan di atas pasti menggelantung di alam pikir setiap yang menyaksikan acara unggulan TV miliki Surya Paloh tersebut. Kenapa tak hadir? Semula saya menduga ia tak diundang. Ternyata prasangka buruk saya salah. Najwa Shihab meminta maaf karena AHY berhalangan datang. Dan ungkapan tuan rumah tersebut tidak bohong. Pasalnya saat mengarahkan pemirsa melihat tayangan tentang Ahok dan Anies justru yang muncul pertama adalah prihal AHY. Mungkin itu dipersiapkan untuk ketiganya.
Seingat saya, sebelumnya tim pemenangan AHY juga absen memenuhi undangan Mata Najwa. Alasan yang dikemukakan ke publik saat itu karena faktor kesibukan. Untuk kali ini, Najwa Shihab tak mengulas lebih jauh sebab ketidakhadiran cagub besutan koalisi Cekeas ini. Ini memang disayangkan. Ketidakhadiran AHY akan ditafsirkan masyarakat beragam. Dan tafsir itu akan berujung pada plus-minus. Positif-negatif. Untung-rugi bagi cagub bernomor urut 3 tersebut.
Terlepas dari itu, ketidakhadiran AHY semoga bukan karena hal-hal berikut. Pertama, karena faktor kesehatan. Kelelahan misalnya. Sebab, sebagai cagub dibutuhkan kesehatan prima. Menjadi cagub (apalagi nanti jika menang jadi gubernur) akan menguras tenaga dan pikiran. Agenda mereka sangat padat. Mereka kudu bisa membagi waktu secara baik. Mereka tidak bisa seperti kita rakyat jelata yang bisa hidup seenaknya. Dan sebagai calon pemimpin, AHY wajib membiasakan diri untuk itu. Selama 24 jam AHY akan dibutuhkan oleh rakyat Jakarta jika menjadi gubernur. Pelayanan akan tak maksimal tentunya jika fisik melemah apalagi sakit.
Kedua, karena tidak percaya diri. Merasa takut. Dalam penampilan sebelumnya (pertama setelah menjadi cagub) di Mata Najwa AHY dinilai banyak kalangan sering tersudutkan, terpojok oleh pertanyaan cerdas dan usil Najwa. Sehingga pemirsa menjadi saksi nikmatnya kopi yang berada di meja Mata Najwa. Saat itu, AHY kerap kali menyrutup (meminum) kopi yang ada di depan matanya.
Apalagi, kali ini ia akan berhadapan langsung dengan para pesaingnya di depan publik. Pastinya, memilki bobot tersendiri. Belum lagi, rentetan kejadian sebelumnya terkait kasus penistaan agama oleh Ahok dimana banyak pihak mengarahkan tudingan ke ayahnya, SBY sebagai pelaku di balik aksi 411 yang memaksa Ahok menelan pil pahit sebagai tersangka.
Ketiga, upaya melokalisir pertarungan. Mengasumsikan diri bakal menang di putaran pertama bakal berhadapan dengan salah satu dari keduanya yang hadir (Ahok-Anis). Keyakinan menang seperti itu sah saja. Apalagi sekarang saat ada beberapa hasil survei yang memposisikan dirinya lolos di putaran pertama. Tapi, hal itu kurang menguntungkan ketika ditafsirkan sebagai isyarat bakal bersatunya Ahok-Anies di putaran kedua melawan dirinya. Bersatunya dua kubu itu bukan sesuatu yang mustahil melihat kedekatan Jokowi-Prabowo akhir-akhir ini. Atau Anies sebagai mantan anak buah Jokowi di kabinet kerja.
Walau AHY tak hadir, Puisi Untuk Negeri tetap meriah. Menurut hemat saya, sayang sekali AHY tak hadir. Kalau AHY hadir publik dapat menyaksikan kedewasaan, kematangan yang bersangkutan di tengah klaim publik sebagai anak ingusan. Para pendukungnya pun akan terpuaskan melihat kandidat yang dijagokan bersanding dengan kandidat lain di pentas mega Mata Najwa yang disaksikan jutaan pemirsa TV di tanah air. Ke depan, AHY diharapkan tak menyianyiakan panggung. Apalagi nanti waktu debat kandidat. AHY wajib hadir. Ga terbayang, jika dia absen dengan alasan tak jelas.

          Puisi Untuk Negeri juga menghadirkan Selamet Raharjo yang membacakan puisi tentang kenangan. Butet Kertaredjasa membacakan puisi KH Mustofa Bisri, Kalau Kau Sibuk Kapan Kau Sempat. Kemudian ada Cristine Hakim dan Ario Bayu membawakan puisi WS Rendra, Sagu Ambon. Sekali lagi sayang AHY tak hadir. Andai hadir, Ahok  dan Anies akan senang membacakan puisi bersamanya.
          Terakhir, selamat buat Mata Najwa. Karya-karya besarmu ditunggu pemirsa. Kehadiranmu telah mencerahkan. Acara-acara TV sepertimu yang dinanti masyarakat Indonesia. Sekali lagi, selamat HUT ke 7. Jaya selalu.Wa Allahu Alam. (Ditulis 27 Nopember 2016)


Demontrasi 2511 dan Demokrasi



          Rencananya hari ini (25/11), sejumlah ormas Islam berencana menggelar demontrasi kembali terkait kasus penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Basuki Tjahja Purnama (Ahok). Status tersangka bagi Gubernur non aktif Jakarta tersebut dipandang tak cukup. Mereka menuntut agar Ahok dipenjarakan, dicabut hak pilihnya. Tuntutan mereka dinilai ganjil. Mereka terkesan mendikte penegak hukum. Demontrasi itu lebih bermuatan politis ketimbang urusan agama.
          Menurut Kapolri Jendral Tito Karnavian, demontrasi 25 Nopember (2511) telah dimasuki agenda lain. Demonstrasi yang rencananya dilakukan setelah salat Jumat tersebut mengarah ke tindakan makar.   Indikasinya adalah adanya beberapa kelompok yang ingin masuk dan menguasai DPR RI. Perbuatan yang bermaksud menguasai itu jelas melanggar hukum. Itu terkategorikan sebagai tindakan makar.
          Demontrasi sejatinya merupakan bagian dari demokrasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, unjuk rasa atau demonstrasi  adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok. (https://id.wikipedia.org)
          Di Indonesia,  demonstrasi dijamin oleh Undang Undang. Dalam UUD 1945  Pasal Pasal 28 menyatakan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Kemudian Pasal 28E Ayat (3), setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. UU Nomor 09 Tahun 1999 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum Pasal 2 menegaskan bahwa setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, barbangsa, dan bernegara.
Namun demikian, para demontran berkewajiban dan bertanggungjawab untuk menghormati hak-hak orang lain;  menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum; menaati hukum dan ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku; menjaga dan menghormati keamanan danketertiban umum; dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Demontrasi juga kudu mematuhi peraturan yang berlaku.
Tujuan atau motif demontrasi kudu benar. Yakni menyampaikan pendapat kepada pemerintah atau pihak lain. Demontrasi harus steril dari kepentingan lain selain menyampaikan aspirasi.  Terlebih jika terindikasi makar. Maka jelas itu melanggar aturan. Aparat negara atau penegak hukum berkewajiban mencegahnya, membubarkannya.
Demontrasi juga tidak boleh anarkis, menggunakan kekerasan dengan merusak fasilitas umum misalnya. Anarkis itu cerminan dari memaksakan kehendak. Sedangkan memaksakan kehendak bertentangan demokrasi. Demontrasi wajib digelar secara damai dengan selalu menjaga kepentingan umum dan hak-hak orang lain.
Demontrasi  2511 merupakan aksi lanjutan 4 Nopember. Pada Demontrasi sebelumnya sempat diwarnai kericuan setelah peserta demo tak mau membubarkan diri selepas magrib. Padahal batas akhir menyampaikan pendapat di muka umum itu pukul 18.00. Ini wajib menjadi pelajaran bagi peserta demontrasi 2511 sekarang. Kesalahan yang sama jangan sampai terulang kembali. Mereka harus patuh aturan.
Makar bukan saja tak demokratis
          Tapi lebih dari itu, makar merupakan kejahatan politik yang sangat keji. Upaya makar memang harus diwaspadai oleh aparat negara. Dan hemat saya, apa yang disampaikan oleh Kapolri tentang  adanya aroma makar pada demontrasi 2511 itu bukan  asal bicara,  tanpa alasan. Kapolri pasti memiliki sumber informasi yang akurat, dari inteljen tentunya. Sebab itu, statemen Kapolri sepantasnya menjadi peringatan serius bagi mereka yang memiliki maksud terselubung dalam demontrasi 2511. Peringatan tersebut juga harus dipahami oleh khalayak umum.
          Makar dimaknai sebagai tindakan yang membuat Pemerintahan yang sah  tak dapat menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai undang-undang. Menurut Pasal 107 KUHP, tindakan makar terdiri dari empat macam. Yaitu makar terhadap pemerintah, makar wilayah, makar ideologi, dan makar terhadap Presiden atau Kepala Negara. Bisa jadi aroma makar demontrasi 2511 ditujukan kepada Presiden. Bukankah kasus Ahok sudah bergeser ke Presiden Jokowi.
          Sebagai warga negara, saya berharap demontrasi 2511 sekarang berjalan tertib, lancar dan damai. Tidak ada lagi kekerasan, kericuan dan kekacauan. Semua pihak diminta menahan diri. Mengedepankan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi atau golongan. Untuk itu, dalam demontrasi 2511 (kalau jadi dilakukan) ada beberapa hal yang kudu menjadi perhatian kita semua. Pertama, memperkuat pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebhinekaan. Empat pilar itu harus dijaga terus oleh bangsa Indonesia siapa pun kita. Empat pilar itu pijakan dalam berbangsa dan bernegara.  Pilar kebangsaan adalah pondasi Indonesia. Robohnya salah satu pilar bisa merobohkan bangunan yang bernama Indonesia.
          Kedua, Pancasila dan NKRI adalah harga mati. Keduanya merupakan kesepakatan akhir para pendiri negara dalam mendirikan Indonesia. Pancasila tak boleh diusik, apalagi upaya mengganti. Demikian dengan NKRI. Segala usaha yang mengarah pada mengganti keduanya harus dilawan. Pancasila dan NKRI bukan waktunya lagi diperdebatkan. Pancasila saatnya diamalkan. NKRI saatnya diperkuat bukan dirusak.
          Ketiga, kebhinekaan adalah warisan nenek moyang. Wajib dijaga. Menurut mantan Ketua MPR, Taufik Kiemas sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia kebinekaan merupakan kekayaan Negara Indonesia yang harus diakui, diterima dan dihormati. Kemajemukan tersebut kemudian diwujudkan dalam semboyan  Bhineka Tunggal Ika.
          Akhir kata, demontrasi 2511 dilindungi oleh undang-undang. Maka gunakanlah untuk menyampaikan aspirasi dengan sebaik-baiknya. Jangan ciderai niat mulia dengan cara yang buruk. Hindari kekerasan, taati peraturan. Semoga kita bisa menjaga demokrasi Indonesia. Demokrasi Indonesia layak menjadi contoh bagi dunia.Semoga. Wa Allahu Alam (Ditulis 25 Nopember)





Jika Agus, Ahok atau Anies Menang


            Pilkada DKI Jakarta sungguh menarik. Pilgub di ibukota menenggelamkan pemberitaan pilkada di tempat lain. Faktor Ahok salah satu pemicunya. Juga soal dugaan penistaan agama. Di tambah anggapan bahwa pilgub DKI bercitra rasa Pilpres. Tarik menarik kepentingan para tokoh nasional seperti Jokowi, Maegawati, Prabowo, tak ketinggalan SBY. Pilkada DKI menjadi panggung politik nasional. Intrik, saling jegal pun sudah mulai memanas. Hasil survei bertaburan. Ada yang ilmiah. Ada juga yang  partisan dan dianggap abal-abal.
          Masing-masing calon mengklaim akan menang. Bahkan calon No. urut dua menargetkan menang dalam satu putaran. Ini sah. Namanya juga kompetisi. Semua pasti ingin menang. Wajar juga jika mematok target terbaik. Adapun hasil, tunggu setelah tanggal 15 Februari nanti ketika masyarakat telah menentukan pilihan. Menurut anda kira-kira siapa yang menang? Pasti sulit menjawabnya. Jawaban akan cenderug subyektif.
          Dalam tulisan ini saya ingin mengajak anda berandai-anadi. Bagaimana jika Agus menang? Atau Ahok yang menang? Atau Anies yang jadi gubernur? Berikut angan-angan saya ketika salah satu dari mereka menang.
Jika Agus Yudhoyono
          Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berpasangan dengan Sylviana Murni. AHY muncul ke permukaan secara mendadak. Tak pernah disebut sebelumnya. AHY-Sylviana merupakan akibat dari pecahnya koalisi kekeluagaan.  Koalisi (PD, PPP, PAN) ini dibidani oleh mantan Presiden SBY di Cekeas. Di awal kemunculannya, kemampuann AHY banyak diragukan. Dia dianggap mendompleng popularitas sang ayah. Bahkan, pengamat politik dari LIPI Ikarar Nusabakti menyebutnya sebagai anak ingusan.
          Beda dulu beda sekarang. Suara AHY merangkak naik, membaik. Paling tidak itu yang diyakini oleh pendukungnya. Terlebih, setelah Ahok ditetapkan sebagai tersangka. Nampaknya, upaya berbagai pihak termasuk SBY menggoreng kasus penistaan agama membuahkan hasil. Dalam survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, elektabilitas Agus-Sylviana meningkat 10 persen. Menurut survei tersebut, AHY menempati urutan kedua terpaut tipis dengan Anies-Sandi.
          Terlepas jika survei itu salah (seperti dituduhkan banyak pihak), AHY-Sylviana sekarang layak diperhitungkan. Pasangan ini menjadi kuda hitam yang bisa jadi membuat kejutan di akhir pilkada, bisa memenangkan. Kemenangan satu putaran kelihatannya sulit sebab kontestan berjumlah tiga pasang. Jika AHY-Sylviana berhadapan dengan Anies seperti hasil survei LSI milik Denny JA, maka partai pendukung Ahok akan terbelah. PDI-P dipastikan bergabung ke Anies. Rasanya tak mungkin ke AHY melihat perseteruan Mega-SBY yang hingga kini belum selesai bahkan berlanjut ke Jokowi. Sedangkan Nasdem, Golkar dan Hanura juga ke Anis. Mereka masih kompak sebagai pendukung Jokowi-JK maka pilihannya adalah Anies mengekor PDI-P.
          Jika dalam putaran kedua AHY berhadapan dengan Ahok, dipastikan partai pendukung Anies terbelah. PKS mendukung AHY, sedangkan Gerindra akan mendukung Ahok (jika melihat gelagat kedekatan Jokowi-Prbowo akhir-akhir ini). Bila mengabaikan Faktor Jokowi-Prabowo, Gerindra dipastikan merapat kembali ke AHY. Bukankah mereka adalah koalsi kekeluargaan sebelumnya.
          Kemudian andai AHY memenangkan pertarungan pasti orang yang sangat bahagia adalah SBY, sang ayah (disamping Anisa Pohan tentunya). Karena SBY-lah yang meminta AHY memutuskan  keluar dari militer. AHY digadang-gadang sebagai putra mahkota dinasti politik Cikeas mendatang setelah karir Ibas meredup, tak memenuhi harapan. Sementara Megawati akan meratapi kekalahannya yang ketiga setelah dua kali kandas jadi Presiden melawan SBY.
Jika Ahok
          Basuki Tjahja Purnama (Ahok) berpasangan dengan Djarot Saeful Hidayat (Badja), sebagai petahana awalnya elektabilitasnya melambung tinggi, meninggalkan yang lain. Kasus dugaan penistaan agama membuat Badja terseok-seok. Aksi damai 4 Nopember digunakan senjata bagi lawannya guna mengikis habis kepercayaan rakyat Jakarta. Kasus hukum tersebut bergeser dari relnya. Terlebih setelah ditetapkan sebagai tersangka suara Ahok berpotensi pindah ke pasangan yang lain.
          Tapi bukan Ahok kalau tidak beda dengan yang lain. Justru dengan statusnya sebagai tersangka ia menggenjot team sukses dan para pendukung guna berjuang keras memenangkan Pilgub dalam satu putaran. Keteguhan hati, optimisme tergambar jelas saat status tersangka disandang. Dengan besar hati dia menerima ke keputusan itu. Lebih dari itu, Ahok bahkan mengucapkan terimakasih kepada Polri yang memproses kasusnya secara profesional. Dia pun memutuskan menerima, tak akan mengajukan praperadilan. Sikap berbeda seperti itu yang meneguhkan hati pendukungnya untuk berjuang, berjuang dan berjuang. Masih banyak waktu yang tersisa. Dua bulan lebih bisa membuat segalanya berubah.
          Untuk menang satu putaran rasanya berat. Walau tak mustahil, bisa saja. Saya memperkirakan Pilkada Jakarta selesai dalam dua putaran. Jika Ahok berhadapan AHY, maka pendukung partai Anies masih akan kompak. PKS pasti merapat ke AHY. Mustahil ke Ahok.  Sedangkan Partai Gerindra juga ke AHY. Walau ada kemungkinan ke Ahok. Tapi kecil potensinya.
          Dan bila Ahok berhadapan dengan Anies di putaran kedua. Partai pendukung AHY diperkirakan terpecah. Demokrat pasti mengalihkan dukungan ke Anies. Sedangkan PPP dan PAN berpotensi ke Anies juga ke Ahok.
          Nah, jika Ahok yang menang Jokowi pasti senang. Sebab disamping karena PDI-P yang mengusung juga akan sejalan dengan dirinya dalam membangun mimpi menjadikan Jakarta sebagai ibukota termaju di asia. Selain Jokowi, partai pendukung juga ikut bergembira ria. Dan yang paling sedih adalah SBY. Anak kesayangannya harus kalah pada pentas pertama dalam kanca politiknya. Terlebih melihat Megawati tersenyum menyaksikan anak ideologinya menang.
Jika Anies
          Anies dengan pasangannya Sandiaga Uno sejak awal diposisikan sebagai kuda hitam. Populariatas Anies diyakini menandingi Ahok. Anies yang pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional itu didaulat oleh Gerindra dan PKS menjadi Cagub DKI. Massa PKS yang militan dan suara Gerindra yang signifikan bisa jadi modal awal, memenangkan putaran pertama.
          Jika Anies berhadapan dengan AHY. Partai pendukung Ahok berpotensi bulat mendukung Anies. PDI-P akan mempengaruhi Nasdem, Golkar dan Hanura. Terlebih jika melihat konfrontasi Jokowi dengan SBY. Jokowi akan lebih nyaman jika berurusan dengan Jakarta melalui Anies yang mantan anak buahnya ketimbang AHY.
Dan Jika berhadapan dengan Ahok, partai pendukung AHY diperkirakan terpecah. Demokrat pasti mengalihkan dukungan ke Anies. Sedangkan PPP dan PAN berpotensi ke Anies juga ke Ahok.
          Kemudian kalau Anies yang menang, Probowo yang paling senang. Paling tidak, Prabowo bisa memberikan mandat ke Anies dalam Pilpres 2019 jika dirinya enggan maju. Sandiago diplot jadi gubernur. SBY akan bersedih hati menyaksikan anaknya gagal. Sedangkan Jokowi tak terlalu resah walau Ahok kalah. Demikian dengan Megawati.
          Walhasil, siapa pun yang menang dialah gubernur Jakarta. Semua pihak diminta menerima. Sekarang saatnya semua konstestan berkompetisi secara sehat. Jangan ciderai demokrasi dengan anarki, fitnah, atau isu SARA. Raih kursi DKI-1 dengan jujur dan adil. Selamat berdemokrasi. Wa Allahu Alam (Ditulis 20 Nopember 2016 di Indonesiana.com)


Siesmik, Antara Manfaat dan Mudharat


          Belum lama (17/11), saya mengikuti pertemuan di kantor desa. Pertemuan yang digagas kuwu tersebut membicarakan tentang program survei siesmik yang sedang dijalankan oleh  Pertamina EP Balongan di wilayah kabupaten Indramayu,  Cirebon dan Majalengka. Pertemuan informal tersebut tak menemukan kata sepakat antara pemerintah desa dan masyarakat. Sebelumnya telah dilaksanakan sosialisasi, musyawarah berkali-kali tapi sampai hari ini masyarakat tidak bergeming, tetap menolak. Pendekatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pertamina sejak Januari 2016 belum membuahkan hasil.
          Pertamina EP melakukan survei siesmik 3D Akasia Besar di 60.000 titik lokasi di kabupaten Indramayu, Cirebon dan Majalengka.  Lokasi itu tersebar di 251 desa,  28 Kecamatan di ketiga kabupaten tersebut. Dari jumlah itu, Kabupaten Indramayu merupakan paling banyak tiktik lokasinya, yakni di 208 desa, 22 kecamatan. Proyek tersebut dijadwalkan selesai awal 2017.
          Siesmik adalah  rambatan energi yang disebabkan karena adanya gangguan di dalam kerak bumi, misalnya adanya patahan atau adanya ledakan. Energi ini akan merambat ke seluruh bagian bumi dan dapat terekam oleh seismometer. (wikipedia.org)
          Survei siesmik adalah tahapan awal kegiatan eksplosrasi yang melibatkan banyak pekerja dan peralatan, serta berhubungan langsung dengan masyarakat. Akan tetapi, survei siesmik hanya bersifat sementara dan tidak ada pengalihan hak tanah warga.
          Survei seismik merupakan salah satu kegiatan eksplorasi minyak dan gas yang menggunakan metode geofisika dengan pemanfaatan penjalaran gelombang di bawah permukaan menggunakan sumber getar dan penerima getar yang dibentang di atas permukaan tanah. Sumber getar menghasilkan gelombang pantul ke dalam tanah dan dipantulkan kembali ke permukaan oleh lapisan-lapisan batuan yang akan diterima penerima getar. Hasilnya berupa penampang lapisan batuan bawah permukaan yang berguna untuk mencari sumber potensial cadangan minyak dan gas.
          Dari uraian di atas, ditegaskan bahwa tujuan dan manfaat dari kegiatan survei siesmik Pertamina EP adalah memotret potensi bawah bumi yang mengandung cadangan minyak dan gas. Minyak dan gas bumi merupakan energi yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Saat ini energi minyak dan gas diperkirakan menipis karena sudah cukup lama terekplorasi.
      Keberhasilan kegiatan survei seismik akan menentukan kegiatan apa yang kudu dilakukan berikutnya. Selain itu, hasil dari pemetaan bawah tanah tersebut bisa saja menjadi awal dibuatnya sumur minyak produksi baru. Namun, pencarian cadangan migas ini tidak selalu diikuti dengan suatu penemuan cadangan.
Penolakan
          Pelaksanaan survei siesmik selalu mendapat hambatan. Diantaranya adalah penolakan warga terhadap program pemerintah tersebut. Penolakan warga bukan tanpa alasan. Penolakan didasari pada trauma masa lalu, terkait rusaknya lingkungan pasca survei siesmik dilakukan. Contoh warga  Segeran Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu, hingga tulisan ini dibuat tetap menolak siesmik. Sosialisasi, pendekatan yang dilakukan oleh Pertamina EP dan Pemkab Indramayu belum mampu meluluhkan warga yang dulu dikenal sebagai desa produsen buah jeruk terbesar di Indonesia.
          Dalam rangkaian penolakan, sudah diselenggaran audiensi antara warga dan pihak Pertamina  pada bulan April yang lalu difasilitasi oleh DPRD Indramayu. Rapat yang dihadiri oleh Pertamina, Sekda Indramayu,  Komisi D, serta unsur muspida tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua, Hasan Basari.  Audiensi tak menemukan kata sepakat, buntuh. Bahkan audiensi berlangsung memanas. Hanya adu argumentasi yang  tak terelakan.
          Dalam audiensi tersebut, masyarakat Desa Segeran secara tegas menolak kegatan siesmik. Mereka menilai, kegiatan siesmik telah membawa dampak buruk bagi lingkungan terutama terkait dengan kesuburan tanah. Mereka merasa trauma dengan kegiatan siesmik sebelumnya. Pada tahun 1987, menurut keyakinan warga, tanaman jeruk di Segeran mati secara massal setelah dilakukan siesmik oleh Pertamina. Hingga saat ini, tanaman jeruk tak lagi bisa menghasilkan buah seperti masa kejayaannya dua puluh tahun silam.
          Sementara itu, pihak Pertamina bersikukuh bahwa kegiatan siesmik tersebut tidak memberikan dampak yang buruk kepada masyarakat seperti halnya yang pernah dilakukan di luar wilayah Kabupaten Indramayu berdasarkan hasil kajian yang dilakukan.
Solusi
          Dalam pertemuan informal di balai Desa Segeran beberapa hari lalu itu, saya menangkap beberapa point penting. Point-point tersebut dapat dijakdikan (diupayakan) sebagai jalan keluar atau solusii yang bisa disikapi bersama baik oleh Pertamina EP warga maupun warga yang menolak. Pertama, kegitan proyek wajib berdasarkan aturan yang jelas. Tak cukup sekadar rekomendasi dari Bupati atau gubernur sebagai Kepala daerah. Masyarakat berhak mengetahui apa ada rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup? Sehingga mereka meyakini bahwa kegiatan tersebut tak berdampak negatif bagi lingkungan. Apa  rekomendasi dari Kementerian ESDM juga perlu disampaikan ke warga agar mereka memahami urgensi dan tujuan kegiatan tersebut. Masyarakat sekarang sudah cerdas. Mereka tak bisa dibodohi. Mereka butuh penjelasan yang rasional.
          Kedua, kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) harus disampaikan ke masyarakat. AMDAL merupakan upaya penjagaan dalam rencana usaha atau kegiatan agar tidak memberikan dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Kajian AMDAL diharapkan mengilangkan kekhawatiran juga trauma masyarakat terhadap program survei siesmik.
          Ketiga, menggunakan alat vibroseis. Tekhnologi terbaru tersebut biasa digunakan di permukiman padat penduduk. Tekhnologi ini tak memunculkan daya ledak hanya menimbulkan getaran. Hal demikian bisa mengurangi rasa waswas bagi mereka yang trauma terhadap survei siesmik. Masyarakt pun bisa mengenal lebih jauh alat tersebut.
          Keempat, menghindari pihak ketiga. Kegiatan proyek seringkali memanfaatkan pihak ketiga. Yakni mereka yang dianggap mampu mengamankan kegiatan proyek.  Padahal,  hal demikian sangat beresiko mengaduh antara masyarakat dan menimbulkan premanisme. Sebab itu, Pertamina EP diminta tak terjebak pada kebiasaan buruk tersebut. Percayakan segalanya kepada pemerintah.
          Akhir kata, survei siesmik pastinya memiliki tujuan. Pertamina EP wajib menjelaskannya pada masyarakat agar tidak terjadi kesalapahaman. Dengan demikian, mereka tak hanya mengenal mudhorat siesmik. Mereka juga mengetahui manfaatnya. Wa Allahu Alam

Penulis adalah Pendidik dan Pemerhati Sosial-Politik, tinggal di Segeran Indramayu

Ahok Jadi Tersangka, Semua Diminta Menerima


          Sesuai yang direncanakan, Hari inii (16/11), Polri dalam hal ini Kabareskrim menyampaikan hasil akhir dari gelar perkara kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur Jakarta non aktif Basuki Tjahja Purnama. Bareskrim Polri menetapkan Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama tersebut. Penetapan tersangka dilakukan setelah gelar perkara terbuka terbatas yang dilakukan di Ruang Rapat Utama Mabes Polri  kemarin.
Kepala Bareskrim Irjen Ari Dono mengatakan, penetapan tersangka dilakukan setelah mendengar sejumlah keterangan dari para saksi dan para ahli yang diajukan pihak pelapor dan terlapor. Para ahli itu antara lain terdiri dari ahli hukum pidana, ahli bahasa, ahli agama, dan ahli psikologi. Dari sejumlah keterangan ahli, Bareskrim mendapatkan ada perbedaan pendapat di kedua pihak.
          Menanggapi hal tersebut, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, keputusan menaikkan kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ke tingkat penyidikan dilakukan berdasarkan fakta hukum yang ada. Pihaknya sudah mengkaji sejumlah bukti, di antaranya video, beberapa dokumen, dan keterangan saksi-saksi serta para ahli.
            Sementara itu, Pihak Istana Kepresidenan merespons penetapan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, sebagai tersangka perkara dugaan penistaan agama oleh Bareskrim Polri. Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Johan Budi Saptoprobowo mengatakan, Polri sudah melakukan proses hukum perkara itu sesuai yang diinginkan masyarakat. Kemudian, semua pihak harus menghormati proses hukum.
          Sekarang giliran masyarakat yang bersikap. Khalayak luas diminta menerima keputusan hukum tersebut. Baik pelapor maupun terlapor wajib menghormati. Apresiasi layak diberikan kepada Polri yang bekerja profesional dan cepat. Maka aksi damai berikutnya pun diharapkan tak terjadi. Bukankah tuntutan sudah terpenuhi.  Kemudian bagi yang tidak puas dengan keputusan ini diminta menempuh proses hukum yang lain. Tidak perlu membuat aksi tandingan. Kita harus buktikan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hukumlah yang menjadi panglima.
          Terkait soal pencalonan Ahok di Pigub DKI, menurut Pasal 88 Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, ada beberapa hal yang menyebabkan calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah diberikan sanksi berupa pembatalan, antara lain kalau yang bersangkutan dinyatakan bersalah dan diputus pengadilan dengan ancaman hukuman penjara lima tahun atau lebih.
          Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta Sumarno mengatakan, status tersangka tidak memengaruhi pencalonan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai calon gubernur DKI Jakarta. Pencalonan Ahok tetap tidak dibatalkan. Ahok tidak gugur sebagai calon gubernur. Dia  bisa melanjutkan seluruh proses tahapan Pilkada. KPU DKI baru akan membatalkan pencalonan Ahok apabila Ahok telah menjadi terpidana dengan ancaman hukuman minimal lima tahun penjara.
          Sementara itu, PDI-P sebagai salah satu pengusung pencalonan Ahok tak bergeming. Tetap mendukung. Ketua DPP PDI-P Trimedya Panjaitan menegaskan, partainya sama sekali tak menarik dukungan dari Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri.
          Berbeda dengan PDI-P, Partai Nasdem akan mengevaluasi pencalonan Ahok jika yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka. Ketua Umum Parta Nasdem, menegaskan hal itu di sela-sela rangkaian ulang tahun Nasdem ke-5. Menurutnya evaluasi akan mengkaji dari segi hukum (perundang-undangan yang berlaku) dan aspek moralitas. Apa yang akan diputuskan oleh Partai Nasdem, kita tunggu bersama berikutnya.
          Walhasil, keputusan ini harusnya mengakhiri konflik, pertentangan di antara elemen bangsa. Semua pihak diminta menerima, menghormati. Tunjukan bahwa bangsa kita adalah bangsa besar. Bangsa yang menghargai perbedaan. Menjungjung kebinekaan. Mengutamakan kebersamaan dan persatuan. Indonesia kudu menjadi negara demokratis yang mengedepankan hukum. Bukan demokrasi yang kebablasan.  Wa Allahu Alam






Ancaman Media Sosial


Dalam acara doa bersama untuk keselamatan bangsa yang diadakan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menyampaikan kerisauannya  terkait prilaku masyarakat di dunia maya. Di hadapan sekitar 10 ribu ulama, Jokowi menegaskan media sosial  sekarang menjadi ajang caci maki, saling hujat, saling ejek, fitnah, adu dombah dan provokasi.
Menurut Presiden keadaan seperti itu kudu diperbaiki. Masyarakat diharapkan menjaga kesejukan termasuk di media sosial. Prilaku masyarakat  di media sosial tak mencerminkan   nilai-nilai asli bangsa Indonesia yang dikenal rukun, santun dan ramah. Nilai  ke-Indonesian telah memudar bahkan sirna seiring cepatnya perkembangan tekhnologi informasi.
Kemajuan dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang pesat  memang sangat membantu masyarakat dalam banyak hal.  Tapi dalam waktu yang bersamaan  telah menghancurkan batas komunikasi ramah dan santun. Jika sebelumnya, masyarakat kita  dikenal sopan, lembut berbicara ketika berkomunikasi langsung,  di media sosial justru menegaskan sebaliknya.
Jika sebelumnya gotong royong, saling bantu, dan guyub  saat ini masyarakat hidup secara individualis, menjadi introvert, lebih senang menyendiri. Media sosial membuat yang jauh menjadi dekat. Yang dekat justru menjadi jauh. Berselancar dengan berbagai kalangan, menjadi asing di lingkungan sendiri.
Ada data menyebutkan, Indonesia merupakan pengguna media sosial paling aktif di dunia. Menurut Antonny Liem, CEO PT Merah Cipta Media  masyarakat kita sangat aktif bermedia sosial. Sebanyak 93% dari pengguna internet di Indonesia, aktif mengakses Facebook. Bahkan Jakarta tercatat sebagai pengguna Twitter terbanyak, hingga disebut sebagai ibukota media sosial berbasis teks 140 karakter tersebut.
Lebih jauh, pimpinan sejumlah perusahaan konsultan komunikasi, startup incubator, dan berbagai perusahaan teknologi online di Indonesia tersebut menegaskan jumlah mobile subscription yang aktif di Indonesia juga mencapai 282 jutaan. Di mana 74% di antaranya digunakan masyarakat kita untuk mengakses media sosial. (htp//inet.detik.com)
Data Global Web Index Survei seperti yang dilansir merdeka.com  menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara yang warganya tergila-gila dengan media sosial. Persentase aktivitas jejaring sosial Indonesia mencapai 79,72 persen, tertinggi di Asia, mengalahkan Filipina (78 persen), Malaysia (72 persen), China (67 persen). Bahkan negara Asia dengan teknologi Internet maju pemanfaatan media sosialnya rendah, contohnya Korea Selatan (49 persen) atau Jepang (30 persen).
Sangat disayangkan jika pengguna media sosial yang cukup banyak jumlahnya itu terjebak pada fitnah, adu domba, saling serang dan provokasi. Itu sama saja seperti menggunakan pisau untuk saling menusuk, membunuh. Alangkah biadabnya bangsa ini. Bangsa kita berubah menjadi barbar. Yakni bangsa yang gemar menyerang, perang,  memfitnah, menghujat. Mendahulukan logika kekerasan, mengabaikan akal sehat.
Menyikapinya
Sebab itu apa yang menjadi keprihatinan Presiden sepantasnya kita sikapi bersama.  Sebenarnya Pemerintah sudah melakukan upaya dalam membatasi pengguna sosial media dalam berujar.  Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 melarang muatan informasi terkait  asusila, pencermaran nama baik, perjudian, pemerasan serta ancaman. Dalam Pasal 28 melarang menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ata suku, agama, ras dan antara golongan (SARA).
Kemudian Kapolri pun telah mengeluarkan  Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian. Surat Edaran tersebut disamping ditujukan kepada masyarakat luas untuk membatasi, menjaga diri dalam mengisi ruang publik di media sosial juga sebagai pedoman kepolisian dalam penanganan perbuatan ujaran kebencian atau hate speech.
Menurut Moch. S Hendrowijono, Hate speech , hujatan, memaki, fitnah, adu domba dan provokasi, bisa berbalik menjadi tindak pidana ke penulis dan yang mengunggahnya di media sosial. Namun, masyarakat belum terbiasa melaporkan hujatan-hujatan tadi sebagai pencemaran nama baik, karena trauma masa lalu. (http://nasional.kompas.com)

Sebagai media,  Facebook, Twiter, juga lainnya  sangat membantu manusia. Maka sepantas kita menggunakan secara baik. Jangan kotori dengan fitnah, adu domba, kebencian dan amarah.  Gunakan untuk menyebarkan informasi, ilmu pengetahuan serta  silaturrahmi. Sebarkan kedamaian. Pakai  media sosial guna berbagi dengan sesama.
Komunikasi tak langsung menggunakan media sosial mendorong orang mudah berbuat tak semestinya. Berbohong, menghina, menuduh misalnya lebih gampang, lebih berani dilakukan orang di media sosial. Alasannya tentu karena lawan bicara tak ada di depan mata. Ini yang wajib disadari oleh setiap pengguna media sosial. Maka berhati-hatilah.
Sekarang saatnya melakukan perubahan. Manfaatkanlah media sosial untuk kebaikan. Mulailah dari diri sendiri. Ajak orang terdekat. Penting pula menjaga media sosial secara bersama dari muatan atau konten yang mengarah pada segala hal yang negatif dengan cara saling mengingatkan antara sesama pengguna. Laporkan kepada aparat keamanan (Polisi) jika ditemukan unsur pidana. Laporan anda akan memberikan pembelajaran pada yang lain untuk tidak menyalahgunakan media sosial.
Terakhir, perlu juga membangun kesadaran bersama. Bahwa media sosial akan menjadi ancaman serius bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Lebih jauh, akan mengoyak NKRI jika kita semua memanfaatkannya untuk saling hujat, saling tuduh, menabur kebencian dan fitnah, memprovokasi massa dan lainnya. Dan saya yakin itu semua bukan tujuan kita dalam menggunakan media sosial. Wa Allahu Alam