Sabtu, 04 April 2015

RADIKALISME, ANCAMAN BARU



Kalau dulu yang ditakuti oleh banyak negara dan bangsa adalah komunis, sekarang tidak lagi. Komunis seperti macan kertas, karena sudah tak laku lagi. Sekarang yang menjadi ancaman baru bagi stabilitas di setiap negara adalah radikalisme. Radikal dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti secara menyeluruh, habis-habisan, amat keras menuntut perubahan, amat jauh dalam berpikir dan bertindak. Radikalisme adalah pemahaman yang ektrim (baca:keras dan dangkal) terhadap sesuatu yang dibarengi dengan tindak kekerasan secara membabibuta dalam mewujudkan dan memperjuangkan apa yang dipahami dan diyakini. Radikalisme ada di ranah politik, agama, idielogi juga lainnya. Radikalisme dalam politik di sebuah negara dulu disebut ektrimis (bisa ekstrim kiri kalau dari kalangan nasionalis atau ektrim kanan dari kalangan agama) termasuk Komunis (baca:PKI untuk di Indonesia). Sekarang radkalisme telah diidentikan dengan Islam. Maka munculah istilah Islam radikal atau radikalisme dalam Islam
Sekilas sejarah radikalisme dalam Islam
          Melihat dari sisi istilah secara ilmiah radikalisme awalnya tidak berkonotasi negatif. Radikalisme itu pemahaman dan upaya yang mendalam dan menyeluruh untuk memahami dan memperoleh secara total (all out). Kata lain upaya yang total dan mendalam dalam melakukan sebuah perubahan. Radikalisme dalam Islam berubah arti dan berkonotasi negatif sejak peristiwa serangan 11 September 2001. Sejak saat itu istilah redakalisme, fundamentalisme, dan terorisme maknanya menjadi bercampur aduk, dan diartikan sebagai upaya umat Islam melakukan perubahan secara kasar dan arogan dengan tindakan-tindakan brutal. Pemaknaan semacam ini dikuatkan dengan prilaku sebagian kaum muslimin termasuk di Indonesia yang berbuat anarkis atas nama agama dalam hal ini Islam. Misalnya saat ingin membrantas kemaksiatan semisal perjudian, pelacuran atau lainnya beberapa ormas Islam melakukannya dengan penuh anarki tanpa mengedepankan dialog, atau teguran halus dan mengabaikan proses hukum. Tak ayal banyak tempat-tempat maksiat bahkan kantor dan instansi pemerintah yang menjadi sasaran pengrusakan karena dianggap melindungi kemaksiatan. Sampai pengrusakan masjid tak terelakan karena perbedaan pemahaman antara golongan sesama Islam. Masih teringat jelas di benak kita beberapa masjid ahmadiyah di berbagai kota dihajar habis massa yang notaben sesama Islam. Jadilah radikalisme berarti negatif, galak, sangar, kejam,  menakutkan setiap orang yang mendengarnya.
          Gerakan radikal seperti di atas sebenarnya bukan hal baru dalam Islam. Coba tarik ingatan kita ke sejarah permulaan Islam. Sejak awal gerakan semacam itu sudah ada. Bukankah sejarah menjelaskan kepada kita seluruh khalifah Rasyidin (keecuali Abu Bakar) meninggal terbunuh. Dan pembunuhan pada mereka dilakukan oleh kelompok radikal dalam tubuh Islam sendiri.
          Khalifah Umar Ibnu Khattab dibunuh oleh seorang bernama Abu Lu’ lu’ah, seorang hamba sahaya asal Persia. Sejarah menyebutkan bahwa pembunuhan itu berlatar belakang dendam yang bersangkutan terhadap sang khalifah.
            Sedang khalifah Ustman Ibnu Affan meninggal akibat terbunuh dari kelompok pemberontak yang mengepung rumahnya selama 40 hari. Hal ini disebabkan oleh adanya kebencian dari kelompok pemeberontak terhadap sahabat Utsman Ibnu Affan yang mengganti beberapa pejabat (gubernurt/bupati) yang dianggap kurang cakap, kurang adil dan kurang jujur yang berasal dari keluarga dekat . Orang orang yang diganti oleh sahabat Utsman ibnu affan tersebut menganggap pengangkatan teresebut beraroma KKN. Mereka tidak legowo menghadapi pergantian tersebut, akhirnya bersengkongkol untuk merobohkan  kekuasaan Utsman ibnu Affan dengan cara membunuh.  Ustman bin affan terbunuh di dalam rumuanya sendiri.
            Dan Ali Bin Abi Thalib ra adalah sahabat sekaligus menantu kesayangan Rasulullah SAW. Kedudukannya sangat dekat dengan beliau, nabi pernah memberi perumpamaan seperti kedekatan Harun dengan Musa alaihimasalam. Dalam satu riwayat hadist nabi SAW menyebutnya sebagai pintu ilmunya karena keluasan dan penguasaannya pada Islam. Meskipun demikian, sahabat Ali Bin Abu Thalib ra wafat terbunuh ditangan seorang ulama besar bernama Abdurrahman ibnu mulzam. Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa Abdurrahaman Ibnu Mulzam adalah seorang ulama yang rajin sholat tahajut (sholat malam), selalu puasa sunah senin-kamis, bahkan seorang hafal alqur’an (hafidz). Abdurrahaman ibnu mulzam berhasil membunuh Ali Ibnu Abu Tholib ra pada tanggal 17 ramadhan pada saat menunaikan sholat subuh, Abdurrahman Ibnu Mulzam berhasil menebas pedang ke dahi Ali Ibnu Abnu Tholib ra. Pembunuhan itu terjadi, karena Ali Ibnu Abu Tholib ra tidak melaksanakan kaidah Laa hukmu illa lillah (tidak ada hukum selain hukum Allah/al-qur’an) Ali Ibnu Abu Tholib dianggap telah melaksanakan hukum selain al-qur’an karena melakukan musyawarah dengan kelompok lain (baca:Muawiya cs) dalam pemerintahannya, oleh sebab itu  dianggap kafir oleh Abdurrahman Ibnu Mulzam.
          Abdurahman Ibnu Mulzam adalah salah satu tokoh sentral kaum  khawarij yang keluar dari barisan Ali Bin Abi Thalib pada peristiwa tahkim dengan Muawiyah yang mereka anggap sebagai kesalahan besar yang mengeluarkan Ali Bin Abi Thalib dan pengikutnya dari Islam. Lebih ektrim khawarij pun menghalalkan darah orang-orang yang tak sependapat dengan mereka. Pembunuhan dan tindak anarkisme mereka mencoreng wajah Islam pada masa permulaan.
ISIS, neo Khawarij
          Saat ini radikalisme yang paling mengerihkan sedang dipraktekan oleh ISIS. ISIS kepanjangan dari Islamic staate of Iraq and Syiriah pimpinan Abu Bakar Albaghdadi yang secara sepihak mengumumkan kekhalifaan Islam Juni 2014 di Bagdad Iraq. Dalam Ensklopedia Bebas, disebutkan kelompok ini dalam bentuk aslinya terdiri dan didukung oleh berbagai kelompok pemberontak Sunni, termasuk organisasi-organisasi pendahulunya seperti Dewan Syuro Mujahidin dan Al Qaeda di Iraq (AQI), termasuk pembrontak Jaysh al Fateen, Jund al Sahaba, Katibiyan Ansar al Tawhid wal Sunnah dan Jeish al Taifa am Mansuroh dan sejumlah suku Irak yang mengaku Sunni. (http://id.wikipedia.org/wiki/Negara_Islam_Irak_dan_Syam) 
          Sejak itu sebagian wilayah Iraq dan Syiriah dikuasai dan direbut oleh mereka dengan mengobarkan perang dengan siapapun yang menghalangi. Perang saudara pun tak terelakan. Sesama muslim saling membunuh. PBB melansir tak kurang 2.400 warga muslim Iraq dan Syiriah tewas, 30.000 warga sipil harus mengungsi akibat pertempuran ini. Mereka telah menghalalkan segala cara dalam meraih tujuannya seperti merampok di pusat-pusat perbelanjaan sampai aset-aset pemerintah.
          Praktek radikalisme ISIS banyak memiliki kesamaan dengan Khawarij. Karenanya sebagian ahli menyebut  ISIS sebagai neo Khawarij. Mereka sama-sama mengedepankan kekerasan, mengesampingkan dialog, meninggalkan tasamuh (saling menghargai dan menghormati pendapat orang lain). Kekerasan mereka di luar batas kemanusiaan seperti menyiksa tahanan kaum wanita dan anak-anak secara kejam. Kekejaman dan kebengisan mereka sungguh melampaui akal sehat seperti pemenggalan kepala. Mereka melakukannya tanpa ragu apalagi menyesal. Mereka sangat yakin dengan kebenaran yang dilakukan.
          Baik ISIS maupun Khawarij gemar mengkafirkan yang lain yang tak sepaham dengan mereka. Takfir yang mereka lakukan bersandar pada pemahaman agama yang sangat sempit dan dangkal. Mereka memahami Alquran hanya sebatas teksnya saja, tidak melihat lainnya. Misalnya dalam memahami ayat man lam yahkum bima anzalallah faulaika humul kafirun ditegaskan semua yang tidak menggunakan hukum Allah maka mereka KAFIR. Dengan pemahaman ayat seperti ini Ali Bin Abi Thalib ra dianggap kafir oleh Khawarij.
          Lebih jauh mereka telah salah kaprah memahami konsep jihad. Ayat-ayat jihad seringkali ditafsirkan secara dangkal. Ayat-ayat yang seharusnya diterapkan kepada kaum kafir justru diterapkan kepada saudara mereka sesama Islam. Tentu setelah mereka mengkafirkan terlebih dahulu saudara-saudaranya tersebut. Karena kafir maka darahnya menjadi halal, boleh dibunuh. Pemahaman yang salah ini tak terlepas dari kedangkalan pemaham mereka terhadap ajaran Islam. Namun demikian mereka beranggapan dan meyakini merekalah yang paling benar serta paling Islam kemudian  menganggap selainya salah dan sesat.
          Pemahaman ala ISIS telah menyebar ke polosok dunia sekaligus menjadi ancaman di berbagai negara termasuk di Indonesia. Perkembangan radikalisme ala ISIS di tanah air bisa dilihat dengan semakin diminatinya kegiatan takfir (mengkafirkan yang lain) antara sesama. Coba anda amati, di berbagai daerah pemasangan spanduk propokatif, ajakan menyesatkan kelompok lain dipasang di tempat-tempat strategis. Dan anehnya, pemerintah membiarkan begitu saja. Entah kenapa? Padahal spanduk-spanduk itu bisa memicuh konflik horisontal. Contoh nyatanya adalah insiden pada masjid Adzikroh Bogor beberapa waktu lalu. Padahal hampir di setiap polsek, kepolisian telah memasang spanduk kewaspadaan dan penolakan terhadap semua gerakan ISIS.  Tapi kenapa spanduk yang berlawanan dibiarkan terpasang?
Termasuk acara-acara yang dikemas ilmiah seperti diskusi, seminar yang diselenggarakan kelompok takfiri, ternyata hanya berupa pelaknatan, penyesatan, pengkafiran terhadap kelompok Islam yang dianggap tidak sepaham. Kegiatan dan gerakan semacam ini yang seringkali mengundang konflik. Konflik horisontal itu sebenarnya telah terjadi secara massif walau masih di media sosial seperti facebook. Sesama Islam, anak bangsa saling mencaci, menghina, menyesatkan, mengkafirkan, bahkan ancaman pembunuhan. Belum lagi dengan hadirnya situs-situs online yang beraroma ISIS baik yang terang-terangan maupun yang sedikit malu-malu sangat berpengaruh besar menggiring kita semua menjadi radikal.
          Dan nampaknya situs-situs itu telah berhasil mencuci otak saudara-saudara kita, terbukti saat 22 situs radikal telah diblokir oleh pemerintah tidak sedikit diantara kita yang menolak dan memprotes sikap tegas pemerintah itu. Dan ngga nyangka diantara mereka adalah tokoh-tokoh nasional seperti ustadz Arifin Ilham, AA Gim, dan masih banyak lagi. Saatnya kita semua berpikir jernih dan menyadari bahaya dan ancaman radikalisme agar negeri kita tercinta tetap damai, sejahtera. SEMOGA. Wa Allahu A’lam.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar