Sabtu, 27 Februari 2016

Paspor Hitam DPR, Untuk Apa?


          DPR RI kembali berulah. Melalui Komis I, mereka meminta paspor hitam ke Kementerian Luar negeri untuk 560 anggota parlemen. Hal itu disampaikan dalam rapat tertutup Rabu (10/2). Sebenarnya ini bukan yang pertama kalinya. Sebelumnya DPR pernah meminta hal yang sama namun belum ditanggapi oleh Kemenlu. Paspor hitam merupakan sebutan untuk paspor diplomatik. Dalam wikipedia.org disebutkan bahwa paspor diplomatik  diterbitkan bagi sebagian orang   guna mengidentifikasi mereka sebagai perwakilan diplomatik dari negara asalnya. Karena itu, pemegang paspor ini menikmati beberapa kemudahan perlakuan dan kekebalan di negara tempat mereka bertugas. Di Indonesia, paspor ini diberi sampul berwarna hitam dan dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri.
          Permintaan di atas diamini oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Menurutnya, paspor hitam tak akan bisa digunakan untuk kegiatan selain urusan diplomatik. Selama ini hanya pimpinan DPR saja yang mendapatkan fasilitas tersebut dari kalangan legislatif. Namun demikian Fadli tak mendesak kepada pemerintah untuk menerbitkan paspor diplomatik untuk anggota DPR. Dia hanya menekankan bahwa penggunaan paspor diplomatik hanya teknis belaka. (https://news.detik.com)
          Berbeda dengan Fadli Zon, politisi Partai Demokrat menolak dengan tegas usulan tersebut. Menurut Ruhut, bahaya kalau anggota DPR terlalu dilindungi. Apalagi paspor diplomatik bisa menghambat penegakan hukum terhadap anggota DPR selama di luar negeri. Ruhut pun meminta rekan-rekannya di Komisi I DPR tidak memaksakan meminta paspor hitam. Karena DPR harus memberi teladan kepada masyarakat.
          Argumentasi DPR terkait paspor hitam tersebut adalah amanah undang-undang.  Bahwa DPR punya tugas diplomatik sehingga berhak memperoleh paspor diplomatik. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Komisi I, Mahfud Siddiq. Menurutnya, selama ini Kemenlu hanya memberikan paspor hitam kepada pimpinan DPR. Padahal pejabat eselon III di Kemlu saja sudah menggunakan. Terkait kekhawatiran penyalahgunaan paspor hitam oleh anggota DPR RI, menurut Mahfudz terlalu berlebihan. Paspor hitam tidak bisa selalu digunakan, harus ada exit permit, kemudahan secara protokoler.
Bagaiaman aturanya?
Kementerian Luar Negeri belum mngabulkan permintaan anggota Dewan. Alasanya tidak ada aturan yang mengatur tetntang hal tersebut. Dalam Pasal 37 PP Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, disebutkan sejumlah posisi yang berhak mengantongi paspor hitam. Di antaranya adalah pejabat setingkat menteri. Berikut aturan lengkapnya: Pertama, paspor diplomatik diberikan untuk warga negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan keluar Wilayah Indonesia dalam rangka penempatan atau perjalanan untuk tugas yang bersifat diplomatik. Adapun warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Presiden dan Wakil Presiden; b. ketua dan wakil ketua lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;  c. menteri, pejabat setingkat menteri, dan wakil menteri; d. ketua dan wakil ketua lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang; e. kepala perwakilan diplomatik, kepala perwakilan konsuler Republik Indonesia, pejabat diplomatik dan konsuler; f. atase pertahanan dan atase teknis yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Luar Negeri dan diperbantukan pada Perwakilan Republik Indonesia; 
g. pejabat Kementerian Luar Negeri yang menjalankan tugas resmi yang bersifat diplomatik di luar Wilayah Indonesia; dan  h. utusan atau pejabat resmi yang ditugaskan dan ditunjuk mewakili Pemerintah Republik Indonesia atau diberikan tugas lain yang menjalankan tugas resmi dari Menteri Luar Negeri di luar Wilayah Indonesia yang bersifat diplomatik.
Kedua, selain diberikan kepada warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Paspor diplomatik juga dapat diberikan kepada:
a. isteri atau suami Presiden dan Wakil Presiden beserta anak-anaknya;
b. isteri atau suami dari warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf  c, yang mendampingi suami atau isterinya dalam rangka  perjalanan untuk tugas yang bersifat diplomatik; c. isteri atau suami dari para pejabat yang ditempatkan di luar Wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dan huruf f beserta anak-anaknya yang berusia paling tinggi 25 (dua puluh lima) tahun, belum kawin, belum bekerja, dan masih  menjadi tanggungan yang tinggal bersama di wilayah akreditasi; atau
d. kurir diplomatik. Kemudian dalam Pasal 38 Paspor diplomatik dapat diberikan sebagai penghormatan kepada mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden beserta isteri atau suami.
Saran
          Sebagai bagian dari rakyat yang mencintai wakil-wakilnya di parlemen, saya menyarankan kepada mereka  hal-hal berikut. Pertama, sudahlah, fokus bekerja. Jangan berpikir yang tidak-tidak. Coba  berpikir seperti para pendahulu, apa yang dapat kita berikan kepada bangsa dan negara? Jangan dibalik, apa yang dapat negara dan bangsa berikan kepada kita? Saatnya fokus menyelesaikan prolegnas yang menumpuk. Mari dukung tekad Ketua DPR RI yang baru, Ade Komaruddin yang menyatakan akan fokus pada legislasi. Bukankah selama ini DPR baru bisa menyelesaikan tiga Undang-Undang?
          Kedua, pertimbangkan kepentingan yang lebih besar yakni bangsa dan negara. Saya melihat anggota Dewan yang terhormat kerapkali berputar-putar pada kepentingan mereka. Coba perhatikan wacana rehab gedung, kenaikan tunjangan, dana aspirasi, termasuk revisi UU KPK disinyalir sebagai upaya pelemahan dan proteksi diri  dari sentuhan hukum  KPK. Padahal banyak permasalahan rakyat yang membutuhkan perhatian dan kerja keras mereka prihal legislasi misalnya.
          Ketiga, ingat janji kepada pemilih. Sebagai wakil rakyat, anggota dewan seyogyanya selalu ingat janji yang pernah disampaikan pada konstituen. Jangan lupakan mereka. Anda ada di parlemen saat ini karena suara yang diberikan oleh mereka.
          Walhasil, permintaan paspor hitam oleh DPR dipandang oleh rakyat sebagai sesuatu yang  tak perlu, tidak dalam konteks yang tepat. Guru Besar Universitas Indonesia Prof Hikmahanto Juwana  menegaskan, tidak perlu (anggota DPR punya paspor diplomatik) kecuali ada tugas kenegaraan. Ini karena paspor diplomatik ada pengaturannya secara internasional terkait siapa yang berhak menggunakannya. Karenanya, bagi anggota DPR selayaknya mengurungkan niat, menuntut paspor hitam. Lebih baik fokus bekerja, menginggat janji-janji yang telah terucap di depan pemilih dengan berkonsentrasi merealisasikannya. Kesejahteraan dan persoalan rakyat harus dikedepankan di atas  segala kepentingan. Wa Allahu Alam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar