Jumat, 11 Maret 2016

Catatan Tentang KTP Anak


          Kementerian Dalam Negeri berencana akan memberlakukan KTP untuk anak pada tahun ini. Anak berusia kurang 17 tahun dapat membuat KTP. Sebutanya adalah Kartu Indentitas Anak (KIA). KIA diberlakukan berdasarkan Permendagri Nomor 2 Tahun 2016 tentang Kartu Identitas Anak. KIA diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota.  Sehingga saat anak dewasa, mereka langsung punya identitas terdaftar.
          Tujuan KIA atau KTP anak diantaranya untuk pendataan. Dengan diberlakukanya KTP anak, Pemerintah dapat mendata seluruh warga negara. Kemudian KTP anak juga diharapkan melatih anak Indonesia mandiri. Anak dapat melakukan apa yang dilakukan orang dewasa. Ia dapat menggunakan KTP tersebut untuk keperluan di bandara, stasiun kereta, dan perbankan. Dapat juga digunakan untuk kepentingan pendidikan seperti mendaftar, memperoleh kartu pintar dan lainnya. KIA pula dimaksudkan untuk untuk mendorong peningkatan perlindungan, dan pemenuhan hak konstitusional anak..
            Berdasarkan Permendagri Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas Anak, KTP anak ini terdiri dari 2 jenis. Yaitu untuk anak yang berusia 0-5 tahun dan untuk anak 5 sampai 17 tahun. Bagi anak warga negara Indonesia (WNI) yang baru lahir, KTP Anak akan diterbitkan bersamaan dengan penerbitan akte kelahiran. Untuk anak WNI yang belum berusia 5 tahun tetapi belum memiliki KIA, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:a. Fotocopy kutipan akta kelahiran dan menunjukan kutipan akta kelahiran aslinya. b. KK asli orang tua/wali; dan c. KTP asli kedua orangtuanya/wali.
Sementara, bagi anak WNI yang telah berusia 5 tahun tetapi belum memiliki KIA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Fotocopy kutipan akta kelahiran dan menunjukan kutipan akta kelahiran aslinya, b. KK asli orangtua/wali, c. KTP asli kedua orangtuanya/wali, d. Pas foto Anak berwarna ukuran 2 x 3 sebanyak 2 (dua) lembar.
Untuk anak warga negara asing yang tinggal di Indonesia, untuk mendapatkan KIA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Fotocopy paspor dan izin tinggal tetap, b. KK Asli orang tua/wali,

c. KTP elektronik asli kedua orangtuanya.
          Seluruh proses usulan pembuatan KTP anak dapat dilakukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapi) kabupaten/Kota. Permohonan pembuatan dilakukan oleh orang tua. Biaya proses penerbitan ditanggung APBN. Artinya, KTP anak dapat diperoleh secara gratis. Untuk tahun ini Kementerian Dalam Negeri seperti ditegaskan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrullah, ada 60 pemkab/pemkot yang mulai memberlakukan KIA.
Terkait KTP anak, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembesie merespond positif. Dia mendukung adanya KTP anak. Hal itu karena sesuai dengan hak sipil anak. Ditegaskannya, KTP anak itu saya pikir merupakan hak anak yang perlu diperhatikan untuk isu identitasnya. Hak sipil anak karena ini sesuai dengan konvensi hak anak. Jadi diperlukan untuk identitas anak, saya sangat mendukung. (http://analisadaily.com/)
Berbeda dengan Yohana Yembesie, anggota Komisi II DPR, Yandri Susanto, mengusulkan agar pemerintah menunda pelaksanaan kartu identitas anak (KIA) dan menyelesaikan permasalahan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) terlebih dahulu. Yandri melihat belum ada urgensi untuk membuat KIA. Menurut dia, pemerintah sebaiknya tak terlalu ambisius dan menggebu-gebu dalam mengerjakan KIA sementara kerja pokok e-KTP belum terselesaikan. (http://nasional.kompas.com/)
Catatan
Mempelajari tujuan penerbitan KTP anak, dapat dipahami niat baik Pemerintah dalam pengelolaan data penduduk. Selama ini anak-anak tidak terdata. Hanya mereka yang ber-KTP yang dapat dihitung jumlahnya. Juga terkait hak konstitusi anak. Namun menurut hemat saya ada beberapa point yang harus diperhatikan agar tujuan di atas terwujud. Pertama, belajar pengalaman dari program e-KTP yang menyisahkan banyak masalah, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri seyogyanya berhati-hati. Program ini harus bersih dari korupsi dan penyelewengan. Dan yang paling penting, program ini harus tuntas, tidak menggantung apalagi berhenti di tengah jalan. Belajar dari e-KTP, masyarakat tak merasakan perbedaan atau manfaat apa-apa. E-KTP sama saja dengan KTP biasa. Padahal dalam rencana besarnya, Pemerintah menjanjikan e-KTP berbeda dengan KTP biasa terutama terkait pegunaannya.
Kedua, terkait dengan kemandirian anak, diperlukan pembatasan. Misalnya terkait dengan transaksi seperti jual beli atau lainnya tentu anak tak bisa melakukan. Dikhawatirkan muncul kasus-kasus hukum akibat penggunaan KTP anak. Karenanya, Pemerintah harus mengatur lebih jauh dan rinci terkait penggunaan KTP anak.
Ketiga, orang tua diminta tak melepas anak begitu saja. Mereka tetap memilki tanggung jawab penuh terkait dengan anak-anak mereka. KTP anak jangan diartikan sebagai pelepasan tanggung jawab orang tua. Anak-anak tetap membutuhkan pendampingan, bimbingan dari orang tua.
Akhir kata,  rencana pemberlakuan KTP anak merupakan terobosan Pemerintah yang harus disikapi oleh kita semua.. Kita berkewajiban mengawal agar program ini sesuai tujuannya. Mengambil pelajaran dari program e-KTP, KTP anak harus dilaksanakan lebih hati-hati. Jangan sampai menyisahkan banyak masalah di belakang hari. Diantara hal yang harus diperhatikan anatara lain terkait aturan penggunaan KTP anak, juga tanggung jawab orang tua. Wa Allahu Alam




Tidak ada komentar:

Posting Komentar