Rabu, 08 Juni 2016

Apa Anda Puasa Hari Ini?


          Mengawali tulisan, saya akan menceritakan satu riwayat. Dalam sebuah kesempatan di sore Ramadhan, Rasulullah SAW mengelilingi kota Madinah. Beliau berjalan di perkampungan pinggir kota. Rasulullah ingin memantau, melihat secara langsung kehidupan masyarakat yang dipimpinya.
          Sampailah Rasulullah SAW di depan sebuah rumah. Rasulullah SAW memperhatikan seorang wanita dari jauh. Wanita, penghuni rumah tersebut terlihat sedang marah besar. Dia memaki, mengumpat seseorang. Penasaran, Rasulullah SAW pun mendekat. Diamati sang wanita itu lebih sekama lagi.
          Ternyata, wanita itu sedang mencaci maki pembantunya. Rasulullah SAW terkejut melihatnya. Rasulullah SAW berbalik badan, kembali ke rumahnya. Sampai rumah, Rasulullah langsung mengambil apa yang dibutuhkannya. Beliau pun kembali menuju kediaman wanita yang sedang melampiaskan amarahnya tersebut.
          Wahai ibu, ini saya bawakan makanan. Makanlah! Rasulullah SAW menyapa. Wanita itu kaget. Selama ini ia tak memperhatikan kehadiran sang Rasul. Saya berpuasa, jawabnya. Benar Anda berpuasa? Ya,  wahai utusan Allah. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, betapa sedikit orang yang berpuasa hari ini. Sungguh banyak sekali orang yang hanya merasakan lapar dan dahaga.
          Hadist di atas, menjelaskan bahwa berpuasa itu tidak cukup hanya menahan lapar dan dahaga. Puasa tidak berarti tidak boleh makan di siang hari. Tapi, makanlah sebanyak dan sepuasnya pada malam hari. Sekali lagi, tidak demikian. Itu pemahaman keliru. Kemudian bagaimana puasa yang benar itu?
          Dalam Al Quran, kata puasa dengan berbagai derivasinya disebut sebanyak 13 kali. Tapi kata shaum hanya disebut satu kali. Shaum berbeda dengan shiam. Shiam merujuk pada pada pemahaman puasa yang lazim dipahami khalayak. Shiam adalah puasa seperti yang kita lakukan. Sedangkan shaum lebih dekat pada pemahman tarekat atau hakekat puasa.
          Jalaluddin Rakhmat (2001) mengatakan  satu-satunya kata shaum dalam Al quran berkaitan dengan kisah Maryam, ibunda nabi Isa as. Allah SWT berfirman, “Maka makan, minum dan tenangkan hatimu. Jika kamu berjumpa dengan manusia, katakan saja: “Aku berjanji  kepada Tuhan Yang Maha Kasih  untuk mrlakukan shaum. Aku tidak akan berbicara kepada seorang manusia pun  pada hari ini” (Q.S. Maryam:26)
          Makna shaum dalam ayat di atas menjelaskan, ada cara puasa yang lain selain menahan lapar dan dahaga. Berikut cara puasa tersebut. Pertama, puasa berbicara sesperti kisah ibunda nabi Isa, Maryam. Maryam diperintahkan Allah SWT berpuasa untuk tidak berbicara. Maryam berdiam diri ketika ditanya prihal bayi yang dilahirkannya. Sehingga sang bayi yang menjawab berbagai tuduhan dan fitnah tersebut.
          Puasa berbicara adalah menahan lidah untuk tidak berdusta, menggunjing, menghina orang lain,  mencaci maki, menghujat, mengeluarkan kata kotor dan lainnya. Dalam berpuasa bicara kita hanya diperbolehkan mengatakan yang benar, seperlunya dan yang bermanfaat. Puasa bicara berarti banyak mendengar. Dalam ungkapan, diam itu emas. Sebab,  diam itu berarti banyak mendengar. Dan itu menjadi manfaat terbesar puasa bicara. Dengan mendengar, berbagai informasi bisa diterima. Diam melahirkan kejernihan berpikir sehingga selamat dari kesesatan.
          Manfaat lainya ialah terselamatkanya orang lain dari gangguan lisan kita. Dalam sebuah hadist, Nabi Muhammad SAW bersabda, orang Islam adalah orang yang orang lain terselamatkan dari gangguan lidah dan tangannya. Banyak diam memperkecil kemungkinan mengganggu yang lain dengan lidah kita.
          Kedua, puasa mendengarkan. Maksudnya mendengarkan hal yang dilarang oleh agama seperti fitnah, hasud, gosip, isu, gunjingan dan lainnya. Selama berpuasa telinga kudu dijaga. Dengarkan apa yang bermanfaat. Tutup telinga pada hal yang tak bermanfaat apalagi mendatangkan mudharat. Saat berpuasa, pendengaran diminta selektif memilih pembicaraan.
          Dalam kajian  Psikologi, terlalu banyak mendengar akan mengakibatkan oveload  pada chanel. Bila otak harus mengolah informasi yang berlebihan, ia akan mengalami gangguan mental. Sistem pengelolaan informasi seorang  akan kolaps. Dia akan kelelahan baik secara fisik maupun mental. Dia tak sanggup memberi makna berbagai peristiwa. Orang tersebut akan tersiksa.
          Karena tekanan memberi makna, seseorang menjadi muda tersinggung, pemarah, agresif. Sebab itu, di era modern seperti sekarang penyembuhan stres dapat dilakukan dengan menghindari  televisi, radio, atau media lainnya.
          Puasa mendengarkan akan mengantarkan pada ketenangan hati dan kesejukan jiwa. Maka dengarkan saja ayat-ayat Quran, sabda nabi Muhamad SAW, nasehat ulama atau pembicaraan orang baik. Dalam Al Quran Allah SWT berfirman, “Gembiralah hamba-hamba-Ku yang mendengarkan pembicaraan (yang bagus) dan hanya mengikuti yang paling bagusnya saja. Mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk Allah dan mereka itulah orang-orang bijak. (Q.S Al Zumar:17-18)
          Ketiga, puasa melihat. Allah SWT memerintahkan orang-orang beriman untuk menundukan pandangan dan menjaga kehormatan.(QS. Al Nuur:30). Dan Nabi Muhammad SAW telah bersabda, barang siapa yang memelihara pandangannya, ia akan merasakan lezatya keimanan dalam hati.
          Puasa meihat tidak sekadar melihat hal yang tak boleh dilihat, tapi tidak melihat hal-hal yang tak perlu. Lebih jauh mengurangi melihat apa saja yang sebenarnya boleh dilihat. Tidak ada salahnya melihat-lihat pusat perbelanjaan seperti mall atau lainnya. Tapi ingat, terlalu banyak melihat akan menimbulkan keinginan-keinginan yang tidak semua dapat terpenuhi.
Para psikolog mengukur kekecewaan dengan cara membandinghkan antara want dan get  yaitu antara keinginan dengan yang diperoleh. Bila keinginan lebih banyak dari yang diperoleh, hal tersebut akan mendatangkan kekecewaan. Makin banyak keinginan, makin tinggi kemungkinan mengalami stres dan frustasi. Sebagian besar sumber keinginan adalah berasal dari apa yang dilihat. Sungguh, jika di bulan Ramadhan ini lebih sering menundukkan dan menjaga pandangan dan penglihatan kita akan memperoleh kebahagian, ketenangan bathin dalam beribadah.
Sekarang harus disadari, puasa itu ibadah  multi dimensi. Kaya makna dan arti. Puasa tak cukup sekadar menahan lapar dan dahaga di siang hari. Menurut Syeikh Al Agazali, puasa seperti itu adalah puasa terendah derazatnya. Yaitu puasanya orang awam. Puasa yang paling kecil nilainya.
Maka tak ada alasan bagi kita untuk tidak mengevaluasi dan memperbaiki puasa yang dilakukan. Masih banyak kesempatan. Di awal Ramadhan seperti sekarang sepantasnya membulatkan tekad untuk berpuasa lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Bila itu dilakukan, anda akan bisa menjawab pertanyaan judul tulisan di atas dengan yakin dan mantap. Semoga. Wa Allahu Alam

        





Tidak ada komentar:

Posting Komentar