Kamis, 28 Juli 2016

Terimakasih Pak Anies


          Terkejut. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan masuk dalam gerbong reshufle yang diumumkan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Mantan Rektor Universitas Paramadina itu digantikan Prof Muhajir Effendy, mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang. Banyak pihak mempertanyaan pergantian tersebut. Alasan pergantiannya tak banyak dipahami publik. Selama ini, Anies Baswedan dinilai bekerja dengan baik. Bisa jadi,  itu belum cukup bagi presiden Jokowi. Atau Jokowi punya agenda khusus untuk Pak Aniies.
          Rumor yang berkembang (semoga ini salah), pergantian beliau sekadar untuk memenuhi keterwakilan unsur Muhamadiyah di pemerintahan Jokowi-JK. Sebelumnya tidak satu menteri pun yang merepresentasikan ormas keagamaan terbesar kedua itu. Tentu itu sah saja, asal pergantian dimaksud disertakan pertimbangan profesionalitas. Artinya, ini menjadi tantangan bagi Prof Muhajir Effendy untuk menunjukkan kinerja lebih baik lagi, memajukan pendidikan nasional.
          Sebagai orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, saya melihat Pak Anies Baswedan sebagai menteri yang memiiki visi jauh ke depan, berintegritas tinggi serta memilki komitmen kuat memajukan pendidikan di Indonesia.  Beliau sangat humanis. Dalam pandanganya, mendidik itu pada hakekatnya memanusiakan manusia. Sebab itu dalam pendidikan tidak boleh ada kekerasan baik fisik maupun psikis. Mendidik itu harus menyenangkan. Dalam istilah Kihajar Dewantara, sekolah itu harus seperti taman, indah dan menyenangkan.
Kaitan dengan memanusiakan manusia, Anies Baswedan  mengajak  para guru dan orang tua agar memperlakukan anak seperti benih, bukan kertas putih. Mengapa harus dianggap benih? Karena dalam benih  belum terlihat mana akar, batang, daun atau rantingnya.  Seperti itulah bakat seorang anak. Maka menjadi tugas orang tua dan guru menggali, mencari dan  menumbuhkan benih itu agar bisa berkembang dengan baik dan sempurna. Anak kerapkali kesulitan untuk melihat apa passion sebenarnya yang ia minati. Dan proses ini memang butuh waktu dan tidak mudah. Menemukan potensi pribadi  tidak bisa dilakukan dengan cepat. Selama ini  orang tua dan guru kurang memahami bagaimana membantu anak menemukan minat dan bakat mereka.
          Selama 20 bulan memimpin dunia Pendidikan di Indonesia, banyak karya besar telah dilahirkan. Pak Anies Baswedan telah membuat sejarah baru dalam merestorasi pendidikan di tanah air. Berikut karya nyata beliau yang tak akan bisa dilupakan  oleh kita semua, civitas pendidikan. Pertama, mengubah paradigma Ujian Nasional (UN). Di tangan beliau, UN tidak lagi menjadi penentu tunggal kelulusan peserta didik. UN, dibuatnya tidak lagi menkutkan seperti sebelumnya. UN menjadi tidak sakral lagi. UN sebatas untuk pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidika,  dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Tidak lebih dari itu.
          Kedua, gerakan literasi sekolah (GLS). Fakta yang menunjukkan rendahnya minat baca bangsa kita mendorong Kemendikbud menerbitkan Permendikbud No.23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Permendikbud tersebut mengharuskan peserta didik untuk membaca buku non pelajaran selama 15 menit sebelum proses pembelajaran dimulai. Ini merupakan upaya pembiasaan sekaligus mendekatkan anak didik pada buku. Juga menanamkan kecintan mereka pada membaca dan buku. GLS merupakan terobosan yang visioner,  melesat jauh. Bila gerakan ini dijalankan secara baik, saya yakin budaya literasi bangsa kita akan membaik pada masa mendtang.
          Ketiga, gerakan mengantar anak ke sekolah di hari pertama. Gerakan ini baru saja bisa dinikmati oleh para orang tua pada awal tahun pelajaran ini.  Gerakan mengantarkan anak menjadi trending topik pemberitaan di media massa baik eloktronik, cetak juga media sosial. Masyarakat luas nampaknya mulai menyadari pentingnya mengantarkan ke sekolah di awal tahun pelajaran. Mereka juga mulai menyadari manfaatnya. Gerakan yang dimulai setahun lalu tersebut mendapat respon sangat positif dari para orang tua. Mereka bahkan telah menikmati budaya bangsa yang baru digagas sang menteri itu.
Keempat, mengubah sistem orientasi siswa. Kementerian pendidikan dan kebudayaan RI telah mengeluarkan dan memberlakukan Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah. Dengan diterbitkannnya Permendikbud tersebut maka Permendikbud Nomor 55 Tahun 2014 tentang Masa Orientasi Peserta Didik Baru dinyatakan tak berlaku lagi. Sebab itu, mulai tahun pelajaran 2016-2017 ini. MOS tidak boleh diselenggarakan lagi. Sekolah wajib melaksanakan Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS).
Pengenalan lingkungan sekolah (PLS) adalah kegiatan pertama masuk sekolah untuk pengenalan program, sarana dan prasarana sekolah, cara belajar, penanaman konsep pengenalan diri, dan pembinaan awal kultur Sekolah. 
PLS bertujuan untuk a) mengenali potensi diri siswa baru, b) membantu siswa baru beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya, antara lain terhadap aspek keamanan, fasilitas umum, dan sarana prasarana sekolah, c) menumbuhkan motivasi, semangat, dan cara belajar efektif sebagai siswa baru, mengembangkan interaksi positif antara siswa dan warga sekolah lainnya, e) menumbuhkan perilaku positif antara lain kejujuran, kemandirian, sikap saling menghargai, menghormati keanekaragaman dan persatuan, kedisplinan, hidup bersih dan sehat untuk mewujudkan siswa yang memiliki nilai integritas, etos kerja, dan semangat gotong royong.
Sistem PLS diharapkan mampu menghapus praktek-praktek perpeloncoan yang selama ini sering terjadi. PLS menjadi babak baru peserta didik baru mengenal lingkungan sekolah  dangan senang, bahagia dan tentu aman. Mereka tidak perlu takut lagi. Mereka akan menikmati seluruh rangkaian kegiatan pengenalan lingkungan sekolah. PLS akan menjadi pintu masuk peserta didik dalam proses pembelajaran di sekolah yang menyenangkan.
          Kelima, mengubah PUEYD menjadi PUEBI. Anies mengeluarkan Permendikbud No. 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Permendiknas 46/2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Anies menjadi orang yang mengubah PUEYD menjadi PUEBI setelah digunakan sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto. PUEBI adalah sebuah terobosan pedoman kebahasaan karena lebih lengkap, lebih sederhana, dan lebih mudah digunakan siapa pun.
          Keenam, Indonesia menjadi menjadi Guest of Honour dalam  Frankfurt Book Fair 2015. Pelaksanaan FBF 2015 menjadi momentum istimewa bagi Indonesia karena didaulat sebagai Tamu Kehormatan (Guest Of Honour). Tentu saja menjadi Tamu Kehormatan pada FBF 2015 merupakan sebuah kebanggaan tersendiri mengingat Indonesia hanya memerlukan waktu lima 5 tahun untuk menjadi tamu kehormatan, sementara negara lainnya membutuhkan waktu yang lama. Sebut saja Finlandia yang merupakan negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, harus sabar menanti selama sekitar 26 tahun untuk bisa menjadi Tamu Kehormatan pada FBF. Ini tak terkecuali karena upaya dan dukungan penuh Mendikbud. Anies Baswedan ingin menjadikan Frankfurt Book Fair 2015 sebagai pameran peradaban Indonesia. Dan itu berhasil, sukses.
          Akhir kata, menteri boleh berganti. Tetapi semangat juang Pak Anies harus tetap ada di dunia pendidikan kita. Kita berharap kepada penggantinya, Prof Muhajir Effendy dapat berbuat lebih baik dan lebih banyak lagi. Sehingga cita-cita Pak Anies dan kita semua mewujudkan pendidikan nasional yang maju, berkualitas menjadi kenyataan. Akhirnya, kita hanya mampu mengucapkan terima kasih Pak Anies. Wa Allahu Alam




Tidak ada komentar:

Posting Komentar