Sabtu, 06 Agustus 2016

Intervensi Turki Wajib Ditolak


          Pengaruh kudeta gagal di Turki sampai ke tanah air.  Kemaren (28/07), Kedutaan Turki di Jakarta meminta  pemerintah Indonesia  untuk menutup sejumlah sekolah yang terkait dan  berfiliasi dengan Fethullah Gulen.  Fethullah dituduh sebagai aktor dibalik kudeta di Turki.  Gulen diyakini memimpin Organisasi Teroris Fethullah (FETO) yang sangat berbahaya. FETO adalah sebutan dari Pemerintah Turki untuk para pengikut ulama Fethullah Gulen yang gagal melakukan kudeta beberapa waktu lalu. Gulen sekarang  diketahui telah mengasingkan diri di Amerika Serikat.
          Di Turki sendiri, berdasarkan dekrit yang ditandatangani Presiden Recep Tayyip Erdogan,  sebanyak 1.043 sekolah swasta, 1.229 yayasan dan asosiasi, 36 institusi medis, 19 serikat dan 15 universitas akan ditutup dan asetnya disita oleh negara. Dan di Indoenesia mereka meminta menutup sejumlah lembaga pendidikan. Berikut beberapa lembaga yang diminta ditutup berdasarkan rilis Kedubes Turki,  yaitu Pribadi Bilingual Boarding School yang berada di Depok dan Bandung,  Kharisma Bangsa Bilingual Boarding School di Tangerang Selatan, Semesta Bilingual Boarding School di Semarang, dan Kesatuan Bangsa Bilingual Boarding School di Yogyakarta,  Sragen Bilingual Boarding School di Sragen, Fatih Boy’s School dan Fatih Girl’s School di Aceh, serta Banua Bilingual Boarding School di Kalimantan Selatan.
          Permintaan Kedubes Turki atas nama pemerintahnya merupakan sesuatu yang janggal dan aneh. Apalagi permintaan penutupan itu tak didahului dengan komunikasi terlebih dahulu dengan Pemerintah Indonesia. Mantan Ketua Umum Muhamadiyah menyebutnya sebagai sesuatu yang sangat berlebihan. Menurut Buya, Gulen merupakan ulama moderat yang memiliki sumbangsih besar dalam dunia pendidikan, baik di Turki maupun di Indonesia. Sebelumnya, Erdogan dan Gulen  berjuang bersama.  Seharusnya ini tidak boleh terjadi karena sebagai sesama muslim sudah sepantasnya mereka bertemu untuk saling meluruskan permasalahan. Tidak sebaliknya, saling tuding, saling fitnah.
          Menanggapi permintaan Kedubes Turki, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan, Indonesia tidak akan memenuhi permintaan tersebut. Urusan dalam negeri Indonesia tak dapat dicampuri oleh negara lain dan oleh siapa pun. Indonesia adalah negara yang demokratis, negara yang menjunjung tinggi atau mengedepankan politik bebas-aktif. Urusan dalam negeri  menjadi tanggung jawab Indonesia. Kedaulatan itu menjadi segalanya serta penting bagi Indonesia.
          Sementara itu, Kementerian Luar Negeri RI menegaskan pemerintah tidak pernah ikut campur dengan masalah dalam negeri negara lain. Sebaliknya, negara lain diminta tak mencampuri. Terkait dengan permintaan penutupan sejumlah lembaga pendidikan di Indonesia oleh Kedubes Turki, juru bicara  Kementerian Luar Negeri Indonesia  Arrmanatha Nasir mengatakan, pihaknya sedang memperlajari sajauh apa hubungan atau kerja sama lembaga-lembaga pendidikan tersebut dengan Pemerintah Turki. Kemenlu sedang melakukan kordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). (http://nasional.republika.co.id/)
          Sedangkan Kemendikbud sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan lembaga-lembaga pendidikan tersebut menjelaskan kaitan Turki dengan sekolah-sekolah tersebut adalah dalam hal bantuan manejemen termasuk sejumlah tenaga pendidik asal Turki. Namun, semua aset sekolah adalah milik dalam negeri. Termasuk kurikulum yang digunakan juga kurkulum yang digunakan di tanah air. Sebab itu, tak ada alasan untuk menutupnya. Hanya, mungkin kontrak menajemennya yang akan diselesaikan.(pikiran-rakyat.com/)
Latar belakang
Mempelajari permintaan Turki di atas, saya melihatnya ada beberapa sebab yang melatarbelakangi. Pertama, permintaan tersebut bisa dipahami sebagai sikap kalap. Istilah kalap saya gunakan menggambarkan sebuah ketakutan dan kepanikan yang luar biasa Rezim Erdagon. Erdagon merasa kecolongan. Terlepas apakah kudeta ini riil dan nyata atau rekayasa belaka seperti dituduhkan sebagian pihak, kepanikan terlihat jelas dari upaya pemberantasan semua elemen yang terkait dengan Fethullah Gulen sebagai pihak yang tertuduh sebagai aktor kudeta.
Kedua, upaya represif pemerintah Turki terhadap segala potensi perlawanan. Permintaan ini merupakan bagian upaya represif, menekan setiap pihak yang terkait dengan dalang aksi kudeta.  Pemerintah Turki nampaknya akan memukul rata semua  pihak. Tak pandang bulu, tak perlu kajian terlebh dahulu. Ini mirip dengan yang pernah terjadi di tanah air terkait Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemerintah orde baru seperti diketahui telah memberantas semua yang berbau PKI. PKI diyakini sebagai laten yang sangat berbahaya. Pengaruh orde baru terkait laten komunis ini masih terasa sampai hari ini. Kita masih ingat beberapa waktu lalu, energi bangsa ini terkuras meributkan pesoalan gambar palu arit misalnya.
Ketiga, meminta solidaritas. Salah satu argumentasi Pemerintah Turki terkait permintaan itu adalah atas nama solidaritas sesama negara muslim. Alasan solidaritas ini bukan omong kosong. Sebab sejumlah negara mengamini permintaan tersebut dengan alasan membantu sesama negara muslim. Sejumlah negara  telah membantu Turki menutup sekolah yang terkait dengan FETO. Negara-negara tersebut adalah, Jordania, Azerbaijan, Somalia, dan Niger. Sementara itu, Siprus Utara yang masuk dalam bagian Republik Turki memasukkan FETO dalam daftar organisasi teroris.
Sikap kita
          Apa yang menjadi sikap Pemerintah seperti disampaikan Sekretaris Kebinet Pramono Anung, Juru Bicara Kemenlu RI Arrmanatha Nasir dan lainnya adalah tepat dan benar. Kita memang harus bahkan saya menyebutnya wajib menolak permintaan tersebut. Kenapa? Saya melihat permintaan itu  sebuah intervensi. Sebagai negara merdeka dan berdaulat kita tak sepantasnya dintervensi, diatur oleh negara lain. Intervensi adalah bentuk lain penjajahan di era modern. Padahal dalam pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Karena tidak sesuai dengan peri-kemanusian dan peri-keadilan.
Kemudian Indonesia menganut Politik bebas aktif. Artinya, dalam percaturan politik global Indonesia berperan secara aktif dan bebas. Aktif dalam pengertian selalu mengambil inisiatif dan mengendalikan peran. Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas kejadian-kejadian intenasionalnya melainkan bersifat aktif. Sedangkan bebas, maknanya tak berpihak pada kekuatan manapun baik blok barat atau blok timur. Indonesia bebas dari Idiologi apa pun. Bebas juga dimaknai, Indonesia tidak boleh berdiam diri dalam tekanan negara lain.  Ini makna kemerdekaan dalam politik luar negeri kita.
Selanjutnya, kita pun perlu menunujukkan kemandirian diri kepada bangsa lain. Terkait dengan kemandirian diri Bung Karno,  sang Proklamator menyebutnya Tri Sakti yaitu berdaulat secara politik,  berdikari secara ekonomi dan berkepribadian secara sosial dan  budaya. Kaitan dengan Turki sekarang kemandirian poltik bangsa kita dipertaruhkan. Maka, jangan sekali-kali tunduk apalagi merendahkan diri pada bangsa mana pun termasuk kepada Turki.
Akhirnya, tak ada pilihan bagi Indonesia kecuali menolak permintaan Turki guna menutup sekolah-sekolah yang pernah memiliki hubungan dengan Turki apa pun alasannya. Itu bagian dari kemerdekaan, kebebasan dan kemandirian sebagai bangsa merdeka. Momentum !7 Agustus mendatang kudu menguatkan tekad itu semua. Turki atau negara mana saja, tak boleh menginjak-injak harga diri bangsa. Mengutip Emha Ainun Nadjib, Permintaan Turki telah meremehkan Pemerintah Indonesia. Saatnya Indonesia bertindak tegas. Wa Allahu Alam

         


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar