Sabtu, 04 Juli 2015

Bacalah Dengan Menyebut Nama Tuhanmu



          Setiap tanggal 17 Ramadhan umat Islam memperingati turunya Al Quran atau nuzulul Quran. Peringatan nuzulul Quran merupakan momentum bagi setiap muslim untuk mengingat, mengenang serta mengkaji kembali perintah pertama Allah SWT sebelum kewajiban salat, zakat atau lainnya. Adalah perintah membaca menjadi perintah pertama sebelum Allah SWT memerintahkan hal lainnya. Allah SWT menyampaikan firman-Nya yang pertama kepada nabi Muhamad SAW dengan kata Iqra, bacalah.
          Membaca adalah perintah pertama Allah SWT yang tidak banyak dari kita yang menyadarinya. Kalau mengacuh kaidah ushul fiqhi, al amer yadullu alal wujub, kata perintah menunjukkan kewajiban sesuatu maka membaca hukumnya menjadi wajib. Hanya kesadaran terhadap kewajiban membaca terasa lebih tak terasa bila dibandingkan dengan kewajiban lainnya seperti salat. Saat meninggalkan salat seseorang merasa berdosa, tapi saat  meninggalkan kewajiban membaca tak ada yang mengganjal di hati dan pikirannya seakan ia tak berdosa. Padahal baik salat maupun membaca sama-sama kewajiban.
Dalam kamus besar Indonesia Departemen Pendidikan (2008) membaca diartikan melihat serta memahamiisi dari apa yg tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Menurut Richard C. Anderson membaca adalah melakukan suatu proses untuk membentuk sebuah makna dari teks tertulis. Dewasa ini, membaca tidak hanya dapat dilakukan melalui buku saja. Membaca dapat dilakukan melalui media internet. Dari sini, membaca tidak hanya dipahami sebagai melek aksara tetapi lebih jauh sebagai  media menerima informasi, mempelajari dan memahami sesuatu, serta mengkajinya lebih jauh.
Dalam surat Al Alaq 1 (ayat pertama turun) kita diperintahkan membaca dengan menyebut nama tuhanmu yang telah menciptkan, Iqra bissmi rabbikal ladzi kholaq. Bahwa membaca itu harus dibarengi degan niat karena Allah dengan senantiasa menyebut nama-Nya. Dalam membaca (apapun yang dibaca) kita akan menemukan kebesaran Allah SWT, saat itu kita dianjurkan untuk mengingat dan menyebut nama-Nya. Bukankah Dia sumber ilmu pengetahuan? Bukankah Allah SWT sumber segala sesuatu? Bukankah Dia pencipta alam semesta, termasuk kita di dalamnya?
Mendengar, Membaca, Menulis
          Mendengar, membaca, menulis adalah tahapan budaya yang harus dilalui oleh setiap bangsa dalam membangun peradaban. Pertama, budaya mendengar. Ini tahap awal dimana orang tak bisa membaca atau belum gemar membaca. Informasi diperoleh hanya dari mendengar. Kata kuncinya adalah katanya, katanya. Informasi disampaikan dalam bahasa verbal atau bahasa tulisan. Kedua, selangkah lebih maju budaya membaca. Menerima informasi tidak hanya dari katanya, atau bahasa lisan yang disampaikan oleh lawan bicara. Tapi melalui membaca. Membaca buku, koran, majalah, atau lainnya dijadikan sumber informasi dan refrensi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk sekarang sumber bacaan sangat beragam dan banyak. Tidak terpaku dalam tulisan di atas kertas, tapi lebih dari itu sistem digital telah mendominasi dalam kehidupan saat ini. Ketiga, budaya menulis. Ini tahapan tertinggi. Puncaknya kita harus banyak mendengarkan informasi, membaca refrensi kemudian menulis segala hal yang kita pahami dan kuasai agar pikiran, gagasan kita bisa sampai ke orang lain, menembus ruang dan waktu. Tulisan kita menjadi karya yang akan dinikmati oleh banyak generasi. Karena bahasa lisan hilang saat orang berhenti bicara, tapi bahasa tulisan akan abadi. Tulisan kita akan dibaca oleh bukan saja orang yang sejaman dengan kita, tapi anak cucu kita pun bisa mewarisi pemikiran kita dalam tulisan tersebut.
          Sekarang bagaimana dengan kita semua? Berada di posisi keberapa? Merasa nyaman di budaya mendengar? Atau sudah gelisah merambah ke membaca dan menulis? Pengamatan saya, (semoga saja salah) bangsa kita ini masih pada tahapan bangsa pendengar. Budaya kita baru pada tahapan katanya, katanya. Yakni sebuah ungkapan yang refensinya mendengar. Ukuran sederhanaya,  kita ini baru dinyatakan melek aksara beberapa tahun yang lalu. Sebelumnya masih banyak anak bangsa yang belum dapat membaca. Yang dapat membaca malas membaca. Mari mengintropeksi diri, mari kita mengukur diri. Sehari kita membaca berapa halaman? Berapa buku? Jujur harus diakui masih jauh. Jangankan masyarakat biasa masyarakat terdidik saja misalnya guru-dosen, juga siswa atau mahasiswa tidak sedikit yang malas bahkan jarang membaca. Padahal semestinya membaca menjadi teman bagi mereka. Coba tanyakan kepada mereka sebulan berapa buku yang dibeli? Mungkin hanya sebagian kecil dosen, guru  atau  atau mahasiswa yang biasa membeli buku. Itu pun saat masih di kampus. Begitu lulus, menjadi sarjana mereka berlebur dengan yang banyak menjadi malas kembali membaca, apalagi menulis. Membeli buku? Tentu tidak.
Peringatan Kewajiban Membaca
          Peringatan nuzulul Quran menjadi peringatan bagi kita semua, umat Islam akan  kewajiban membaca. Kemudian muncul pertanyaan apa yang harus dibaca? Dalam Islam tidak dibatasi apa saja yang harus dibaca dan apa yang tak boleh dibaca. Semua ilmu, informasi, bacaan bisa kita pelajari, kita baca. Yang penting bacaan kita mendatangkan manfaat buat kita juga orang lain.
          Akhirnya, berdosalah kita bila tidak mau membaca, tidak mau mempelajari, tidak mau mengkaji. Apa yang kita baca, kita pelajari, kita kaji, diusahakan mendatangkan manfaat buat semua. Maka bacalah dengan menyebut nama tuhanmu. Wa Allahu ‘Alam


         

         


Tidak ada komentar:

Posting Komentar