Senin, 13 Juli 2015

SUKSES BERPUASA



          Kita sudah sampai di penghujung bulan suci Ramadhan. Pertanyaanya, apakah kita sukses dalam berpuasa? Mengacu surat Al Baqarah 184,  tujuan puasa adalah maqam (baca:predikat) taqwah. Bahwa berpuasa adalah sebuah proses yang mengantarkan kita menjadi orang yang bertaqwah. Jalaluddin Rakhmat (1995) menyebut puasa sebagai madrasah ruhani. Yakni wahana dan tempat pembelajaran bagi orang-orang beriman dalam mensucikan diri dari  segala macam kotoran baik jasmani maupun ruhani. Puasa menjadi sebuah proses seorang hamba mendekatkan diri pada Tuhannya. Tentu tidak mudah meraih gelar atau predikat taqwah. Rintangan, halangan, godaan telah menghadang kita selama berpuasa. Serangkaian Rintangan, halangan, godaan tersebut dapat menghancurkan dan menghapus pahala berpuasa bila kita tak mampu menaklukkannya.
          Ramadhan menggembleng dan melatih kita untuk selalu mentaati Allah SWT, menjauhi larangan-Nya. Di dalamnya kita berlatih jujur, peduli dengan sesama dengan merasakan lapar dan dahaga kaum du’afah (orang lemah). Selama berpuasa kita mengikis habis berbagai penyakit hati seperti riya’, hasud atau iri dengki, ghibbah (membicarakan orang lain), nammimah atau mengaduh domba, fitnah (menuduh orang). Dalam berpuasa juga kita menahan ammarah atau emosi tak terkendali. Ramadhan benar-benar menjadi madrasah ruhani (baca:tempat belajar jiwa) yang mampu membersihkan dan mensucikan manusia dari berbagai kotoran dan dosa. Setelah berpuasa kesucian jiwa kita diharapkan kembali. Itulah makna idul fitri.
Sukseskah puasa kita?
          Kesuksesan berpuasa dapat diukur dengan mengevaluasi diri, sejauh mana kita meraih tingkatan taqwa. Dan ketaqwaan dapat dilihat dari ciri-cirinya, yang melekat pada diri muttaqin atau orang yang bertawa. Al Quran menyebutkan ciri orang bertaqwa di antaranya, Pertama, dalam Al Baqarah ayat 3-4 dijelaskan bahwa ciri orang bertaqwa adalah 1)meyakini hal-hal gaib, 2) gemar mendirikan salat, 3) suka menafkakan sebagian hartanya kepada yang membutuhkan, 4) menerima, mengimani dengan segala konsekuensinya termasuk pasrah sepenuhnya terhadap ajaran yang diturunkan kepada nabi Muhamad SAW dan 5) meyakini adanya hari akhirat.
Jelasnya, bahwa orang bertaqwa adalah orang yang memilki keimannan yang kuat. Iman yang melahirkan ketaatan pada Allah dan rasul-Nya. Apa yang diperintahkan Allah atau rasul-Nya, dilakukan dengan sepenuh hati didasari niat dan tekad untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ia senantiasa mendirikan salat dengan khusuk dan ikhlas sehingga salatnya tersebut dapat mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar. Ia selalu berbagi dengan saudara-saudaranya sesama manusia yang membutuhkan baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit, baik saat senang maupun saat susah. Dalam puasa hal-hal di atas telah dilatihkan pada kita. Salat tarawih menamkan kecintaan pada salat. Zakat, infaq dan sedekah saat berpuasa sangat diutamakan dalam Ramadhan. Merasakan lapar, dahaga bertujuan  berbagi rasa, membangkitkan empati dan kepedulian terhadap sesama.
Kedua, surat Al Baqarah ayat 177 menjelaskan ciri-ciri orang bertaqwa di samping seperti yang telah disebutkan dalam ayat 3-4 seperti beriman, mendirikan salat dan lainnya, dalam ayat ini ditambahkan ciri orang bertaqwah  yang lain yaitu bersedia membebaskan budak, menunaikan zakat, memenuhi janji, bersabar dalam segala hal.
Bagi orang bertaqwa zakat adalah kewajiban yang harus ditunaikan. Zakat adalah ibadah sosial yang memupuk rasa empati dan kepedulian terhadap sesama. Zakat diwajibkan kepada mereka yang memilki harta lebih. Dalam berpuasa kita mengakhirinya dengan zakat fitrah untuk membersihkan jiwa kita. Lebih jauh, bahwa merasakan lapar atau dahaga saja tidak cukup, kita harus segera berbagi.
Memenuhi setiap janji menjadi karakter lain orang yang bertaqwa. Janji memang hutang yang harus dibayar. Kemudian orang bertaqwa senantiasa bersabar dalam menjalankan kehidupan. Sabar dalam artian menerima dengan lapang apa yang menimpa dirinya, atau apa yang didapat. Dalam sebuah hadis ditegaskan sabar itu ada tiga macam yaitu sabar dalam menjalankan perintah, sabar dalam menjauhi larangan, dan sabar saat tertimpa musibah.
          Ketiga, dalam Surat Aali 'Imraan 133 – 135 disebutkan, diantara tanda orang bertaqwa adalah menafkan sebagian hartanya saat lapang maupun sempit, menahan amarah, suka memaafkan, memohon ampun, tidak berbuat keji. Allah SWT telah berfirman, “Orang-orang yang menafkahkan , baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan  orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.Dan  orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri , mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”     
          Nah, sekarang saatnya mengevaluasi diri apakah sifa-sifat di atas sudah tertanam, melekat pada diri kita? Jawaban kita menjawab sukses tidaknya kita berpuasa. Sukses atau gagal berpuasa akan  terlihat jelas saat meninggalkan Ramadhan. Coba renungkan, kalau selama ini kita basahi lisan kita dengan dzikir, salawat, bacaan Al Quran bagaimana setelah Ramadhan? Apakah lisan kita masih istiqamah? Atau sebaliknya? Lisan yang saat berpuasa digunakan untuk dzikir, salawat, bacaan Al Quran itu sekarang kita gunakan untuk menggunjing orang, memfitnah atau mengadu-domba. Begitu seterusnya. Semoga kita tergolong orang-orang yang dapat mempertahankan kesucian jiwa setelah berpuasa. Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir bathin.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar