Minggu, 28 Juni 2015

TIDAK SEKADAR MENAHAN LAPAR DAN DAHAGA



          Satu sore, Rasulullah SAW mengelilingi pinggiran kota Madinah. Di bulan suci Ramdhan itu sengaja beliau menghabiskan waktu menjelang magribnya untuk melihat dan memantau aktivitas masyarakat Madinah. Di sebuah perkampungan, seorang perempuan sedang marah-marah, mengomel, mengumpat dan memaki lawan bicaranya, pembantu rumahnya sendiri. Rasulullah SAW menyaksikan kejadian itu, beliau mengamati perempuan itu, kemudian beliau kembali ke rumahnya. Sampai di rumah, nabi SAW langsung menujuh ke satu sudut, beliau mengambil berbagai macam makanan. Bergegas meninggal kembali rumahnya dan menuju ke perkampungan yang telah dikunjungi sebelumnya.
          Begitu sampai, Rasulullah SAW langsung mengucap salam dan menyapa. Salam dan sapaan Rasulullah menghentikan sang perempuan memarahi pembantu rumahnya tersebut seraya ia menjawab salam dan sapaan Rasulullah. Siapa gerangan anda? Aku Muhammad, Rasul Allah, jawab sang nabi. Ini aku bawakan beberapa makanan untuk kamu, makanlah wahai fulanah, lanjut nabi. Aku sedang berpuasa wahai nabi Allah jawabnya.Nabi Muhamad SAW menimpali, puasa itu tidak sekadar menahan makan dan minum. Mulut, mata, seluruh anggota tubuh pun harus ditahan dari segala perbuatan dosa seperti mencaci maki orang lain, marah, mengumpat dan lainnya. Kemudian Rasulullah SAW  bersabda, Saat ini sungguh sedikit orang yang sedang berpuasa yang banyak hanyalah orang yang merasakan lapar dan dahaga.
          Riwayat di atas menegaskan kepada kita bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga tetapi lebih daripada itu. Puasa secara bahasa diartikan sebagai imsak, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan menahan diri. Sedangkan menurut istilah, para ahli fiqhi menyebutkan puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa  sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Al Imam Gazali membagi orang puasa pada tiga kelompok. Kelompok pertama disebutnya sebagai puasanya orang awam yakni berpuasa hanya menahan lapar dan dahaga. Kelompok kedua disebutnya puasanya orang khusus yaitu disamping menahan lapar dan dahaga juga menjaga seluruh anggota tubuh dari perbuatan keji dan dosa. Sedangkan kelompok ketiga disebutnya sebagai puasanya orang super khusus yakni disamping menahan lapar dan dahaga, menjaga anggota badan dari dosa, juga menjaga hati dari keburukan seperti berprasangka buruk, iri hati dan lainnya.
Puasa memang berbeda dengan ibadah yang lainnya, pertama, khusus ibadah puasa urusannya langsung Allah SWT yang menanganinya. Allah yang akan memberi penilaian terhadap orang yang berpuasa, berbeda dengan ibadah lainnya Allah SWT melibatkan para malaikat seperti malaikat Raqib dan Atid. Dalam sebuah hadist Qudsi disebutkan "Setiap amal perbuatan anak Adam - yakni manusia itu, yang berupa kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya dengan sepuluh kalinya sehingga tujuhratus kali lipatnya. "Allah Ta'ala berfirman: "Melainkan puasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untukKu dan Aku akan memberikan balasannya” (HR. Imam Muslim).
Kedua, puasa tidak bisa dimasuki riya’ karena dalam ibadah ini hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Dalam ibadah salat misalnya, bisa saja pelakunya bertujuan untuk dipuji orang, tapi tidak dengan puasa sebab hanya Allah yang mengetahui apakah ia sedang berpuasa apa tidak.
Ketiga, berbeda dengan ibadah lainnya, Allah membalas orang yang berpuasa dengan surga dan menyediahkannya pnitu khusus buat mereka. Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya syurga mempunyai suatu pintu yang dinamakan “Rayyan”. Pada hari kiamat nanti pintu tersebut akan berseru kepada orang-orang yang telah berpuasa untuk memasuki surga melalui pintu itu. Setelah semuanya masuk, ditutuplah pintu itu.(HR. Bukhori Muslim)
Pesan Moral dan Sosial
          Ibadah puasa menyampaikan banyak pesan kepada kita baik yang bersifat moral maupun sosial. Pesan-pesan tersebut harus kita tangkap selama kita berpuasa. Pesan-pesan itu harus kita rasakan dalam kehidupan nyata pasca Ramadhan. Di antara pesan itu adalah, pertama, berpuasa mengajarkan kejujuran dan tanggung jawab. Seperti disinggung sebelumnya puasa ibadah yang hanya Allah dan yang bersangkutan yang mengetahuinya. Ini menjadi ujian kejujuran seorang. Orang bisa saja mengatakan berpuasa, tapi Allah SWT mengetahu yang sebenarnya. Hal ini sekaligus menamkan tanggung jawab terhadap diri sendiri, lingkungan, tentu Allah SWT.
          Kedua, menyucikan jiwa. Puasa menjadi ajang dan wahana penyucian diri dan jiwa. Karenanya selesai berpuasa kita diharapkan menjadi orang yang suci, kembali seperti semula (fitrah). Idul fitri (menjadi suci seperti awal penciptaan) menjadi tujuan akhir orang berpuasa. Maka beruntunglah orang berpuasa, yang senantiasa mensucikan dirinya. (QS.87:14)
          Ketiga, puasa mendidik kita bahwa harta yang kita miliki itu ada waktu dan saat yang benar kita menggunakannya. Ini disimbolkan makanan yang halal, yang kita miliki tak boleh dimakan sebelum waktu maghrib tiba.  Saya teringat dengan ucapan Sayidana Ali bin Abi Thalib ra, Tidak pernah aku melihat ada orang yang memperoleh harta yang berlimpah kecuali di sampingnya ada hak orang yang disia-siakan. Harta dan kekayaan yang kita peroleh secara halal sebaiknya tak kita gunakan sebelum mengeluarkan apa yang menjadi hak kaum lemah seperti fakir, miskin, anak yatim.
          Keempat, puasa melatih kesabaran.  Sabar adalah menahan diri (baca:menerima) apa yang kita terima, kita rasakan. Menahan lapar,  dahaga dan apa saja yang membatalkan puasa melatih dan menggebleng   kesabaran seorang mukmin. Tanpa sabar kita tidak mungkin mampu menahan diri dari makan dan minum ketika berpuasa. Sifat sabar, semcam ini  harus dimiliki dalam kehidupan setelah berpuasa yang penuh dengan godaan, cobaan dan problem yang berkaitan dengan aspek-aspek ekonomi, pendidikan, politik, kemanusiaan dan lain-lainnya. Dan sifat sabar tidaklah muncul dengan sendirinya, melainkan harus dilatih secara bertahap, sehingga kesabaran tertanam secara kokoh dalam diri dan  jiwa kita.
          Kelima, memupuk solidaritas sosial. Berpuasa seharusnya menumbuhkan kesadaran sosial. Kita dipaksa merasakan penderiataan orang-orang miskin berupa rasa lapar dan dahaga. Hal itu diharapkan dapat menumbuhkan kepedulian terhadap mereka yang lemah. Tak heran jika di bulan ini infak, sodaqoh kerapkali dilakukan oleh umat Islam.
          Keenam, mengajarkan kebersamaan. Dalam berpuasa pola makan kita diatur secara bersama-sama. Sahur di pagi hari sebelum fajar dan berbuka (ifthor) saat tiba waktu maghrib yakni ketika matahari terbenam.
Pesan-pesan itu akan bisa ditemukan dan kita rasakan selama kita berpuasa  dengan cara yang benar, tentu tidak berpuasa yang hanya menahan lapar dan dahaga. Semoga kita termasuk orang berpuasa yang mampu meraih berbagai hikmah di balik kewajiban itu. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar