Dimas
Kanjeng ramai dibicarakan. Keberadaannya mampu menghipnotis masyarakat luas.
Khalayak terkejut-kejut. Seorang seperti Dimas Kanjeng bisa membohongi ribuan
orang dari berbagai kalangan. Bahkan tokoh nasional sekelas Marwah Daud Ibrahim
turut jadi korban. Dan anehnya, sebagian mereka tak merasa tertipu. Mereka
masih mempercayai yang bersangkutan.
Seorang pengikut mengatakan, Dimas
Kanjeng akan menyelamatkan ekonomi umat. Sebab itu ia berharap aparat hukum
melepaskannya dari semua tuntutan. Bahwa untuk kepentingan bangsa dan
negara, Dimas Kanjeng sebaiknya dilepas.
Bukan lagi mengasuh padepokan, melainkan direkrut menjadi pegawai pemerintah. Biar
pemerintah nggak repot-repot memungut pajak. Cukup
menggandakan uang yang sudah ada. Lucu bukan?
Mungkin sebagian dari kita bertanya,
sehebat apa Dimas Kanjeng sampai bisa mencuci otak orang seperti itu. Bagi
saya, Dimas Kanjeng hanya penipu biasa. Tak ada yang spesial dalam menjalankan
aksinya. Dia (seperti yang lain dalam meninpu) menggunakan simbol-simbol agama
dalam memoles aksi. Justru saya melihat faktor gaya hidup instan masyarakat
yang akut menjadi persoalan utama dalam kasus ini.
Gaya hidup instan sering kita
saksikan. Seorang artis menjadi
terkenal hanya karena mengaku pernah menjadi selingkuhan politisi di Senayan.
Tak perlu capek-capek, ia menjadi ngetop. Seorang pegawai (negeri atau swasta)
karena tuntutan pekerjaan membeli ijazah tanpa berlama-lama melakoni kuliah.
Seoarang petani menjual sawah untuk
berinvestasi pada perusahaan yang menawarkan penghasilan berlipatganda sekadar
memotong jalan menjadi kaya. Ia cukup duduk manis di rumah, uang masuk ke
rekeningnya setiap bulan.
Demikian juga bagi mereka yang ingin kaya, kiranya tak
perlu lagi repot-repot merintis bisnis dan melakukan ekspansi usaha. Cukup
mengikuti ritual, kekayaan diharapkan bisa datang cepat. Untuk tujuan seperti ini Dimas Kanjeng dibutuhkan. Mereka
ingin kaya tanpa usaha. Mereka bermimpi memilki uang banyak tanpa harus
berkeringat.
Ya, hidup instan menjadi pilihan banyak orang. Hidup instan
menjadi gaya hidup sebagian besar masyarakat kita. Memilih jalan pintas
merupakan sesuatu yang lumrah. Tidak salah. Walau untuk itu, hukum diabaikan.
Norma agama, sosial dibuang. Ada
banyak kisah terkait dengan jalan instan yang diambil oleh sebagian orang.
Selain cerita keberhasilan, tak sedikit dari mereka yang menemui kondisi yang
berkebalikan dari yang diharapkan.
Jalan instan sejatinya bertujuan
meringkas ruang dan waktu. Fokus pada hasil dan mengabaikan proses. Tapi hidup instan telah menghilangkan nalar kritis dari
seseorang. Selain itu, mereka yang telah dirasuki pola pikir instan akan selalu
menyederhanakan sesuatu hingga tak lagi memiliki kemampuan dalam menghadapi berbagai
masalah. Selain itu kredibilitas dan integritas seseorang riskan tergadaikan.
Kenapa memilh instan?
Menurut hemat saya, memilih jalan instan disebabkan
beberapa hal. Pertama, rendahnya etos
kerja. Etos kerja bangsa kita dikenal sangat lemah. Padahal seperti ditegaskan
Jansen Sinamao etos kerja adalah kunci dan fondasi keberhasilan suatu
masyarakat atau bangsa. Etos juga merupakan salah satu syarat bagi upaya
peningkatan kualitas tenaga kerja atau SDM, baik pada level individu,
organisasi maupun sosial.
Tidak hanya lemah, etos kerja masyarakat kita
dikenal buruk. Dalam buku Manusia
Indonesia, Mochtar Lubis (1977) menegaskan etos kerja orang Indonesia
adalah (1)
Munafik atau hipokrit. Suka berpura-pura, lain di mulut lain di hati; (2) Enggan bertanggung jawab. Suka
mencari kambing hitam;
(3) Berjiwa feodal. Gemar upacara, suka dihormati daripada menghormati dan lebih mementingkan status daripada prestasi; (4) Percaya takhyul. Gemar hal keramat, mistis dan gaib; (5) Berwatak lemah. Kurang kuat mempertahankan keyakinan, plinplan, dan gampang terintimidasi. Dari kesemuanya, hanya ada satu yang positif, yaitu (6) Artistik; dekat dengan alam. Dengan melihat keadaan saat ini, ini merupakan kenyataan pahit, yang memang tidak bisa kita pungkiri, dan memang begitu adanya.
(3) Berjiwa feodal. Gemar upacara, suka dihormati daripada menghormati dan lebih mementingkan status daripada prestasi; (4) Percaya takhyul. Gemar hal keramat, mistis dan gaib; (5) Berwatak lemah. Kurang kuat mempertahankan keyakinan, plinplan, dan gampang terintimidasi. Dari kesemuanya, hanya ada satu yang positif, yaitu (6) Artistik; dekat dengan alam. Dengan melihat keadaan saat ini, ini merupakan kenyataan pahit, yang memang tidak bisa kita pungkiri, dan memang begitu adanya.
Maka,
dalam meraih kesuksesan masyarakat lebih memilih jalan pintas. Bagaimana hidup
sejahtera tanpa harus usaha. Bagaimana bisa kaya raya tanpa bekerja. Bagaimana
bisa banyak uang dengan hanya berpangku tangan. Ini gaya hidup instan, dipilih
mengabaikan kerja keras.
Kedua, mengabaikan
akal sehat. Dalam logika akal sehat setiap sesuatu memiliki sebab akibat.
Setiap sesuatu ada prosesnya. Hujan diawali dengan mendung. Kesuksesan dan
keberhasilan diraih dengan kerja keras. Keuntungan diperoleh dengan usaha.
Begitu seterusnya. Mengesampingkan sebab (baca:proses) pada dasarnya adalah mengabaikan
akal sehat. Dan hidup instan merupakan akibat dikesampingkannya akal sehat.
Ketiga, rapuhnya
karakter, mental dan kepribadian. Sikap tanggung jawab, kejujuran, kerja keras
dan disiplin menjadi sesuatu yang langka. Rasa percaya diri, tekad bulat telah
mengendor dalam diri setiap dari kita. Kesabaran, tahan banting, serta ulet
menghilang dari diri kita. Ketika mental, karakter dan kepribadian rapuh,
memilih jalan pintas, hidup instan tak terhindarkan.
Sebab itu,
pendidikan atau penguatan karakter baik yang dilakukan oleh sekolah, keluarga
atau masyarakat luas mutlak dibutuhkan. Revolusi mental yang digagas Presiden
Jokowi tak boleh berhenti di tempat. Harus diteruskan. Sehingga bangsa kita
menjadi tangguh dan kuat. Tidak cengeng, terlebih memilih yang serba instan.
Akhir
kata, budaya instan dalam segala hal kudu ditinggalkan. Raih kesuksesan dengan
kerja keras. Mimpi setinggi langit memang sah. Tapi iringi mimpi itu dengan
usaha. Jangan sekadar mimpi. Kemudian duduk manis mengharap bulan jatuh dari
langit. Berkhayal jadi orang kaya raya itu boleh. Maka rajinlah bekerja untuk
mewujudkan keinginan itu. Wa Allahu Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar