Senin, 28 November 2016

Sindiran Jokowi ke PAN


          Selama sepekan Presiden Jokowi bergrilya, merapatkan barisan dalam menyatukan semua elemen bangsa pasca aksi damai 4 Nopember.  Dalam safari poliitik konsolidasi tersebut tak terlihat para pemimpin parpol pendukung mendampingi. Seorang diri, Jokowi meyakinkan dan mengajak rakyat menjungjung tinggi kebinekaan, Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Saya tak menyaksikan satu parpol pendukung pun,  walau sekadar jumpa pers menyatakan dukungan terhadap langkah yang diambil Jokowi. Mungkin sudah budaya politik parpol-parpol kita. Menunggu arah angin lebih jelas, siapa yang memenangkan permainan. Mereka terbiasa hadir saat menjelang akhir ketika happy ending di depan mata. Padahal aksi 411 terindikasikan adanya upaya melengserkan Jokowi dari kursi RI-1.
          Setelah arah angin mulai nampak jelas, Kemaren (13/11) Parta Amanat Nasiona (PAN) menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas). Dalam sambutannya, Ketua umum PAN, Zulkifli Hasan menegaskan, kita mengapresisasi pernyataan presiden yang disampaikan beberapa saat lalu. Presiden telah menyampaikan, menimbang, mengikuti aspirasi usulan umat muslim terhadap yang ramai 4 November kemarin. Pemerintah telah merespons tuntutan aksi. Dan saya sudah sampaikan langsung bahwa persoalan ini akan diselesaikan secara hukum. Presiden tidak akan melindungi Gubernur petahana nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
          Ucapan di atas bertolak belakang dengan sikap beliau ketika mengizinkan (seperti halnya Fahri Hamzah dan Fazli Zon) para demonstran bermamalam di gedung DPR-MPR. Sikapnya menimbulkan tanya, apa sebenarnya yang dipikirkan sang Ketua saat itu? Apa beliau mengikuti irama atau skenario Fahri Hamzah dan Fadli Zon? Apa Zulkifli Hasan sedang menyamakan posisi dengan besanya, Amin Rais yang ikut juga berorasi dalam aksi tersebut?
          Sikap Zulkifli Hasan yang memfasilitasi demonstran bermalam di gedung DPR/MPR tak mencerminkan sebagai seorang negarawan. Sikap tersebut lebih menegaskan posisi beliau sebagai politikus ulung. Politikus yang mampu memposisikan diri mengikuti arah angin politik. Sebagai ketua PAN-pun, beliau tak membuktikan diri menjadi partai pendukung pemerintah. Bagaimana beliau mengizinkan demonstran bermalam di gedung parlemen saat aparat keamanan sebagai kepanjangan tangan pemerintah berupaya membujuk perserta aksi menaati aturan, membubarkan diri?
Sebagai orang awam, saya tak mampu menerjamahkan permaianan politik semacam itu. Saya hanya bisa menyimpulkan, kok seperti dagelan. Politik memang kerap seperti dagelan. Tak ada lawan maupun kawan abadi. Yang ada kepentingan sejati. Politik hanya mengupayakan kekuasaan. Tak perlu menimbang moralitas. Tak harus setia dengan kawan. Tak malu berpelukan dengan lawan.
Dan Hari Minggu lalu, di depan forum Rapimnas PAN, Presiden Jokowi menyampaikan pandangannya. Presiden Joko Widodo mengaku heran dengan kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan ke Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Menurut Jokowi, kasus tersebut melebar dan malah menyeret namanya sebagai Kepala Negara. Dalam aksi unjuk rasa 4 November, tuntutan pendemo adalah Ahok segera diproses hukum. Namun, setelah aksi tersebut tuntutan melebar hingga ada yang menyuarakan pelengseran Presiden.
Jokowi mengatakan, Saya heran, ini kan urusan DKI. Lha kok digesernya ke presiden, ke saya? Coba kita logika dan kalkulasi nalar saja. Kalau saya sih senyam senyum saja. Ungkapan Jokowi tersebut merupakan sindiran halus namun kuat kepada parpol-parpol pendukung pemerintah termasuk PAN, yang tak memposisikan diri bersama dirinya sebagai kepala negara dan pemerintahan dalam mengadapi kasus Ahok yang berujung aksi 4 Nopember beberapa waktu lalu.
Presiden seakan menegaskan sebagai partai pendukung kemana kalian saat pemerintahan atau negara dirorong? Kemanakah kalian ketika wibawa kepala negara dilecehkan? Kemana kalian manakala pemerintahan Jokowi-JK hendak dijatuhkan, dilengserkan? Semuanya Cuma menonton. Mengikuti permainan yang ditabuh oleh para oposan. Aneh. Memang aneh. Kata teman saya, kalau gak aneh bukan Indonesia namanya. He, hehe.
Aksi damai 4 Nopember disamping menjadi ujian berat buat Presiden Jokowi juga dapat dijadikan sebagai alat mengukur kesetian partai pengusung. Jokowi pastinya tak bodoh. Dia akan mempelajari secara cermat. Kajiannya akan dijadikan pertimbangan berikutnya saat mengambil keputusan terkait partai politik yang mengusungnya.
Terakhir, semoga ini menjadi pembelajaran bagi semua. Berpolitik itu sah, dilindungi oleh konstitusi. Karena itu jangan cemari politik dengan prilaku kotor, mengejar kekuasaan dengan segala cara. Politik bermartabat memberikan pembelajaran berharga bagi rakyat. Begitu sebaliknya. (ditulis 14 Nopember 2016)

          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar