Sabtu, 26 September 2015

Apa Salah Gayus Tambunan?


          Publik kembali terkejut. Gayus Tambunan, narapidana 30 tahun dalam kasus pajak diketahui keluar meninggalkan lembaga pemasyarakatan. Gayus Tambunan terlihat dalam sebuah photo yang diunggah oleh Baskoro Endrawan di media sosial Faacebook. Gayus Tambunan sedang makan bersama dua orang wanita di sebuah restoran di Jakarta. Gayus tampak memakai kaos biru, celana jeans dan topi biru serta memakai jam tangan. Sebuah telepon genggam pun tampak berada di atas meja di hadapannya. Setelah dikonfirmasi ke berbagai pihak, ternyata benar Gayus Tambunan keluar dari lembaga pemasyarakatan Sukamiskin Bandung Rabu, 9 September 2015 untuk keperluan menghadiri sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam kasus gugutan cerai dari istrinya. Keberadaan Gayus yang bisa menghirup udara bebas di tengah masa tahanan pun dipertanyakan banyak kalangan.
          Kejadian semacam ini bukanlah yang pertama bagi Gayus Tambunan. Sebelumnya, 24 September 2010 dengan paspor palsu atas nama Soni Laksono Gayus Tambunan pergi ke Makau. Kemudian dilanjutkan jalan-jalan ke Singapura pada 30 September 2010. Gayus Tambunan pernah terlihat menontoton pertandingan tenis di Bali pada 26 Nopember 2013. Dan sekarang seakan tak pernah kapok ia berulah kembali.
          Ini yang menyebabkan Menteri Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berang dengan ulah terpidana Gayus Tambunan yang kembali membuat kontroversi dengan terlihat di publik. Pak Menteri seperti kebakaran jenggot. Beliau nampak marah bercampur kecewa, mengancam memindahkannya ke lapas Gununung Sindur Bogor. Ancaman itu terbukti,  menjadi kenyataan pada Selasa 22 September 2015. Di Lapas Gunung Sindur, Gayus menempati kamar khusus. Yaitu kamar yang ada di blok A yang  merupakan blok khusus tahanan narkoba.  Sebenarnya apa salah Gayus Tambunan sehingga membuat berang sang Menteri.
Bagi politisi Demokrat, Ruhut Sitompul, kaitan dengan Gayus, Menkum HAM sebagai pejabat negara tidak perlu marah,   memaki-maki, menyalahkan Gayus. Namanya narapidana pasti berusah ingin menghirup udara bebas. Dan untuk hal itu mereka melakukan apa saja. Lebih elok bila pak Menteri mengevaluasi dan mengoreksi anak buahnya di tingkat bawah. Karena terbukti dari rentetan plesiran (baca:keluar Lapas) Gayus Tambunan, justru yang terbukti bersalah adalah aparat hukum. Tercatat puluhan aparat hukum yang dijatuhi sanksi baik berat, sedang, maupun ringan karena ulah plesiran  Gayus Tambunan. Diantara mereka adalah Kepala Rutan  Brimob Iwan Siswanto, Bambang Heru Ismiarso mantan Direktur Keberatan dan Banding Pajak, Poltak Manulang Direktur Pra Penuntutan (Pratul), Jaksa Cirus Sinaga, dan masih banyak lagi.
Kesalahan Gayus sebenarnya hanya berusaha keluar di masa tahanan dari Lembaga Pemasyarakatan. Uang yang dimilki dijadikannya sebagai alat untuk tujuan itu. Uang digunakannya untuk menyuap semua oknum aparat terkait, yang memiliki kewenangan di Lapas, yang bisa membantunya keluar, menghirup udara bebas. Dan selebinya adalah kesalahan aparat penegak hukum. Dari kasus ini terlihat betapa bobroknya mental sebagian aparat hukum kita. Dan inilah persoalan yang seharusnya menjadi perhatian kementerian Hukum dan HAM untuk perbaikan ke depan. Sekarang Menteri  Hukum dan HAM dituntut untuk dapat membersihkan praktek-praktek ala mafiah yang ada di dalam Lapas. Menurut, Muthiah Alhasany (2015),saat menceritakan pengalamannya, mengaskan bahwa mafia Lapas tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi satu kesatuan dengan oknum kepolisian dan pengadilan. Trio setan yang membuat hukum menjadi tumpul, lebih banyak merugikan rakyat daripada membantu menegakkan keadilan. Karena mereka terdiri dari orang-orang yang paham dan ahli hukum, maka sulit untuk dijerat. Justru hukum menjadi sumber mata pencaharian mereka yang luar biasa. (http://www.kompasiana.com)
Izin Keluar Lapas
          Sebenarnya tidak mudah bagi seorang warga binaan untuk meninggalkan Lapas. Ada aturan yang sangat ketat  mengaturnya. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, ada beberapa hal (syarat)  yang membolehkan warga binaan keluar. Dalam Pasal 11 ayat 2 meninggalkan Lapas karena untuk urusan pendidikan. Disebutkan, apabila Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan membutuhkan pendidikan dan pengajaran lebih lanjut yang tidak tersedia di dalam LAPAS, maka dapat dilaksanakan di luar LAPAS.
          Dalam Pasal 17 ayat 1, untuk tujuan berobat. Itu pun bila di LAPAS tidak bisa tertangani oleh layanan kesehatan yang ada. Ditegaskan oleh ayat tersebut, dalam hal penderita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) memerlukan perawatan lebih lanjut, maka dokter LAPAS memberikan rekomendasi kepada Kepala LAPAS agar pelayanan kesehatan dilakukan di rumah sakit umum Pemerintah di luar LAPAS.
           Kemudian meninggakan LAPAS karena hal-hal yang luar biasa. Pasal 52 ayat 1 menyebutkan, Hak keperdataan lainnya dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi: a. surat menyurat dengan keluarga dan sahabat-sahabatnya;b. izin keluar LAPAS dalam hal-hal luar biasa. Lebih lanjut terkait hal-hal yang luar biasa, Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang tata cara pelaksanaan hak warga binaan menegaskan bahwa yang dimaksud hal-hal luar biasa adalah yang sungguh-sungguh luar biasa sifatnya meliputi :a)meninggalnya/sakit keras ayah, ibu, anak, cucu, suami, istri, adik atau kakak kandung; b)menjadi wali atas pernikahan anaknya;c)membagi warisan.
Ada juga hak cuti seperti yang diatur dalam pasal 41 ayat 1 dan ayat 42, disebutkan Setiap Nrapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dapat diberikan cuti berupa:a. cuti mengunjungi keluarga; dan b. cuti menjelang bebas. Untuk cuti mengunjungi keluarga dibatasi 2X24 jam. Sayangnya, menurut Pasal 36 ayat (1) Peraturan Menkum HAM No 21/2013 menyebutkan bahwa narapidana yang melakukan tindak pidana korupsi tidak berhak mendapat cuti mengunjungi keluarga.
Nah, sekarang bagaimana dengan kasus Gayus Tambunan, keluar LAPAS untuk mengikuti sidang kasus gugatan perceraian dari istrinya? Berdasarkan peraturan yang sudah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa hal itu ilegal,  tidak ada dasar hukumnya. Bila demikian, siapa yang salah? Orang yang meminta izin atau yang mengizinkan keluar? Anda pasti dengan mudah bisa menjawabnya.
Terlepas dari siapa yang lebih salah, akhir kata,  kita semua harus menyadari bahwa pengelolaan lembaga pemasyarakatan masih sangat lemah. Kelemahan utama ada pada pengawasan. Namun tidak menutup kemungkinan pada sektor lainnya. Dan yang paling penting, kita harus mewaspadai, memerrangi, melawan setiap mafia yang ada, termasuk di LAPAS. Mafia membuat segalanya menjadi rusak, kacau, dan keluar dari aturan yang ada. Wa Allahu Alam
(Dimuat Di Harian Radar Cirebon, Jumat, 25 September 2015)


         


Tidak ada komentar:

Posting Komentar