Sabtu, 26 September 2015

Memahami Musibah Dalam Haji 2015


          Musim haji tahun ini sangat memperhatinkan. Pasalnya, musibah secara beruntun menimpa jamaah haji, termasuk dari Indonesia. Diawali dengan jatuhnya alat berat crane di atap Masjidil Haram karena diterjang angin dan badai yang terjadi pada Jumat (11/9/2015). Faktor alam mendominasi sebab musibah, walau ada faktor kelalaian atau human eror. Ratusan orang meninggal dalam musibah ini, termasuk 11 jamaah haji asal Indonesia. Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Pemerintah Arab Saudi, menyimpulkan tidak ada unsur pidana dalam tragedi ini. Penyebab utamanya adalah kesalahan pengoperasian crane.  Sebagai  pengembang, Group Bin Ladin Saudi bertanggung jawab terhadap sebagian akibat terjadinya insiden. Kasus ini sudah diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum, sementara pihak pengembang sedang dicekal atau dilarang bepergian ke luar negeri dan tidak akan digunakan kembali dalam proyek pemerintahan selanjutnya. Demikian penjelasan Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Mustafa bin Ibrahim Al Mubarak, dalam konferensi pers di Kedubes Saudi Arabia beberapa waktu lalu. (htpp/Tempo.com)
          Kemudian, Kebakaran yang menimpa pemondokan haji 403 yang dihuni jemaah asal Indonesia di wilayah Aziziyah Utara di Kota Mekah, Arab Saudi, Rabu, 16 September 2015, waktu setempat. Peristiwa kebakaran terjadi pukul 23.30 di kamar nomor 810. Penyebabnya adalah seorang jamaah memasak nasi dengan rice cooker lalu kelupaan dan ditinggal pergi ke Masjidil Haram. Tidak ada korban dalam musibah ini. Saat terjadi kebakaran, semua penghuni pemondokan yang berjumlah 1.024 jemaah langsung dievakuasi ke Hotel Holiday Inn, tidak jauh dari pemondokan.
Disusul, Selasa (22/9/2015) malam,  puluhan tenda jamaah haji Indonesia di Padang Arafah roboh diterpa angin kencang. Tenda-tenda yang roboh tersebut berada di maktab nomor 8 dan 9 yang dihuni jamaah haji dari Banten, Jakarta Selatan, dan Depok. Robohnya tenda disebabkan angin kencang disertai klat yang menerpa Padang Arafah selepas Isya. Jamaah yang sedang berada di dalam tenda sudah menduga tenda mereka akan roboh. Mereka pun memutuskan untuk keluar dari tenda.
Dan yang terkini, Mina kembali berduka. Ratusan orang meninggal dunia dan terlukaa dalam musibah ini. Setidaknya ratusan orang hilang termasuk 225 jamaah asal Indonesia, 717 jemaah haji meninggal termasuk 3 orang jamaah asal Indonesia, 805 terluka, karena terinjak-injak saat melakukan pelemparan jumrah di Mina, Kamis, 24 September 2015. Untuk di Mina sebenarnya ini bukan tragedi yang pertama kali. Sebelumnya sudah pernah terjadi dari tahun ke tahun. Pada 1990, insiden paling fatal, terjadi ketika massa berdesakan di terowongan menuju Mekkah. Sebanyak 1.426 orang jamaah haji meninggal duniia karena terinjak-injak. Tahun 1994, sekitar 270 calon haji meninggal lantaran terinjak-injak massa saat pelaksanaan ritual jumrah di Mina. Tahun 1998, sekitar 180 calon haji terinjak-injak massa yang panik setelah beberapa di antara mereka jatuh dari jembatan layang saat pelaksanaan ritual jumrah.Tahun 2001, sedikitnya 35 calon haji tewas terinjak-injak massa di Mina pada hari terakhir ibadah haji. Tahun 2003, sebanyak 14 orang tewas terinjak-injak saat dua rombongan yang usai melempar jumrah bertemu dengan rombongan lain yang baru datang. Tahun 2004,  massa yang berdesakan di Mina mengakibatkan ratusan orang terinjak-injak. Sebanyak 244 orang tewas, dan ratusan lainnya cedera pada hari terakhir pelaksanaan ibadah haji. Tahun 2006, lebih dari 360 calon haji tewas terinjak-injak massa yang tengah menjalani ritual lempar jumrah di Mina. Pada musim haji tahun itu pula, sebuah gedung delapan lantai yang berfungsi sebagai penginapan di dekat Masjidil Haram ambruk. Sedikitnya 73 orang tewas. (http://internasional.kompas.com/)
Catatan Memahami Musibah
          Musibah merupakan hal yang tak bisa terelakkan, tapi bisa dihindari. Saat kejadian tentu siapa pun tak bisa menghindar. Tapi, sebagai orang beriman kita diwajibkan berikhtiar, berusaha untuk menjaga keselamatan, terhindar dari segala bencana, malapetaka, atau musibah. Karenanya, ke depan,  menurut hemat saya ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian kita semua umat Islam, pertama, bagi penyelenggara haji di semua level dan tingkatan terutama Pemerintah Arab Saudi hendaknya berkaca dari pengalaman pada tahun ini atau tahun-tahun sebelumnya untuk selalu memperbaiki pelayanan pada tamu-tamu Allah. Pemerintah Arab Saudi secepatnya mengevaluasi seluruh proses pelayan haji dan merencanakan perbaikan dalam segala hal untuk persiapan haji berikutnya. Arab Saudi tidak bisa berlepas diri kemudian dengan mudah menyalahkan jamaah. Bagaimanapun mereka penanggung jawab utama sebagai khodimul haromain, pengelola dua kota suci umat Islam (mekkah-Madinah). Sangat disayangkan, Pangeran Khaled al-Faisal, ketua Komite Pusat Haji Kerajaan Arab Saudi, dengan mudah seakan melepas tanggung jawab yang ada di pundaknya, menyalahkan jamaah haji asal negara-negara Afrika sebagai penyebab desak-desakan.
          Kedua, sebagai umatan wahidan (baca:umat bersatu), selayaknya kita semua bersatu memperbaiki, merekontruksi ulang sistem pelayanan haji di semua tingkatan dan level. Kita harus menghindari saling menyalahkan. Arab Saudi harus berinisiatif membicarakannya secara terbuka dengan negara-negara Islam lainnya dalam forum internasional. Karena bagaimana pun persoalan haji tidak hanya persoalan Arab  Saudi, tapi persoalan negara-negara muslin secara keseluruhan.
          Ketiga, saya tertarik dengan ajakan Fajar Mukhtar (2015), Pemerintah Saudi  perlu belajar ke Karbala. Ya, ke Karbala. Peringatan Asyura dan arbain Imam Husein as disebut-sebut sebagai gathering terbesar di dunia. Menurut Wikipedia, tahun 2014 saja ada 20 juta peziarah mendatanginya. Jumlah itu 10 kali lipat orang yang melaksanakan ibadah haji. Bagaimana kota Karbala bisa mengatur jumlah peziarah yang sangat banyak itu? Itu sangat menarik dan layak untuk dipelajari. Toh tak ada salahnya untuk mencari sesuatu yang baik demi keselamatan Jemaah. Maaf, Saya tak sedang membicarakan madhzabnya. (http://www.kompasiana.com/)
Keempat, memperhatikan berbagai musibah atau tragedi di setiap musim haji, saatnya (baca:tidak ada salahnya) bagi Pemerintah Arab Saudi untuk mendengarkan, mempertimbangkan,  menerima usulan beberapa negara muslim seperti Iran, Libiya agar pengelolaan ibadah haji ditangani secara bersama oleh negara-negara muslim. Pengelolaan bisa dikomandani oleh oraganisasi negara-negara muslim seperti OKI.
Kelima, selama ini, petugas haji kita baik team kesehatan, pembimbing atau lainnya mereka bertugas bersamaan melaksanakan ibadah haji. Hal ini sedikit banyak memecah konsentrasi dalam melaksanakan tugas utama mereka sebagai petugas atau panitia haji. Ke depan mustinya mereka fokus melaksanakan tugas memberi pelayanan pada jamaah, tidak menjalankan ibadah haji.
Keenam, bagi jamaah haji dari manapun asalnya, selayaknya menaati aturan, menjaga kebersamaan, lebih mendahulukan kepentingan umum daripada ego pribadi.
Akhir kata, hal-hal di atas mejadi PR bersama, kita semua umat Islam. Bukan saatnya kita berbicara madzhab, kelompok, organisasi, negara, etnis, suku bangsa atau apa pun perbedaan yang ada. Saatnya kita bersatu mengelola pelaksannan haji yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Dan itu menjadi tanggung jawab bersama. Semoga bisa terwujud dalam waktu yang akan datang. Semoga.





.
.
.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar