Sabtu, 05 September 2015

MENGHADIRKAN KELAS MENYENANGKAN


          Guru sering mengeluh kenapa peserta didik kerapkali minta pulang saat jam belajar. Mereka tertlihat tidak betah dalam kelas. Banyak di antara mereka yang gemar izin ke kamar mandi/WC. Saya yakin kamar mandi/WC bukan tempat yang enak, jauh dari kata menyenangkan apalagi nyaman. Bisa jadi ke kamar mandi/WC hanya tempat pelarian saat mereka merasa penat di dalam kelas. Dan sebagian guru lebih mudah menyalahkan siswa. Padahal lebih bijak bila bapak/ibu guru mengintropeksi diri, ada apa dengan kelas yang diampuhnya? Kenapa mereka tidak betah, tidak nyaman dalam kelas? Apa yang salah dalam pengelolaan kelas? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu yang harus dicari dan diselesaikan bila guru ingin mencari solusi atas permasalahan di atas.
          Menurut Ensklopedi Indonesia, ruang Kelas adalah suatu ruangan dalam bangunan sekolah, yang berfungsi sebagai tempat untuk kegiatan tatap muka dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Mebeler dalam ruangan ini terdiri dari meja siswa, kursi siswa, meja guru, lemari kelas, papan tulis, serta aksesoris ruangan lainnya yang sesuai. Ukuran yang umum adalah 9m x 8m. Ruang kelas memiliki syarat kelayakan dan standar tertentu, misalnya ukuran, pencahayaan alami, sirkulasi udara, dan persyaratan lainnya yang telah dibakukan oleh pihak berwenang terkait.( http://id.wikipedia.org/wiki/Ruang_kelas)
          Pengertian di atas yang melekat di kepala kita. Sebuah definisi ruang  yang berbasis pada bangunan fisik. Berbeda dengan Lao-Tzu seorang filosof asal Cina, ruang bukanlah sebidang tanah dibatasi dingding dan atap, melainkan tempat beraktivitas dan tak ada ukuran tertentu untuk menentukan ruang. Pengertian ruang ala Loa-Tzu apabila diterapkan dalam sekolah sebagai tempat belajar sungguh setiap lingkungan akan menjadi ruang belajar, tidak terbatas hanya pada dingding-dingding kelas. Misalnya saat tema pembelajaran tentang ikan, siswa belajar di pinggir kolam, atau sisi laut. Sungguh itu menjadi ruang kelas yang menakjubkan. Irma Nurul Fathimah (2013) melanjutkan konsep ruang Loa-Tzu dengan membaginya menjadi empat yaitu: 1.ruang terbentuk dengan peletakan elemen lain seperti karpet 2. ruang yang terlihat dari peninggian area lantai 3. Ruang yang terlihat dari penurunan area lantai 4.ruang yang terbentuk dari bayang-bayang ruangan. Yang ingin ditegaskan di sini bahwa  seorang guru sebaiknya tidak mengartikan sempit ruang kelas sebatas tempat belajar yang berukuran 9X8 meter persegi itu. Di luar kelas pun bisa menjadi ruang belajar yang menyenangkan bagi peserta didik.
Kelas menyenangkan
          Kelas berpotensi menjadi penjara bagi peserta didik juga guru. Kelas yang tidak dikelola dan tidak didesain secara baik akan menjadi ruang penat, menjenuhkan, menjadikan penghuninya tak betah tinggal di dalamnya lebih lama.  Karena itu, kelas harus dikelola sedemikian rupa sehingga dapat menyenangkan siswa-siswi yang belajar juga guru yang mengajar. Bagi siswa,  sekolah ibarat rumah kedua. Karenannya kelas sebagai tempat utama aktivas siswa harus menyenangkan. Dan kelas yang menyenangkan akan berpengaruh banyak dalam menyukseskan proses belajar mengajar. Berikut ini beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam menghadirkan kelas yang menyenangkan. Pertama, penataan ventilasi udara, cahaya dan warna. Kelas tidak boleh terasa sesak karena ventilasi udara yang tidak memenuhi standar kesehatan. Keluar masuk udara yang cukup membuat siswa nyaman lebih lama tinggal di dalam kelas. Demikian juga pencahayaan ruangan. Cahaya sinar matahari yang masuk lewat jendelah berkaca membantu siswa dalam belajar terutama untuk membaca tulisan, melihat gambar, atau media lain di depan. Kelas yang gelap akan menyusahkan. Karenanya setiap ruang kelas harus ada lampu penerang yang cukup guna mengatasi bila cahaya matahari tak bisa masuk baik karena mendung atau hujan. Tak kalah penting adalah pengelolan warna dalam ruang baik tembok kelas, jendelah,  pintu dan semua yang ada. Pilihlah warna yang cerah, enak dipandang. Mengelola warna dalam kelas membutuhkan keahlian tersendiri. Guru dan unsur yang lain di sekolah harus bisa memperjarinya.
          Kedua, penataan tempat duduk (baca:meja-kursi) sesuai kebutuhan dan kegiatan belajar mengajar. Hal demikian dilakukan untuk menghindari kejenuhan dan memudahkan peserta didik mengikuti pembelajaran. Di samping formasi yang tradisional (biasa), Munif Chatib (2014) menyarankan beberapa formasi diantaranya 1. Formasi auditorium. Formasi ini mirip dengan formasi bangku di gedung bioskop. Formasi ini memberikan keluasan kepada setiap sisiwa untuk dapat fokus mencermati, mengikuti guru dalam mengajar.2.Formasi Cevron. Formasi ini membantu mengurangi jarak baik antar siswa maupun jarak siswa dan guru. Formasi ini menghadirkan sudut pandang yang baru bagi peserta didik sehingga bisa menghilangkan kejenuhan. 3.Formasi huruf U. Farmasi ini sangat menarik dan mampu mengaktifkan siswa dalam mengikuti pelajaran. Dan guru akan lebih leluasa bergerak ke semua arah. 4.Formasi meja pertemuan. Formasi ini sangat cocok saat guru menggunakan metode diskusi.Siswa dibagi berdasarkan kelompok. Dan setiap kelompok disediahkan satu meja pertemuan. 5.Formasi konfrensi. Formasi ini tepat digunakan untuk berdebat yang diawali guru melempar permasalahan. Untuk membentuk formasi konfrensi, meja siswa disusun menjadi meja panjang berbentuk persegi panjang. 6.Formasi melingkar.Formasi ini hanya menggunakan kursi membentuk lingkaran. Guru memposisikan di tengah. 7. Formasi periferal. Formasi ini menempatkan meja di belakang siswa yang disusun melingkar. Dengan demikian guru dapat meminta siswa memutar atau membalik kursi-kursinya ketika guru menginginkan diskusi kelompok.
          Ketiga, menata sudut kelas. Sudut kelas bisa digunakana untuk membaca, namanya sudut baca. Di sudut baca kita sediahkan rak buku, tentu dengan buku bacaan yang menarik. Di sudut tersebut siswa bisa membaca buku yang diinginkan. Sudut lain bisa dijadikan sudut kreasi. Di sudut ini kita sediahkan media untuk siswa berkreasi. Bisa untuk melukis, berkaraoke ria, juga kreasi lainnya.
          Keempat, Display kelas, yakni hiasan atau pajangan yang menarik perhatian,  merangsang siswa untuk melakukan sesuatu.  Dispalay bisa berbentuk gambar, tulisan kata bijak, bisa juga humor. Display akan memotivasi siswa sesuai tujuan yang ditargetkan. Nah, di sini guru harus pandai membuatnya. Display kelas dapat dipasang pada saat atau moment yang pas sehingga lebih bermakna.
          Kelima, memberi nama kelas. Nama kelas menyesuakan jenjang pendidikan juga visi-misi sekolah. Dan nantinya tema penataan kelas, display yang dipasang, juga semua yang ada di kelas disesuaikan dengan nama tersebut. Nama kelas bisa didiskusikan dengan elemen sekolah mulai kepala, dewan sekolah, guru, juga tidak ada salahnya melibatkan peserta didik, calon penghuni kelas itu.
           Selebihnya kembali ke guru. Guru dituntun memaksimalkan perannya di dalam kelas. Untuk itu guru harus menyiapkan 1001 macam metode dan cara belajar. Guru jangan hanya menggunakan metode ceramah. Metode yang beragam (baca:berganti-ganti) akan menghindari kejenuhan dan kepenatan di kelas. Dan akhirnya, langka-langkah di atas tak akan bermakna apa-apa bila guru tak memaksimalkan peranya. Wa Allahu Alam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar