Rabu, 30 September 2015

Sertifikasi Guru Akan Dihapus


          Benarkah sertifikasi guru akan dihapus? Pertanyaan ini muncul, mengemuka, diperbincangkan oleh khalayak ramai di media sosial  setelah beredar kabar Pemerintah berencana menghapus tunjangan profesi guru (TPG). Dengan peniadaan itu, ke depan guru hanya akan menerima tunjangan kinerja setelah melalui pengujian. Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Sumarna Surapranata mengatakan dasar penghapusan TPG karena tidak semua guru berkinerja bagus meskipun telah mendapat tunjangan itu. Kemendikbud pun menggariskan bahwa insentif kepada guru akan diberikan sesuai dengan kompetensi dan kinerja.  Ini artinya TPG harus disesuaikan. Pemerintah ingin secepatnya insentif berbasis kompetensi dan kinerja itu terealisasi.
Lebih jauh, Sumarna Surapranata menegaskan penghapusan Tunjangan Profesi Guru sah dilakukan mengingat dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) disebutkan bahwa besaran gaji PNS tergantung pada kinerja. Ke depan, tunjangan harus disesuaikan dengan tiga komponen uji yang akan dilakukan Kemendikbud, yakni penilaian kinerja guru (PKG), uji kompetensi guru (UKG), dan prestasi siswa. 
Sumarna Surapranata melanjutkan, reformasi tunjangan guru akan dimulai tahun ini dengan penerapan UKG pada 19 November- 27 November. Selain itu akan dilaksanakan pula penilaian kinerja guru untuk memastikan kualitas dan transparansi evaluasi kinerja mereka. Dua hal itu akan menjadi menu pada pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Jadi rapor guru nantinya harus terdiri atas PKG, UKG, dan prestasi belajar. Adanya PKB ini merupakan terobosan baru pelatihan guru. ( http://www.koran-sindo.com/)
Kabar rencana Pemerintah di atas memunculkan pro kontra dalam masyarakat terutama mereka yang terkait, atau peduli dengan dunia pendidikan di tanah air. Bagi yang mengamini rencana tersebut, melihat bahwa setelah dilaksanakan program sertifikasi guru belum nampak perbaikan, perubahan yang signifikan padan kinerja guru khususnya atau pada dunia pendidikan umumnya. Menurut Hafid Abbas (2015), guru besar FakultasI lmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, menilai sertifikasi guru melalui portofolio dan pelatihan 90 jam tak lebih dari formalitas belaka. Guru tidak dilatih, melainkan hanya diberi sertifikat secara cuma-cuma. Hafid mendukung revisi sertifikasi guru karena tidak memberi dampak perbaikan atas mutu pendidikan nasional. 
Bagi guru, penghapusan TPG tentu menjadi  kabar buruk. Sehingga PGRI sebagai induk organisasi yang menauingi para guru telah menolak dengan tegas dan keras rencana itu. Ketua PGRI, Sulistiyo mengingatkan, bahwa Presiden Jokowi telah berjanji  tidak akan menghapus sertifikasi guru. Hal itu disampaikan Jokowi saat mengunjungi, menghadiri Rapat Kordinasi Pimpinan Nasional (Rakorpimnas) PGRI akhir Juni 2014. Jika penghapusan dilakukan berarti Jokowi telah mengingkari janjinya sendiri. Dan itu yang akan dituntut oleh para guru. PGRI sebagai wadah guru, siap menerjunkan ribuan guru untuk menagih janji tersebut.
Sulistiyo melanjutkan, dasar hukum pemerintah ingin menghapus TPG karena adanya UU ASN dinilai ada yang salah dipahami oleh Kemendikbud. Sebab TPG dan TPD (Tunjangan Profesi Dosen) harus tetap diberikan karena hal itu merupakan amanat UU Nor 14/2015 tentang Guru dan Dosen (UUGD). Dalam UUGD tertulis sangat jelas bahwa guru (termasuk dosen) yang telah memperoleh sertifikat pendidikan (mengikuti sertifikasi) akan memperoleh satu kali gaji pokok. Saat ini ada sekitar 1,6 juta guru telah memperoleh TPG. Masih sekitar 1,5 juta guru belum memperolehnya. Saat belum semua guru mendapatkan TPG apa mungkin pemerintah  mau menghapusnya? Karenanya Sulistiyo berharap, pemerintah tidak menghapus tunjangan tersebut lantaran saat kondisi ekonomi negara sedang mengalami kesulitan sehingga apabila tunjangan itu dipotong maka guru akan semakin kesusahan.
Intropeksi diri
          Terlepas benar tidaknya rencana penghapusan sertifikasi, bagi guru harusnya hal itu dijadikan momentum untuk mengevaluasi diri, mengintropeksi diri. Dari evaluasi dan intropeksi diri itu diharapkan menjadi perisai yang mementahkan keraguan banyak kalangan terhadap peningkatan kinerja dan prosfesionalisme guru setelah menerima tunjangan sertifkasi. Berikut beberapa hal, bahan renungan bagi kita, para guru, pertama, sadar atau tidak,  setelah adanya TPG, guru menjadi sorotan dalam masyarakat. Eksistensi mereka disorot dan diperhatikan. Rejekinya (baca:kesejahteraannya) menjadi konsumsi pembicaraan orang banyak.  Guru seperti selebriti yang lagi naik daun. Guru selalu disorot, dilihat terutama kinerjanya. Nah, untuk alasan itu guru harus wapada, senantiasa menjaga diri, menjalankan tugas dengan baik. Guru jangan malas. Guru harus menunjukkan kinerja maksimal dalam mengajar di sekolah.
          Kedua, untuk memaksimalkan kinerja, profesionalisme, guru harus mengembangkan SDM-nya. Pengembangan SDM bisa dilakukan dengan belajar lagi, mengikuti kuliah S.2 misalnya atau mengikuti diklat-diklat yang menunjang tugasnya, seminar, serta kegiatan keilmuan lainnya. Ini penting. Karena perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi sangat cepat. Guru harus bisa mengikutinya. Guru jangan sampai tertinggal informasi. Derasnya arus informasi memudahkan setiap orang memperolehnya. Bila guru tak tanggap, bisa jadi ia tersalip oleh siswanya. Ini tentu memalukan dan sangat memilukan.
          Ketiga, sepantasnya bila guru menyisihkan sebagian rejekinya untuk sesuatu yang  menunjang pekerjaan dan tugasnya. Misalnya menyisikan uang sertifikasi untuk membeli buku, kompeter, laptop, infokus, membuat alat peraga atau lainnya. Guru sebagai sumber belajar bagi siswa seharusnya memiliki koleksi buku lebih banyak. Coba kita mengevaluasi diri, sejak menjadi guru,  berapa buku yang kita beli setiap bulannya?
          Keempat, membaca lebih banyak lagi. Guru yang baik adalah guru yang mau menjadi pembelajar abadi. Yakni guru yang tak pernah berhenti belajar. Membaca sebagai kunci belajar harus berada di tangan setiap guru tentunya. Saatnya kita mengevaluasi, sebagai guru, berapa buku yang kita baca dalam seminggu?
          Nah, hal-hal di atas akan bermanfaat bagi guru bila dilakukan. Tentu untuk meningkatkan kinerja dan profesinya sebagai guru profesional. Bila kinerja meningkat dengan sendirinya kualitas pembelajaran di kelas meningkat. Kualitas pembelajaran meningkat akan mempengaruhi mutu pendidikan kita ke depan. Selamat mengevaluasi diri. Saatnya, guru Indonesia berubah. Wa Allahu ‘Alam
(Dimuat di Radar Cirebon, Rabu, 30 Sepetember 2015)


         


Tidak ada komentar:

Posting Komentar