Rabu, 30 September 2015

Bola Panas Bernama Isu Kudeta


Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, ia akan berdiri paling depan untuk menolak jika ada militer di Indonesia yang hendak mengudeta Presiden RI selaku pemimpin pemerintahan dan negara. Itu karena, menurut SBY, kudeta sama saja dengan menggerus hasil kerja keras para perwira tinggi TNI yang dilakukan pasca reformasi sampai hari ini. Kalau ada pemikiran militer untuk melakukan kudeta, sekarang saya yang paling depan mengatakan menolak dan tidak setuju. Kalau ada yang nekat melaksanakan kudeta, saya akan berada di pihak yang berseberangan, karena itu merusak apa yang sudah kita lakukan‎ sampai hari ini. Hal ini disampaikan  SBY dalam tanggapannya terhadap buku Transformasi TNI karya Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo di Kantor CSIS, Jalan Tanah Abang III, Jakarta Pusat, Senin (28/9/2015).
Lebih jauh, SBY menjelaskan, jika hendak menyampaikan sesuatu terkait kondisi terkini, para petinggi TNI dan Polri bisa langsung mengomunikasikannya ke Presiden. Penyampaian perlu dilakukan dengan baik dan kontekstual. Itu karena ada mekanisme di mana presiden memiliki ruang untuk berkomunikasi dengan Panglima TNI dan Kapolri. Kalau ada pikiran-pikiran TNI yang ingin disampaikan kepada presiden, sampaikan di sini dengan cara yang baik, kontekstual sambil memberikan rekomendasi, mungkin mengingatkan juga tidak dilarang. Pasti presiden mendengarkan. Namun jika disampaikan dengan "jalur pintas" melalui kudeta, maka demokrasi Indonesia yang sudah belasan tahun dibangun akan rusak. Bahkan menurut SBY, bukannya semakin maju, demokrasi akan kembali mundur ke belakang jika pengambilalihan kekuasaan dengan paksa itu dilakukan.
(Liputan.6.com)
Pernyataan mantan Presiden, sekaligus Ketua Umum Partai Demokrat itu mengejutkan banyak pihak. Seperti petir di siang bolong, statemen SBY itu memunculkan banyak tanya. Laksana bola liar, isu kudeta yang digulirkan oleh Presiden keenam akan menerjang setiap kelompok, elemen bangsa yang ada. Sebagian orang mempertanyakan dari mana sumber informasi yang diterima SBY? Orang sekelas Pak SBY apa mungkin menyatakan sesuatu tanpa ada sumber yang jelas? Karena sebelumnya tak ada tanda-tanda tentara (baca:TNI) berencana mengkudeta Presiden. Presiden dan tentara bahkan terlihat mesrah (baca:dekat). Presiden Jokowi dikelilingi oleh para purnawirawan Jenderal seperti Sutiyoso yang diangkat kepala BIN, Luhut Binsar Panjaitan Menkopulhukam dan lainnya. Selama ini tidak terlihat gejolak di tubuh TNI terkait dengan Presiden. Kalau ada sedikit kekecewaan itu dikarenakan mutasi yang dilakukan beberapa waktu lalu. Dan itu juga masih dalam batas kewajaran.
Kalau pun pernyataan di atas ada sumbernya, Pak SBY pastinya tidak akan langsung menelan menta-menta, mempercayainya. Tentu akan dikaji terlbih dahulu sejauh mana kebenaran berita yang diterima. Dan SBY harusnya tidak berbicara sembarang, asal-asalan. SBY bukan rakyat biasa. SBY mantan presiden. SBY ketua umum sebuah Partai besar. SBY memiliki banyak pengikut, yang mengagguminya. Apa yang dikatakannya akan sangat berpengaruh dalam masyarakat. Tapi kenapa isu kudeta disampaikannya? Ini yang belum bisa dipahami oleh khalayak.
Kemudian cara yang dipilih, menyampaikan langsung ke publik juga dianggap tak tepat. Harusnya, sebagai seorang negarawan, SBY lebih baik membicarakannya langsung ke Presiden Jokowi. Tapi kenapa cara bijak ini tak dilakukannya? Bukankah hal itu lebih dapat mengelola konflik (kalau memang ada) daripada membukanya ke publik secara terbuka. Karena hal itu dapat menimbulkan salah tafsir, spekulasi, saling tuduh, saling mencurigai antara sesama warga negara, elemen bangsa. Dan ini sangat bahaya bagi keamanan dan stabilitas negara. Apa sebenarnya motif atau tujuan yang ingin dicapai Pak SBY di balik isu kudeta yang disampaikannya?
Sebenarnya cara ini, menyampaikan sesuatu ke publik secara terbuka, bukanlah yang pertama bagi SBY. Sebelumnya saat Pemerintah sibuk merumuskan langkah, kebijakan yang akan diambil dalam mengatasi krisis ekonomi SBY mengkritisi Pemerintahan Jokowi-JK secara terbuka dan mengusulkan beberapa strategi, langkah yang harus diambil. SBY terkesan menggurui dan mendikte Pemerintah. Padahal kalau beliau menyampaikannya secara langsung, Jokowi tak mungkin menolaknya. Paling tidak akan dijadikan sebagai masukan. Saat itu orang menilai  Pak SBY terkena post power syndrome. Apa yang dilakukakannya didasari pada perasaan  atau bayang masa lalunya  saat  masih menjabat presiden.
Kemudian bola panas “isu kudeta” juga akan mengganggu stabilitas keamanan dan politik yang pada akhirnya dapat mengganggu stabilitas ekonomi. Para invsestor akan menahan bahkan menarik diri untuk menanam modal karena faktor distabilitas keamanan yang dianggapnya mengancam. Padahal Pemerintah, seperti yang sering disampaikan oleh Presiden Jokowi sedang berusaha keras memperbaiki keadaan ekonomi dengan menjaga kondusifitas dalam negeri. Jokowi meminta semua elemen untuk menjaga stabilitas keamanan, termasuk menghindari segala macama kegaduhan baik politik, hukum, atau lainnya.
Karenanya, terkait dengan isu kudeta, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Syaiful Bahri Anshori mengatakan bahwa ia belum melihat ada isu ke arah sana. SBY harus mengklarifikas, siapa yang mau kudeta?" sebut Sekretaris Dewan Syuro DPP PKB itu di gedung DPR, Senayan, Jakarta (Selasa, 29/9). Syaiful menjelaskan, sepengetahuannya Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo siap menjamin Pemerintahan Jokowi-JK selama lima tahun. Selain itu, tambah Syaiful, Presiden Jokowi juga dalam periode kepemimpinannya saat ini, menginginkan TNI yang kuat. (http://politik.rmol.co/read/2015/09/29/218998/Isu-Kudeta-Militer-SBY-Jauh-dari-Kebenaran-)
Akhir kata, sebagai pelempar isu,  Pak SBY harus segera mengklarifkasi dan menjelaskan kepada masyarakat apa yang menjadi kekhawatirannya berupa kudeta militer. Bila tidak jangan salahkan kalau masyarakat menilainya hanya omong kosong. Tidak ada pilihan lain kecuali kita menyebut hal seperti itu sebagai bagian  post power syndrome yang sedang dialami SBY. Sebagai rakyat kecil seperti saya, kita hanya bisa menunggu kedewasaan politk, kenegarawanan dari  mantan orang nomor satu di Republik ini. Selebihnya, kita diminta tak mudah mempercayai atau menganggap isu sebagai sebuah kebenaran siapa, dan dari mana pun sumbernya. Isu tetaplah isu. Akhirnya, menjaga persatuan dan kesatuan menjadi pilihan akhir dalam menghadapi setiap persoalan, termasuk soal isu kudeta. Wa Allahu ‘Alam
(Dimuat Di Harian Radar Cirebon, Kamis 1 Oktober 2015)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar