Selasa, 16 Agustus 2016

Menyoal Full Day School




            Menjadi tradisi, pejabat baru menawarkan sesuatu yang baru. Terlebih sekelas menteri, rasanya tak hebat kalau tidak segera menggagas, menciptakan gebrakan dengan mengeluarkan kebijakan baru. Di antara menteri baru hasil rushufle mutakhir yang sedang melakukan gebrakan adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Muhadjir Effendy menggagas sistem "full day school" untuk pendidikan dasar (SD dan SMP), baik negeri maupun swasta. Alasannya sangat sederhana agar anak tidak sendiri ketika orang tua mereka masih bekerja. Dengan sistem full day school  ini secara perlahan anak didik akan terbangun karakternya dan tidak menjadi liar di luar sekolah ketika orangtua mereka masih belum pulang dari kerja.
Menurut Muhadjir Effendy, kalau anak-anak tetap berada di sekolah, mereka bisa menyelesaikan tugas-tugas sekolah sampai dijemput orangtuanya seusai jam kerja. Selain itu, anak-anak bisa pulang bersama-sama orangtua mereka sehingga  ketika berada di rumah mereka tetap dalam pengawasan, khususnya oleh orangtua.
Untuk aktivitas lain misalnya mengaji bagi yang beragama Islam, menurut Mendikbud, pihak sekolah bisa memanggil guru mengaji atau ustaz dengan latar belakang dan rekam jejak yang sudah diketahui. Jika mengaji di luar, mereka dikhawatirkan akan diajari hal-hal yang menyimpang.
Menyinggung penerapan full day school dalam pendidikan dasar tersebut, mantan Rektor UMM itu mengatakan bahwa  saat ini masih terus disosialisasikan di sekolah-sekolah, mulai di pusat hingga ke daerah. Dan kedepan akan dipersiapkan payung hukumnya, yakni peraturan menteri (Permen).
Bersekolah sepanjang hari alias full day school sebenarnya sudah dijalankan banyak sekolah, terutama sekolah swasta. Seperti diakui oleh Muhadjir gagasan itu juga  diilhami sekolah-sekolah tersebut. Selain itu, program itu diharapkan dapat  menghindari penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di luar jam sekolah.
Gagasan full day school  telah disampaikan sang Menteri ke Wakil Presiden, Jusuf Kalla. Dalam keterangan pers usai menghadap, Menteri Muhadjir menegaskan bahwa Wakil Presiden menyetujui dan mengamini gagasannya. Hanya, Jusuf Kalla memita untuk dikaji lebih jauh sebelum diberlakukan.
Hal senada diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah. Dia meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan kajian mendalam sebelum memperpanjang jam sekolah bagi para siswa hingga sehari penuh. Kalau tidak dikaji secara mendalam bisa muncul ekses. Menurut Ferdi, ada sejumlah hal yang perlu dikaji sebelum penerapan wacana tersebut. Kemendikbud harus mengkaji apa saja aktivitas yang akan dilakukan oleh para siswa jika sekolah hingga pukul 17.00 WIB. Sekolah tak boleh hanya melakukan kegiatan belajar mengajar seperti biasa karena akan mengganggu psikologis anak.
Selain itu, Mendikbud juga harus memikirkan kegiatan anak-anak yang biasanya dilakukan sepulang sekolah. Ada anak-anak yang membantu orangtuanya sepulang sekolah. Sebab itu, Mendikbud harus berkomunikasi dengan orangtua murid terkait hal ini. (http://nasional.kompas.com/)
Apa Full day school itu?
Full day school, berasal dari bahasa Inggris, berarti sekolah sepanjang waktu. Full day school menurut istilah adalah sebuah sekolah yang membeiakukan jam belajar sehari penuh antara jam 07.00- 16.00. Full day school merupakan  program sekolah dimana proses pembelajaran dilaksanakan sehari penuh di sekolah. Dengan kebijakan seperti ini maka waktu dan kesibukan anak-anak lebih banyak dihabiskan di lingkungan sekolah daripada di rumah.
Full day school merupakan model sekolah umum yang memadukan sistem pengajaran agama secara intensif yaitu dengan memberi tambahan waktu khusus untuk pendalaman agama siswa. Dengan jam tambahan dilaksanakan pada jam setelah sholat dhuhur sampai sholat ashar, praktisnya sekolah model ini akan masuk pagi  dan pulang sore hari.
Menurut Sismanto, full day school merupakan model sekolah umum yang memadukan sistem pengajaran Islam secara intensif yaitu dengan memberi tambahan waktu khusus untuk pendalaman keagamaan siswa. Biasanya jam tambahan tersebut dialokasikan pada jam setelah sholat Dhuhur sampai sholat Ashar. (www.referensimakalah.com)
Tak Terukur
Sebagai sebuah gagasan, Full day school merupakan wacana yang menarik. Hanya persoalannya, apa gagasan itu tepat untuk sekarang? Menjawab pertanyaan ini memerlukan kajian dan pemikiran mendalam. Kemudian gagasan tersebut dinilai tak terukur jika diterapkan saat ini. Ada beberapa hal yang kudu diperhatikan. Ada banyak masalah yang menjadi persoalan baru sekaligus ganjalan. Sebelum lebih jauh, saya ingin berbagi pengalaman. Sebagai guru di salah satu sekolah dasar, saya kerap kali mendengarkan keluhan peserta didik. Di antara keluhan mereka yang paling risih didengar adalah saat mereka merintih minta pulang. Jam terakhir menjadi waktu yang tidak menarik bagi guru dalam mengajar karena kondisi fisik anak yang sudah lelah,  tak fresh lagi, berbeda di pagi hari.
Analisa saya sementara, mereka minta pulang itu karena  merasa tak betah berlama-lama di sekolah (baca:di kelas). Tak betah di sekolah disebabkan lingkungan sekolah yang tak menarik. Di tambah lagi jika proses belajar mengajar disajikan secara asal oleh guru. Maka lengkaplah penderitaan peserta didik. Sekolah seperti penjara. Apalagi bila proses pendidikan dan pembelajaran jauh dari prinsip memanusiakan manusia. Ruang kelas tak layak huni, guru killer, sekolah tak mengakui perbedaan dan keragaman potensi dan bakat  peserta didik dan lainnya.
Karena itu, menurut saya sebelum full day school diberlakukan ada banyak hal yang wajib disiapkan terlebih dulu. Pertama, faktor guru. Guru harus menarik dan menyenangkan. Untuk menjadi  seperti itu, guru dituntut untuk selalu mengembangkan potensi dan kompetensi. Guru harus menjadi pembelajar abadi. Guru pembelajar sudah digagas oleh Anies Baswedan, menteri Pendidikan sebelumnya. Sekarang sedang diupayakan dengan berbagai cara, kegiatan seperti pendidikan dan pelatihan juga lainnya. Termasuk di dalamnya program Ujian Kompetensi Guru (UKG) dan tindak lanjutnya.
Disamping itu, kebutuhan guru sekarang masih cukup tinggi. Banyak sekolah yang kekurangan tenaga pendidik. Ini menjadi problematika tersendiri ketika full day scholl diterapkan. Menutup kekurangan guru, sekolah mengangkat tenaga honorer. Ini pula persoalan, mereka akan dibayar berapa dalam sistem full day scholl? Apa sekolah mampu membayarnya?
Kedua, sarana. Sarana pendidikan meliputi ruang kelas, media pembelajaran serta sarana lain seperti mushollah, WC/kamar mandi. Faktanya banyak sekolah yang belum (baca:tidak) memenuhi standar terkait dengan prasarana pendidikan. Di kota besar semisal Jakarta mungkin tak ada masalah. Tapi sebaliknya, di daerah masih banyak sarana sekolah yang jauh dari layak.
Ketiga, kurikulum. Maksudnya adalah rencana kegiatan mengisi waktu sampai sore hari. Saya yakin sepanjang hari itu peserta didik  tidak hanya belajar di kelas. Sebab itu akan merampas hak bermain anak, juga melelahkan. Maka, idealnya perlu dibuat kurikulum pembelajaran yang bemuatan permainan. Atau bisa juga berbentuk kegiatan ektra kurikuler.
Keempat, sistem full day school akan bertabrakan dengan keberadaan madrasah diniyah.  Apa madrasah akan ditutup? Padahal hampir di semua wilayah keberadaan madrasah diniyah mulai diperhatikan pemerintah daerah. Point ini menjadi sangat serius yang harus dikaji ulang terkait sistem full day school.
Walhasil, masih banyak yang wajib disiapkan sebelum full day school diberlakukan. Maka, selayaknya jika menteri baru ini tidak gegabah. Jangan hanya karena ambisi membuat gebrakan, gagasan bagus seperti itu dipaksakan pada waktu yang tak tepat. Sehingga hal tersebut tidak dapat memperbaiki pendidikan nasional, justru sebaliknya hanya akan menambah persoalan.Wa Allahu Alam



Tidak ada komentar:

Posting Komentar