Jumat, 16 September 2016

Pesan Moral Wukuf di Arafah


          Dalam hadist masyhur, nabi Muhammad SAW bersabda haji adalah wukuf di Arafah. Hadist yang diriwayatkan oleh At- Tirmizi, al-Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad tersebut menegaskan akan pentingnya wukuf. Terkait itu, ulama Fiqhi mengkategorikan wukuf sebagai rukun haji yang utama. Batal haji seseorang jika meninggalkan, tidak melakukannya.
Wukuf secara bahasa diartikan sebagai berdiam diri atau berhenti sejenak. Wukuf adalah ritual haji yang dilakukan dengan cara berdiam diri di padang Arafah mulai tergelincirnya matahari tanggal 9 Dulhijjah sampai terbenamnya matahari pada tanggal 10 Dulhijjah. Tempat wukuf tepatnya di atas bukit yang bernama Jabal Rahmah. Jabal itu berartikan gunung sedangkan rahmah bermakna kasih sayang. Jabal Rahmah merupakan saksi bisu pertemuan nabi Allah Adam as dan istrinya Hawa setelah mereka berpisah sesaat turun dari surga.
Sebelum wukuf, jamaah haji disunahkan mandi terlebih dahulu. Ini simbol bahwa dalam setiap kegitan ibadah, mendekatkan diri pada Allah,  seorang diminta dalam keadaan bersih, suci. Ibadah sejatinya  disamping untuk mendekatkan diri pada pencipta juga guna membersihkan diri dari segala noda dan dosa.
Untuk tahun ini, pelaksanaan wukuf akan jatuh pada hari minggu 11 September 2016 mendatang. Jelang wukuf, Pemerintah diwakili Kementerian Agama RI meminta jamaah haji  untuk hemat energi dan tidak banyak melakukan kegiatan yang menguras tenaga. Tujuannya agar saat wukuf tiba, jamaah fit menjalani rukun haji tersebut.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, menegaskan persiapan untuk pelaksanaan puncak haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armina) terus dilakukan. Persiapan itu termasuk rapat koordinasi dengan Muassasah (pihak swasta yang ditunjuk pemerintah Arab Saudi untuk mengurusi haji) dan maktab (penanggung jawab pemondokan).  Menag berharap, Cuaca bersahabat dan seluruh jemaah haji kita bisa menjalani ibadah wukuf di Arafah dengan baik. Mudah-mudahan tidak ada angin kencang seperti tahun lalu yang menyebabkan beberapa tenda  jamaah roboh. (merdeka.com)

Pesan Moral
          Sebagai puncak ibadah haji, wukuf kaya makna dan hikmah. Dalam ibadah wukuf terkandung pesan moral yang luhur. Berikut, yang dapat dipelajari dan dipahami. Pertama, wukuf menggambarkan miniatur mahsyar. Wukuf di padang Arafah menggambarkan keadaan mahsyar. Mahsyar adalah satu tempat dikumpulkannya seluruh umat manusia setelah di bangkitkan dari kubur.  Mahsyar merupakan awal prosesi panjang manusia menuju kehidupan akherat. Mahsyar menjadi tempat tunggu manusia di depan hisab (perhitungan) amal mereka. Di Mahsyar, manusia merasa takut, panik menanti keputusan Allah terhadap hitungan amal mereka. Karena kepanikan maha dahsyat, mereka mencari sosok yang dapat membantu, menyelamatkan. Di tengah panas terik matahari yang menyengat, manusia mendatangi nabi Adam as. Sayang, Adam as tak menyanggupi. Mereka mendatangi Ibrahim, Musa, sampai Isa alaihimusalam. Tak satupun dari mereka yang dapat membantu. Sampai akhirnya, nabi Muhamad SAW menjadi satu-satunya orang yang dapat memberikan pertolongan, dalam bahasa agama disebut syafaat.
          Wukuf di Arafah kudu mengingatkan betapa sulitnya kehidupan akherat tanpa iman dan amal saleh. Wukuf selayaknya menyadarkan bahwa hidup di dunia adalah sementara. Perjalan panjang hidup manusia berakhir di surga atau neraka. Kedua tempat tersebut menjadi hunian terakhir di alam akherat. Karenanya, kehidupan akherat harus dipersiapkan.
          Kedua, media refleksi kolektif.  Wukuf yang berartikan berhenti sejenak tak lain adalah perintah untuk merenung tentang apa yang telah dilakukan. Saatnya, mengevaluasi diri, sejauhmana kehidupan kita menyimpang dari tuntunan ilahi.  Wukuf adalah pengakuan atas kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Bukan saja kesalahan individual, juga kesalahan manusia secara kolektif. Di Arafah, umat Islam sedunia harus mencari solusi bersama untuk memperbaiki hidup mereka. Di Arafah, umat Islam idealnya membuat  komitmen bersama guna menciptakan kesejahteraan, kedamaian dan kejayaan Islam di waktu mendatang.
Menurut Ibnu Abbas ra dinamakan dengan Arafah karena di tempat itulah manusia mengakui dosa dan kesalahan-kesalahannya, lalu mereka bertobat. “Arafa bi dzanbihi wa arafa kaifa yatub” (mengetahui  dosa-dosanya, dan mengetahui bagaimana cara bertobat). Karena, Adam dan Hawa setelah keduanya dikeluarkan dari surga ke bumi, di Arafah-lah keduanya insyaf menyadari kesalahan dan dosanya kepada Allah, lalu memohon ampun dan bertaubat kepada-Nya. Keduanya berkata: 'Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi'." (Qs. Al-A'raf [7]: 23)
          Ketiga, nilai kesetaraan. Di Arafah tak mengenal status sosial. Semua sama di hadapan Allah. Mereka berpakaian sama, tak dikenali siapa yang kaya dan siapa yang miskin. Pejabat dan rakyat jelata duduk sama-sama rendah. Arafah mengingatkan, manusia dilahirkan dalam keadaan yang sama. Perbedaan- perbedaan hakekatnya mereka sendiri yang menciptakan.
          Wukuf di Arafah mengajarkan nilai kesetaraan. Karenanya, umat Islam yang melakukukan wukuf harus bertekad dan berjanji untuk menghapus segala diskriminasi dalam kehidupan nyata. Diskriminasi berdalih apapun wajib dilawan. Setiap dari kita mengemban kewajiban yang sama menegakkan keadilan di muka bumi.
          Keempat, kutbah Arafah dimaknai sebagai konfrensi internasional. Ibadah haji sejatinya adalah pertemuan tahunan umat Islam. Pertemuan tahunan itu sepantasnya dimanfaatkan dengan baik. Isu-isu kekinian seperti terorisme, globalisasi, tekhnologi saatnya didiskusikan, dibicarakan bersama. Sehingga dalam kutbah Arafah umat Islam dapat menyampaikan pesan  ke publik, dunia Islam khususnya. Kutbah Arafah tidak sekadar kegiatan ritual. Kutbah Arafah mesti bermuatan lebih,  tidak hanya wasiat keagamaan.
          Kutbah Arafah sejatnya menncerminkan sikap umat Islam. Kutbah Arafah semestinya disampaikan oleh pemimpin umat Islam. Tapi sekali lagi sayang, umat Islam tak memilki kepemimpinan yang mendunia. Andai kita memilki pemimpin seperti Rasulullah SAW, saya yakin kutbah Arafah akan dirasakan manfaatnya bagi kehidupan umat Islam.
          Singkat kata, Arafah adalah pengakuan atas kesalahan masa lalu. Arafah adalah momentum guna membangkitkan kesadaran guna memperbaiki kehidupan diri dan umat pada waktu yang akan datang.  Wa Allahu Alam.

           




Tidak ada komentar:

Posting Komentar