Jumat, 02 Oktober 2015

Mengevaluasi Pelaksaanaan Haji


          Kloter demi kloter jamaah haji Indonesia tiba di tanah air. Mereka baru saja melaksanakan ibadah haji, salah satu rukun Islam. Ibadah haji merupakan ibadah yang   menuntut semangat juang pelakunya. Ibadah haji disebut ibadah badaniyah, ruhaniyah dan Maliyah. Yakni ibadah yang membutuhkan kekutan fisik (baca:kesehatan prima), juga kemampuan finansial yakni memiliki harta benda atau bekal yang cukup, disamping tentu kesiapan jiwa.
          Musim haji tahun ini sangat memperhatinkan. Pasalnya, musibah secara beruntun menimpa jamaah haji, termasuk jamaah Indonesia. Diawali dengan jatuhnya alat berat crane di atap Masjidil Haram karena diterjang angin dan badai yang terjadi pada Jumat (11/9/2015) Ratusan orang meninggal dalam musibah ini, termasuk 11 jamaah haji asal Indonesia. Kemudian, Kebakaran yang menimpa pemondokan haji 403 yang dihuni jemaah asal Indonesia di wilayah Aziziyah Utara di Kota Mekah, Arab Saudi, Rabu, 16 September 2015, waktu setempat. Peristiwa kebakaran terjadi pukul 23.30 di kamar nomor 810. Penyebabnya adalah seorang jamaah memasak nasi dengan rice cooker lalu kelupaan dan ditinggal pergi ke Masjidil Haram. Tidak ada korban dalam musibah ini. Saat terjadi kebakaran, semua penghuni pemondokan yang berjumlah 1.024 jemaah langsung dievakuasi ke Hotel Holiday Inn, tidak jauh dari pemondokan.
Disusul, Selasa (22/9/2015) malam,  puluhan tenda jamaah haji Indonesia di Padang Arafah roboh diterpa angin kencang. Tenda-tenda yang roboh tersebut berada di maktab nomor 8 dan 9 yang dihuni jamaah haji dari Banten, Jakarta Selatan, dan Depok. Robohnya tenda disebabkan angin kencang disertai klat yang menerpa Padang Arafah selepas Isya. Jamaah yang sedang berada di dalam tenda sudah menduga tenda mereka akan roboh. Mereka pun memutuskan untuk keluar dari tenda.
Dan yang terakhir, Mina kembali berduka. Ribuan orang  meninggal dunia dan terluka dalam musibah itu , termasuk puluhan jamaah Indonesia karena terinjak-injak saat melakukan prosesi ibadah pelemparan jumrah di Mina, Kamis, 24 September 2015. Tragedi memilukan  yang menimpa jamaah itu sampai saat ini masih dilakukan investigasi berkaitan dengan jumlah korban meninggal, korban luka, dan yang hilang, termasuk sebab kejadian, dan siapa yang bertanggung jawab. Tercatat, sampai saat ini, masih puluhan jamaah Indonesia yang belum kembali ke pemondokan. Menteri Agama terpaksa mengundurkan jadwal kepulangannya ke tanah air. Kementerian Agama RI, sebagai penanggung jawab jamaah haji telah membentuk empat team pencari korban, untuk mencari mereka yang hilang atau belum kembali ke pemondokan.
Evaluasi
          Pelaksanaan ibadah haji tahun ini mendapat sorotan tajam dari berbagai elemen masyarakat dunia, juga negara-negara muslim asal jamaah. Pasalnya ibadah haji tahun ini diwarnai berbagai musibah. Musibah merupakan hal yang tak bisa terelakkan, tapi bisa dihindari. Saat kejadian tentu siapa pun tak bisa menghindar. Tapi, sebagai orang beriman kita diwajibkan berikhtiar, berusaha untuk menjaga keselamatan, terhindar dari segala bencana, malapetaka, atau musibah. Karenanya, ke depan,  sebagai bahan evaluasi pelaksanaan ibadah haji, menurut hemat saya ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian kita semua umat Islam, pertama, bagi penyelenggara haji di semua level dan tingkatan terutama Pemerintah Arab Saudi hendaknya berkaca dari pengalaman pada tahun ini atau tahun-tahun sebelumnya untuk selalu memperbaiki pelayanan pada tamu-tamu Allah. Pemerintah Arab Saudi secepatnya mengevaluasi seluruh proses pelayan haji dan merencanakan perbaikan dalam segala hal untuk persiapan haji berikutnya. Arab Saudi tidak bisa berlepas diri kemudian dengan mudah menyalahkan jamaah. Bagaimanapun mereka penanggung jawab utama sebagai khodimul haromain, pengelola dua kota suci umat Islam (mekkah-Madinah). Sangat disayangkan, Pangeran Khaled al-Faisal, ketua Komite Pusat Haji Kerajaan Arab Saudi, dengan mudah seakan melepas tanggung jawab yang ada di pundaknya, menyalahkan jamaah haji asal negara-negara Afrika sebagai penyebab desak-desakan.
          Kedua, sebagai umatan wahidan (baca:umat bersatu), selayaknya kita semua bersatu memperbaiki, merekontruksi ulang sistem pelayanan haji di semua tingkatan dan level. Kita harus menghindari saling menyalahkan. Arab Saudi harus berinisiatif membicarakannya secara terbuka dengan negara-negara Islam lainnya dalam forum internasional. Karena bagaimana pun persoalan haji tidak hanya persoalan Arab  Saudi, tapi persoalan negara-negara muslin secara keseluruhan.
          Ketiga, saya tertarik dengan ajakan Fajar Mukhtar (2015), Pemerintah Saudi  perlu belajar ke Karbala. Ya, ke Karbala. Peringatan Asyura dan arbain Imam Husein as disebut-sebut sebagai gathering  terbesar di dunia. Menurut Wikipedia, tahun 2014 saja ada 20 juta peziarah mendatanginya. Jumlah itu 10 kali lipat orang yang melaksanakan ibadah haji. Bagaimana kota Karbala bisa mengatur jumlah peziarah yang sangat banyak? Itu sangat menarik dan layak untuk dipelajari. Toh tak ada salahnya untuk mencari sesuatu yang baik demi keselamatan Jemaah. Maaf, Saya tak sedang membicarakan madhzabnya. (http://www.kompasiana.com/)
Keempat, memperhatikan berbagai musibah atau tragedi di setiap musim haji, saatnya (baca:tidak ada salahnya) bagi Pemerintah Arab Saudi untuk mendengarkan, mempertimbangkan,  menerima usulan beberapa negara muslim seperti Iran, Libiya agar pengelolaan ibadah haji ditangani secara bersama oleh negara-negara muslim. Pengelolaan bisa dikomandani oleh oraganisasi negara-negara muslim seperti OKI.
Kelima, selama ini , petugas haji kita baik team kesehatan, pembimbing atau lainnya mereka bertugas bersamaan melaksanakan ibadah haji. Mereka seperti menyelam sambil minum air.  Hal ini sedikit banyak memecah konsentrasi dalam melaksanakan tugas utama mereka sebagai petugas atau panitia haji. Ke depan mustinya mereka fokus melaksanakan tugas memberi pelayanan pada jamaah, tidak dibarengi dengan menjalankan ibadah haji.
Keenam, bagi jamaah haji dari manapun asalnya, selayaknya menaati aturan, menjaga kebersamaan, lebih mendahulukan kepentingan umum daripada ego pribadi.
Akhir kata, hal-hal di atas mejadi PR bersama, kita semua umat Islam. Bukan saatnya kita berbicara madzhab, kelompok, organisasi, negara, etnis, suku bangsa atau apa pun perbedaan yang ada. Saatnya kita bersatu mengelola pelaksannan haji yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Dan itu menjadi tanggung jawab bersama. Dan semoga ibadah haji tahun ini diterima oleh Allah, dikategorikan haji mambrur yang tak ada balassan kecuali surga. Amin. Wa Allahu ‘Alam
Penulis adalah Guru Pendidikan Agama Islam, tinggal di Indramayu
                                                                                     





.
.
.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar