Kamis, 07 Januari 2016

Gaduh Lagi, Menteri Menilai Menteri


          Dalam tulisan 2016 Politik Teduh, Mungkinkah? kemaren (6/1), saya sedikit meragukan politik akan menjadi lebih teduh di tahun ini. Harapan masyarakat agar para poltisi, pejabat, elit negeri untuk bersikap dan bertindak lebih dewasa di 2016 itu seperti api jauh dari panggang. Saya menyebutkan ada beberapa fakta dan realitas yang meruntuhkan harapan dan optimisme itu. Diantara fakta itu ialah isu reshufle kabinet jilid dua yang kembali memanas, rencana pansus Freepot yang diduga sebagai ajang balas dendam dewan terhadap sejumlah pihak, konflik internal beberapa partai politik yang tak berujung seperti yang dialami Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Parta Golkar, serta legalitas Partai Golkar.
          Sekarang kegaduhan itu ditabuh kembali, dimulai. Adalah Yuddy Crisnandi, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) yang membuka dan mengawali kegaduhan politik di tahun ini. Politikus Partai Hanura itu melakukan penilaian akuntabilitas terhadap instansi dan lembaga pemerintah dalam satu  tahun. Penilaian ini dilakukan oleh 5 lembaga yakni MenPAN-RB, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Dalam Negeri, Badan Pusat Statistik (BPS).
Adapun Kementerian yang mendapatkan nilai rendah di antaranya Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Yuddy Chrisnandi menegaskan, penilaian akuntabilitas kementerian yang dilakukan pihaknya tak terkait rencana reshuffle. Menurutnya, penilaian ini adalah tugas yang diamanatkan dalam UU dan instruksi presiden. (http://www.merdeka.com/)
Penilaian Yuddy di atas memyulut emosi banyak pihak terutama kalangan partai politik. Penilaian tersebut dianggap sarat dengan muatan politik, disamping tak etis tentunya. Yuddy dituduh sedang bermanuver untuk mempertahankan keberadaan dirinya dalam kabinet kerja. Dia dianggap berusaha mencari muka di hadapan Presiden di saat isu reshufle bergulir. Karena, entah secara kebetulan atau memang sudah disetting sebelumnya, kementerian yang dipimpinya bertengger di posisi tiga terbaik dengan nilai 7,7.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengkritik keras apa yang dilakukan Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi yang membeberkan hasil rapor akuntabilitas kinerja menteri kabinet kerja ke publik. Menurut Hasto yang berwenang mengevaluasi kinerja menteri adalah Presiden. Hasto mengatakan Presiden yang memilih dan menempatkan menteri dalam jajaran kabinet kerja. Karenanya mengevaluasi kinerja menteri itu adalah kewenangan presiden.
Kritik lebih tajam disampaikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ketiga Menteri yang berasal dari PKB, semua berada di posisi buncit dalam rapor penilaian itu. Sekretaris Fraksi PKB DPR, Jazuli Fawaid mengatakan penilain itu seperti jeruk makan jeruk. Mana bisa menteri mengevaluasi menteri? Penilaian itu sebenarnya   langkah politik Yuddy Crisnandi yang tendesius,  membuat gaduh suasana. Idealnya evaluasi diserahkan ke lembaga yang lebih kompeten, bukan MenPAN-RB. Jazuli bahkan menegaskan Yuddy layak dirushufle karena kerapkali membuat gaduh.
Menanggapi serangan berbagai pihak terkait penilain tersebut, Yuddy Crisnandi mengaskan bahwa apa yang dilakukannya adalah konstitusional. Penilaian itu berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Hanya persoalannya kenapa dipublikasikan ke publik? Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) itu harusnya disampaikan ke Menteri Keuangan. Kemudian Menteri Keuangan menyampaikannya ke Presiden. Ini yang menyebabkan berbagai kalangan menuding Yuddy sebagai biang gaduh. Sungguh ironis. Kenapa justru kegaduhan datang dari anggota kabinet?
Terkait dengan kegaduhan di atas Presiden Jokowi kembali menegaskan, yang berhak memberikan penilaian terhadap kinerja para menterinya dalam Kabinet Kerja adalah dirinya sendiri. Menteri diminta fokus bekerja dan tidak perlu untuk memberikan penilaian terhadap menteri lainnya.
Sebelumnya  Sekretaris Kebinet, Pramono Anung mengklarfikasi bahwa Presiden tidak pernah memerintahkan MenPAN-RBYuddy Chrisnandi untuk menyampaikan hasil evaluasi kinerja menteri yang dilakukan Kemen PAN-RB kepada publik. Pramono mengakui bahwa hasil evaluasi kinerja kementerian dan lembaga yang dilakukan Kemen PAN-RB telah disampaikan kepada Presiden Jokowi dan para anggota kabinet lainnya. Namun demikian, hal tersebut disampaikan dalam forum tertutup. Jadi apa yang dilakukan Menteri Yuddy adalah bentuk dari kreativitas Yuddy.
Harap-harap cemas
          Melihat kegaduhan di atas, rakyat seperti saya merasakan kecemasan dan harapan bercampur menjadi satu. Cemas karena mengkhawatirkan kegaduhan sepanjang tahun seperti yang telah terjadi pada 2015. Namun demikian tentu kita tak boleh putus asa. Kita harus optimis, kita masih berharap politik menjadi lebih teduh. Sehingga pemerintah bisa fokus bekerja, bekerja dan bekerja.  Rakyat pun akan segera meraskan apa yang dijanjikan oleh Jokowi-JK saat Pilpres lalu.
          Oleh karenanya, sebagai bagian dari rakyat, saya menyarankan hal-hal berikut, pertama, kepemimpinan Jokowi di kabinet diminta lebih tegas. Jangan biarkan kegaduhan berkepanjangan terjadi dalam tubuh kabinet kerja. Jangan abaikan bila para menteri saling lempar tanggung jawab, saling menyalahkan. Bila dipandang perlu, gunakan hak perogatif untuk mereka (baca:menteri) yang bandel. Rushufle lebih baik daripada kegaduhan.
          Kedua, para pejabat negara, elit politik, anggota dewan diharapkan lebih dewasa dalam bertindak, bersikap. Jadilah para negarawan yang lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok dan pribadi. Ingat anda semua dipilih, digaji oleh rakyat. Kenapa rakyat diabaikan?
          Ketiga, khalayak ramai seperti saya dan anda juga berkewajiban secara moral untuk membantu menjaga kondusifitas dan stabilitas politik nasional. Karena opini publik pun bisa jadi memperkeruh, membuat kegaudahan baru. Saya menyaksikan  media sosial menjadi tempat atau ruang kegaduhan publik dimaksud.
          Akhir kata, kegaduhan penilaian Menteri Yuddy Crisnandi harus dapat diambil pelajaran oleh semua pihak. Biarkan ini menjadi kegaduhan yang pertama dan terakhir di tahun 2016 ini. Terakhir, semoga kegaduhan ini cepat selesai, berlalu. Amin. Wa Allahu Alam.
(Tulisan dimuat di Radar Cirebon, 8 Januari 2016)



        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar