Jumat, 15 Januari 2016

Gafatar dan Problem Keberagamaan Kita


          Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sekarang menjadi pemberitaan hangat di tengah masyarakat. Organisasi ini  diributkan, dipersoalkan keberadaanya setelah ditemukannya seorang  bernama dr Rica Trihandayani yang sebelumnya dilaporkan hilang oleh keluarganya sejak 30 Desember lalu. Dr Rica Trihandayani ditemukan di Bandara Iskandar, Pangkan Bun Kalimantan Tengah pada 11 Januari dan langsung dibawah ke Polda Yogyakarta. Sebelum meninggalkan rumah, dr Rica sempat menulis surat pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)  yang dikirimkannnya ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Yogyakarta. Dr Rica tercatat sebagai pegawai di rumah sakit Dr Sardjito.
          Kasus menghilangnya warga tidak hanya di Yogyakarta tapi di berbagai daerah seperti Banyumas, Purbalingga, juga Garut Jawa Barat. Di Yogyakarta sendiri tercatat 33 orang yang telah dilaporkan menghilang oleh keluarga mereka. Menghilangnya dr Rica  Trihandayani  dan lainnya diduga, diyakini karena terkait dengan organisasi Gafatar.
          Polda Jawa Barat juga telah menerima laporan hilangnya sejumlah korban yang diduga keras dilarikan oleh Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Seorang bernama Heriyady Atmajaya telah melaporkan ke Polres Garut prihal istri dan kedua anaknya yang meninggalkan rumah sejak 28 Desember 2015. Menurut Heriyady, pembinaan terhadap anak dan istrinya oleh kelompok Gafatar sejak Agustus 2014. Hal itu diyakini berdasarkan sejumlah bukti tertulis (buku harian) yang ditemukan di rumah. Juga kegiatan pengajian yang sebelumnya sempat dicurigai oleh Heriyady.
          Gafatar merupakan organisasi yang telah dilarang pemerintah sesuai surat Ditjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri Nomor 220/3657/D/III/2012 tanggal 20 November 2012. Organisasi ini dilarang lantaran menyebutkan bahwa salat dan puasa Ramadan tidak wajib. Juga sejumlah ajaran yang diyakini sesat atau menyimpang.
Menurut Sekretaris Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama, Muhammadiyah Amin, ajaran Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) adalah sesat dan menyesatkan umat Islam sehingga harus diwaspadai. Organisasi itu tidak terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag). Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa Gafatar adalah organisasi ilegal yang tidak layak diikuti masyarakat.
Lebih jauh, Amin mengaku prihatin belakangan ini banyak umat Islam, menjadi korban dari kegiatan organisasi tersebut. Dia menyatakan, bukan hanya kalangan cendekiawan atau terpelajar, dari kalangan "akar rumput" hingga pegawai negeri sipil pun menjadi sasaran untuk dijadikan pengikut organisasi itu. Organisasi tersebut juga menjadikan kalangan orang muda sebagai sasaran rekrutmen. Gafatar dalam aktivitasnya berselubung menjalankan aksi sosial, tapi di sisi lain dalam aspek ajaran sudah melenceng dari Islam.  (http://nasional.republika.co.id/)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan Gerakan Fajar Nusantara atau Gafatar adalah sesat. Organisasi ini merupakan metamorfose dari gerakan Al Qiyadah Al Islamiyah bentukan nabi palsu Ahmad Mushadeq yang telah dinyatakan sesat atau dilarang. Gafatar adalah bentuk baru dari organisasi yang mengajarkan pemahaman sesat nabi palsu Ahmad Mushadeq,  demikian ungkap Ahmad Muhsin Akmal,  Sekertaris MUI Daerah Istimewa Yogyakarta.
 Ahmad Muhsin Akmal menambahkan, MUI Daerah Istimewa Yogyakarta adalah organisasi pertama yang mengeluarkan fatwa bahwa Al Qiyadah Al Islamiyah adalah sesat dan menyesatkan.  Pada akhir 2007 yang lalu sedikitnya 900 orang yang telah ikut organisasi ini di Daerah Istimewa Yogyakarta. Ratusan orang itu didata polisi  dan melakukan pertaubatan massal di masjid Polda. Gerakan Gafatar dibungkus dengan kegiatan sosial. Seperti gotongroyong, jalan sehat, khitanan massal, kegiatan pelatihan pertanian, donor darah, dan bakti sosial lainnya.  (http://nasional.tempo.co/)
Terkait dengan permasalahan di atas, Presiden Joko Widodo memberikan instruksi khusus kepada jajajaran di bawahnya. Hal itu ditegaskan oleh  Sekretaris Kabinet Pramono Anung, pemerintah sungguh-sungguh menangani hal-hal yang seperti ini. Kami diminta oleh Presiden untuk memantau hal yang berkaitan dengan Gafatar. Pramono melanjutkan, Presiden meminta Polri dan Kementerian Dalam Negeri untuk mendalami motif berkembangnya paham Gafatar. Ia menengarai, ada ideologi tertentu yang dikembangkan Gafatar untuk kepentingan tertentu. Pramono berharap, masyarakat dapat kritis dan menggunakan akal sehatnya saat mendapati paham-paham tertentu yang baru terdengar.
            Kehadiran pemahaman, gerakan keagamaan semisal Gafatar atau lainnya tak lepas dari problem keberagamaan kita, umat Islam. Problem keberagamaan itu yang menyuburkan pemahaman atau gerakan menyimpang seperti Gafatar. Menurut hemat saya, berikut hal-hal yang menjadi problem keberagamaan kita, Pertama, memahami agama secara parsial. Islam itu harusnya dipelajari, diamalkan, dihayati secara kaffah yakni sempurna dan menyeluruh. Jangan memahami, menghayati, mengamalkan Islam secara sebagian (parsial) kemudian mengabaikan bagian lain. Memahami atau mempelajari Islam secara parsial akan menjerumuskan pada pemahaman Islam yang salah. Contoh memahami jihad dengan hanya mengejar predikat syahid tanpa memahami konsep kepemimpinan, konsep negara, konsep keimanan  dalam Islam dan lainnya akan membuat sempit pandangan sehingga semua orang yang berbeda dianggapnya sebagai kafir yang harus diperangi. Ini tentu sangat berbahaya.
          Kedua, minim ilmu dan klaim paling benar. Penguasaan terhadap ilmu agama yang pas-pasan mendorong seseorang mudah merasa paling benar. Perasaan paling benar adalah penyakit sosial. Syetan terjerumus pada kesesatan abadi  menolak perintah Allah untuk hormat pada Adam as karena perasaan paling hebat, paling benar. Apalagi bila  dibarengi dengan semangat menggebu-gebu dan berlebihan, klaim paling benar dapat mengantarkan pada pengakuan sebagai nabi, malaikat bahkan tuhan.
          Ketiga, pengajaran agama yang minim di komunitas terpelajar kritis yang memilki semangat tinggi. Selama ini pemahaman seperti Gafatar itu berkembang pada komunitas masyarakat yang tak memilki latar belakang pendidikan agama namun memilki semangat tinggi. Sayangnya, kebutuhan terhadap juru agama yang mempuni tidak terpenuhi. Ruang kosong itu kemudian dimasuki oleh oknum tertentu, membawa ajaran yang kerapkali menyimpang. Saya masih ingat, saat kuliah, pemahaman keagamaan semacam itu tumbuh subur di PT umum yang pemahaman agama mahasiswanya rendah. Pemahaman seperti Gafatar tak mendapat responds yang positif di IAIN misalnya.
          Akhir kata, keberadaan pemahaman keagamaan semisal Gafatar tidak hadir begitu saja, tapi terkait dengan problem keberagamaan kita. Problem keberagamaan tersebut sedikit banyak membuka peluang untuk tumbuh suburnya gerakan semisal Gafatar. Ini yang harus disikapi oleh kita, umat Islam. Kita harus mengajarkan, memahami agama secara utuh, sempurna. Kita tak boleh merasa puas dengan apa yang sudah kita pahami apalagi merasa paling benar. Dan yang terpenting, kewajiban kita semua  menyampaikan pemaham agama yang benar termasuk pada komunitas masyarakat yang hanya memilki semangat. Wa Allahu Alam

Dimuat di Harian Radar Cirebon, Jumat, 15 Januari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar