Kamis, 26 Mei 2016

Ada Apa Dengan La Nyalla?


          Senin (23/5) lalu menjadi hari berarti bagi La Nyalla, Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Pasalnya, gugatan praperadilan La Nayalla dikabulkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur. La Nyalla yang juga  Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur itu status tersangkanya dinyatakan tidak sah, batal demi hukum. Ini kali ketiga, yang berangkutan memenangkan sidang praperadilan.
Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejati Jatim, Dandeni Herdiana, mengatakan akan tetap mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk menjerat La Nyalla. Sebab, menurutnya, bukti La Nyalla merugikan uang negara sudah sangat jelas. Dan pasti pihaknya (Kejati) akan membuat sprindik baru. Jumlah alat bukti yang telah kami kantongi cukup kuat. Sayangnya, Dandeni belum bisa memastikan kapan sprindik baru tersebut akan dikeluarkan untuk menjerat La Nyalla. Dia hanya berjanji akan mengeluarkan sprindik baru untuk memproses kembali penyidikan kasus tersebut. (http://jatim.metrotvnews.com/)
Sebelumnya, Kejati Jatim telah menetapkan La Nyalla sebagai tersangka dalam kasus dana hibah ke Kadin Jatim dan kasus pencucian uang. Sejak ditetapkan sebagai tersangka, La Nyalla tidak pernah memenuhi panggilan penyidik kejati. Yang bersangkutan dikabarkan kabur ke Singapura.
Praperadilan pertama dikabulkan PN Surabaya pada 7 Maret 2016. Kemudian Kejati menerbitkan sprindik baru dan dilanjutkan penetapan tersangka pada 16 Maret 2016. Gugatan praperadilan diajukan dan dikabulkan hakim. Tak lama setelah gugatan dikabulkan, kejati menerbitkan sprindik lagi. Gugatan itu kembali dikabulkan kemaren Senin 23 Mei 2016.
Sidang tersebut dipimpin oleh hakim, Mangapul Girsang. Dia mengabulkan gugatan tentang dugaan korupsi hibah Kadin Jatim tahun 2012 sesuai sprindik penetapan tersangka nomor 397/O.5/Fd.1/04/2016 bertanggal 12 April 2016 dan tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sesuai sprindik nomor 447/0.5/Fd.1/04/2016 tertanggal 22 April 2016. Hakim menilai kedua sprindik tersebut tidak sah dan cacat hukum, karena dianggap tidak cukup bukti.
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Prof. Edward Omar Syarif Hiariej, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim telah melakukan pembangkangan terhadap institusi Pengadilan. Penegasan itu disampaikan Edward saat menjadi saksi ahli dalam lanjutan sidang praperadilan atas penetapan Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla Mattalitti sebagai tersangka pada perkara penggunaan dana hibah Kadin Jatim 2012 untuk pembelian saham IPO Bank Jatim, pada praperadilan sebelumnya.  (http://news.okezone.com/)
Kasus hukum La Nyallah terbilang langkah. Bisa jadi tidak ada contoh lainnya. Tiga kali memenangkan gugatan praperadilan, Kejati Jawa Timur masih kukuh berniat mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru. Hal ini yang jadi tanda tanya bagi khalayak ramai. Ada apa sebenarnya?
Sebagai orang yang awam hukum, saya melihat dalam kasus ini tersembunyi kebenaran. Kebenaran itu disembunyikan untuk kepentingan tertentu. Kepentingan siapa?  Rasanya sulit bagi masyarakat luas mengungkap misterinya. Point-point berikut diharapkan menjelaskan lebih jauh. Point berikut merupakan keraguan dan tanda tanya publik terhadap kasus tersebut. Pertama, jika La Nyalla bersalah, kenapa praperdilan selalu membatalkan status tersangkanya? Tiga kali sidang praperadilan memberi posisi kuat pada yang bersangkutan. Apa majlis hakim keliru memutuskan seperti diyakini Kejati Jatim sehingga meminta Komisi Yudisial (KY) turun tangan, menyelidikinya? Terlibatnya beberapa hakim dan pennegak hukum laiinya menimbulkan tanya kembali, apa ketiga hakim sudah terbeli? Atau memang Kejati tak mampu menghadirkan dua alat bukti sebagai syarat penetapan status tersangka seseorang?
Kedua, jika La Nyalla benar, kenapa Kejati Jatim bersikukuh membuat kembali Sprindik. Bahkan ada ungkapan sampai seribu kali. Ini mencerminkan keyakinan yang dipegang oleh Kejati Jatim sangat kuat. Hanya,  kenapa tak mampu menghadirkan dua alat bukti sehingga status tersangka kembali dibatalkan oleh majlis hakim sidang praperadilan? Apa kenerja mereka tak profesional? Atau ada kepentingan lain, poltik misalnya. Seperti disebut beberapa pihak, kasus ini syarat dengan kepentingan politik praktis terkait kepemimpinan La Nyalla di PSSI.
Ketiga, terlepas siapa yang salah? Logika publik menegaskan, tak mungkin keduanya benar. Sebaliknya tak mungkin keduanya salah. Pasti salah satunya benar. Dan salah  satunya salah. Kemudian siapa yang salah, siapa yang benar? Waktu akan menjawab berikutnya. Yang pasti masyarakat luas meyakini bahwa ada sesuatu yang salah. Ada yang ditutupi dari khalayak ramai.
Memperhatikan ketiga point di atas, saya sebagai salah satu bagian masyarakat luas berharap hukum dapat ditegakkan. Penegakan hukum harus tegas, tak pandang bulu. Hukum seyogyanya tajam ke atas juga ke bawah. Hukum menjadi benteng terakhir setiap konflik atau persoalan yang dihadapi masyarakat. Hukum tak boleh diperjualbelikan. Tak memutus sesuai kepentingan atau pesanan pihak tertentu.
Harapan dan mimpi indah di atas menjadi tantangan dan tanggung jawab semua penegak hukum baik Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan, KPK,  KY, juga MA. Ini akan diuji oleh waktu dan jaman. Tapi harapan mulia tersebut ibarat panggang jauh dari api. Kenapa? Sebab, akhir-akhir ini sorotan publik sedang tertujuh ke sana. Penegak hukum sedang mengalami banyak ujian dengan terbelit kasus hukum oleh berbagai kalangan di ranah hukum. Paling mutakhir, kasus Sekretaris MA, Nurhadi, kasus Bupati Subang yang melibatkan oknum Jaksa, juga  Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Provinsi Bengkulu.
Akhir kata, publik nampak tak sabar melihat hukum tegak, lurus. Dan Kecemasan tersebut kudu segera dijawab oleh Pemerintahan Jokowi-JK. Karena bagaimana pun, sebagai top leader di negeri ini, mereka berdua berkewajiban merealisasikan janji-janji saat kampanye Pilpres lalu. Bila ada yang tak sehat di ranah hukum dalam pemerintahan mereka, secepatnya ditanggulangi, diluruskan. Rakyat Indonesia menunggu.
Kemudian untuk Pak La Nyallah, pulanglah. Untuk apa kabur, bila anda merasa benar. Apa anda tak percaya penegakan hukum di negeri sendiri? Hadapi kasus hukum dengan sportif dan bertanggungjawab. Untuk Kejati Jatim, bekerjalah secara profesional. Jangan mengedepankan emosi dalam mengakan hukum. Tegakan hukum demi hukum dan untuk hukum sendiri, bukan untuk kepentingan lain.  Wa Allahu Alam

Dimuat di harian Umum Radar Cirebon, Jumat 27 Mei 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar