Rabu, 18 Mei 2016

Gambar Palu Arit, Kenapa Takut?


          Gambar palu dan arit menjadi perbincangan khalayak ramai. Beberapa peristiwa di berbagai daerah terkait gambar itu belakangan dihubungkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pihak keamanan pun telah mengambil tindakan. Tindakan aparat kepolisian menjadi pro-kontra di tengah masyarakat. Nampaknya, polemik dan diskusi publik terkait partai terlarang itu tetap menarik. Sebelumnya kita mempersoalkan perlu tidaknya pemerintah mohon maaf pada korban peristiwa 65, saat PKI dibrangus oleh pihak yang berkuasa dari bumi nusantara.
          Awal tahun ini, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan Kota Magelang meminta maaf secara terbuka terkait pemasangan spanduk ucapan HUT ke-43 PDI Perjuangan yang dianggap mengandung logo mirip palu dan arit.  Sebelumnya, petugas gabungan Satpol PP Kota Magelang diketahui telah mencopot tujuh spanduk yang sebelumnya terpasang di tiang-tiang reklame di Kota Magelang itu. 
          Logo tersebut sebenarnya merupakan hasil kreativitas sejumlah kader. Desain awal dari logo itu hanya berupa angka 43. Namun, desainer kemudian membentuk logo sehingga memicu kontroversi. Gambar itu dinilai secara kasat mata terdapat unsur palu dan arit lambang PKI.   (http://regional.kompas.com/)
          Di Bandar Lampung, seorang pemuda ditangkap karena mengenakan kaus merah bergambar palu dan arit serta bertuliskan "CCCP". Dia diamankan saat tengah mengikuti konser musik di Lapangan Saburai, Minggu (8/5/2016) pukul 20.15 WIB. Kepala Penerangan Korem 043/Gatam Mayor Inf Prabowo CH menjelaskan, pemuda itu bernama Urdya Sejiwangga Ardhanggo (23) asal Bandar Lampung.
Dia adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Lampung semester X.  Menurut pengakuan pemuda tersebut, dia mendapatkan kaus itu dari temannya. Sedangkan temannya  mendapat oleh-oleh dari pamannya yang bekerja sebagai protokoler Kedutaan Besar Indonesia di Rusia.
Dalam waktu bersamaan, Aparat gabungan Polri dan TNI membawa pemilik toko di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Pria berinisial MI dibawa ke Polsek untuk diminta keterangan karena menjual kaus bergambar palu dan arit. Kapendam Jaya Kolonel Inf Heri Prakosa mengatakan tim dari Intel gabungan Kodam Jaya dan Polsek Kebayoran Baru Polda Metro Jaya membawa pemilik kios toko MS di Blok M Square dan di Blok M Mal.
Di kedua toko itu dijual kaus berlogo palu arit dengan tulisan kreator. Dari keterangan karyawan pada kedua toko tersebut, kaus berlogo palu arit sudah dijual sejak kurang lebih 3 bulan lalu. Tim lalu membawa barang bukti satu lusin kaus berlogo palu arit beserta sang pemilik toko. (http://news.detik.com/)
Di tempat lain, sebuah ormas yang aksinya diamini polisi menolak pemutaran film "Pulau Buru Tanah Air Beta" di Jakarta dan Yogyakarta karena dianggap menyebarkan paham komunisme. Padahal film itu sebuah dokumenter yang menuturkan kisah Hesri Setiawan dan Tedjabayu Sudjojono,  dua orang yang pernah ditahan di Pulau Buru sejak 1969 hingga 1978. Dua orang ini datang kembali ke pulau itu dan berkisah tentang masa-masa mereka menjalani kehidupan di sanaFilm tersebut berkisah tentang salah seorang keluarga penyintas yang mencari informasi tentang apa yang sebenarnya terjadi di balik pembunuhan anggota keluarganya.
PKI Phobia
Gambar palu-arit dan PKI ibarat hantu yang menakutkan. Pertanyaanya, kenapa gambar palu arit dan kata "PKI" begitu menakutkan bagi kita? Apakah ketakutan itu beralasan? Atau itu hanya ilusi yang diproduksi oleh kekuatan yang pernah berkuasa di negeri ini pada masa lalu?
Fenomena ketakutan seperti tercermin beberapa kejadian di atas, menurut hemat saya lebih dapat dimaknai sebagai phobia. Phobia adalah rasa takut pada suatu hal atau fenomena berlebihan. Hal ini akan berdampak pada emosi seseorang. Phobia biasanya disebabkan karena seseorang mengalami trauma masa lalu dan biasanya trauma itu membekas di dalam kesadarannya.
Menurut Franz Magnis Suseno,  komunisme boleh saja dilawan. Caranya adalah dengan mengetahuinya. Bagaimana kita dapat mengambil sikap terhadap salah satu gerakan politik paling berpengaruh di abad ke-20 apabila dasar-dasar politiknya tidak dapat kita kritik? Bagaimana kita dapat mengkritik apabila kita tidak mengerti apa yang mau kita kritik?
Ungkapan Franz Magnis Suseno menegaskan bahwa kita tak perlu takut pada PKI. PKI memang harus dilawan. Tapi melawan PKI tak harus takut padanya. Bagaiman kita dapat melawan bila kita takut? Justru sebaliknya, kita harus berani mendalami, mempelajari. Penguasaan terhadap ke-PKI-an atau tengtang komunis dijadikan bahan untuk membuktikan bahwa PKI atau komunis tak layak dianut apalagi dipraktekan dalam alam demokrasi Indonesia.
Kemudian bagaimana kita menyikapinya? Menurut hemat saya, terkait PKI kita tidak perlu bersikap reaktif, juga tak harus sensitif. Sebab reaktif itu mmencerminkan  sikap terburu-buru. Dan terburu-buru itu sering kali mengantarkan pada satu kesalahan dalam mengambil pilihan atau sikap. Berkenaan dengan persoalan gambar palu dan arit, Ketua MPR RI Zulkfili Hasan mengatakan, publik tidak kudu  reaktif yang berlebihan dalam menyikapi berita adanya anak muda yang berani menggunakan kaus bergambar palu arit yang identik dengan logo Partai Komunis Indonesia (PKI).  Sebab, selama ini banyak anak muda yang menggambar sesuatu tetapi sebenarnya tidak mengerti makna sebenarnya karena hal tersebut dilakukan hanya untuk gaya semata.
Selanjutnya, penegak hukum diminta tak berlebihan dalam menangani kasus-kasus seperti di atas. Mereka diminta lebih teliti dalam memandang setiap permasalahan terkait hal-hal yang yang bernuansa komunis atau PKI. Profesionalisme wajib dikedepankan. Jangan bertindak secara emosional. Penegak hukum kudu bisa memila-mila antara  perbuatan melanggar hukum dan yang tidak. Kalau sekadar membaca buku tentang PKI misalnya apa harus ditangkap? Bisa jadi yang bersangkutan tentang menelaah kelemahan atau kesesatan pikir PKI.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan  meminta aparat bisa selektif dalam menindak penggunaan logo palu arit.  Beliau mengatakan, kalau ada satu atau dua kasus, itu bisa saja karena lagi menjadi tren anak muda. Jadi, lihat-lihatlah, jangan berlebihan.
Bagi saya daripada memakai kaus begambar palu arit atau lainnya, kaum muda lebih baik mempelajari ideologinya yakni komunis. Dengan mempelajari dan mendalaminya mereka akan tersadarkan bahaya laten komunis sekaligus PKI. Dengan bekal pengetahuan dan penguasan tentang komunis mereka dapat melawannya. Kemudian membuktikan pada dunia bahwa komunis layak dijauhi, ditinggalkan. Tentu kajian tersebut dilakukan dengan benar. Melibatkan para pakar, juga referensi yang tepat.
Walhasil, Komunis atau PKI memang berbahaya. Tapi kita tak harus takut, tak perlu bersikap berlebihan. Komunis harus dilawan. Karenanya, pemahaman yang mencukupi tentangnya dibutuhkan. Tak mungkin, memerangi sesuatu yang tak kita pahami. Mustahil melawan sebuah ideologi tanpa memahaminya terlebih dahulu. Wa Allahu Alam



         

          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar