Jumat, 20 Mei 2016

Kekerasan dan Pendidikan Seks


          Pemberitaan tentang kekerasan seksual menjadi sajian utama media (cetak, elektronik atau online) dua minggu terakhir. Kekerasan seksual pada perempuan dan anak seakan mendapat momentum. Berita kekerasan seksual bermunculan di berbagai daerah di tanah air.  Kasus YY di Bengkulu menjadi pembuka serial panjang kekerasan seksual  pada tahun ini. Gadis berumur 14 tahun itu merenggang nyawa setelah diperkosa 14 pemuda tanggung. Terakhir, saya membaca di media online seorang kepala Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Yogyakarta memperkosa siswinya.
          Deretan panjang berita kekerasan seksual itu memilukan hati kita semua. Ada apa dengan bangsa kita? Kenapa prilaku  keji seperti itu banyak terjadi, menimpa anak, orang dekat kita? Dimana para orang tua? Para pendidik? Para penegak hukum? Kenapa pemerintah absen di sana?
          Pertanyaan seperti itu muncul dalam benak dan pikiran. Pertanyaan itu hadir akibat keterkejutan dan ketidakmampuan kita semua menyelesaikan masalah secara tuntas selama ini. Kekerasan seksual ada di tengah masyarakat jauh sebelum kasus YY.  Dari waktu ke waktu data kekerasan seksual baik terhadap perempuan maupun anak meningkat. Harian Kompas (4/5) melaporkan, berdasarkan catatan Komnas Perempuan pada tahun 2013-2015 kekerasan terhadap perempuan menunjukkan tren peningkatan.  Pada 2013 tercatat ada 279.760 kasus. Pada tahun 2014 bertambah menjadi 293.220 kasus. Dan tahun 2015 bertambah lagi menjadi 321.752 kasus.
          Salah satu penyebab kekerasan seksual, seperti disebutkan banyak  pihak adalah masalah prilaku seks. Rismijati E Koesma, dosen Fakultas Psikologi Unpad menyebutkan, mengapa seseorang terdorong melakukakan kekerasan seksual? Karena kebutuhan seksual itu sesuatu yang alami, sesuatu yang dimiliki  setiap orang yang diberi oleh Yang Maha Kuasa. Gairah seksual adalah sesuatu yang tidak dipelajari, tidak dibentuk tetapi siapa pun pasti memiliki kebutuhan tersebut. Kebutuhan seksual adalah basic needs yang sama dengan kebutuhan makan dan minum serta bersifat siklus sehingga kebutuhan ini pada prinsipnya harus dipenuhi. (Pikran Rakyat 19/5)
          Sebagai kebutuhan dasar, prilaku seks membutuhkan pembelajaran. Pembelajaran tentang bagaimana menyalurkan kebutuhan gairah  seksual  secara benar dan sehat itu disebut dengan pendidikan seks. Pendidikan seks (sex education) adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar. Informasi itu meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.
          Pendidikan seks sangat penting. Paling tidak untuk dua alasan. Pertama, untuk membantah argumentasi bahwa membicarakan seks adalah sesuatu yang tabu, tidak etis dan tak pantas. Kedua, untuk membekali anak memahami seks secara benar seperti tentang kesehatan anatomi reproduksi atau lainnya. Sehingga seks bebas tidak lagi menarik bagi anak mereka.
          Kemudian secara umum tujuan pendidikan seks sesuai dengan interpersonal  confence  of seks eduction and family planing pada tahun 1962 adalah untuk mencetak atau menghasilkan manusia dewasa yang dapat menjalankan kehidupan yang bahagia serta bertanggungjawab terhadap dirinya dan terhadap orang lain.
Kapan pendidikan seks dimulai? Dan bagaimana pendidikan seks itu dilakukan? Pendidikan seks dimulai sejak dini dalam keluarga. Orang tua menjadi guru pertama bagi anak-anaknya. Orang tua wajib menyampaikan informasi terkait seks secara tepat. Yakni tepat saat dan tepat meteri. Tepat saat artinya tepat waktu kapan hal itu harus disampaikan. Tepat meteri pengertiannya adalah materi apa yang pas disampaikan kepada anak. Ukuran ketepatan saat dan materi ini terkait usia, pertumbuhan dan perkembangan anak.
Orang tua sejak awal kudu menyampaikan berbagai hal terkait perbedaan jenis kelamin (pria-wanita) misalnya. Mereka juga harus mengawasi hubungan anak mereka yang berbeda jenis kelamin dalam kehidupan keluarga di rumah. Orang tua musti menjelaskan batasan-batasan yang dijaga antara lelaki dan perempuan. Dalam ajaran agama misalnya, Rasulullah SAW memerintahkan memisahkan mereka (anak laki-laki dan perempuan) saat tidur pada usia tujuh tahun. Ini contoh nyata pendidikan seks sejak dini yang diajarkan oleh Islam.
Sebagai orang dewasa di rumah, ayah dan ibu sepantasnya memberi contoh yang baik terkait hubungan laki-perempuan dewasa. Mereka harus bisa menjaga diri baik dalam berpakaian, bertuturkata. Mereka tak boleh menampilkan kemesraan berlebihan di depan anak.  Mereka dituntut menampilkan hubungan sepasang suami istri yang baik dan sehat di depan anak. Sehingga anak bisa memahami bagaimana kehidupan seks suami-istri itu dilakukan secara benar dan sehat.
Bisa jadi kekerasan seksual yang terjadi di rumah merupakan akbiat dari tidak adanya pendidikan seks. Seperti diketahui melalui pemberitaan, kekerasan seks terhadap perempuan kadangkala dilakukan oleh ayah (kandaung atau tiri) terhadap anaknya. Atau seorang kakak pada adiknya. Majikan terhadap pembantunya. Sebab itu, pendidikan seks dalam kehidupan keluarga di rumah wajib dilakukan. Sehingga ke depan, tidak ada lagi kekerasan seksual dalam lingkungan keluarga.
Kemudian sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Sekolah seyogyanya mengambil peran dalam pendidikan seks terhadap peserta didik. Pendidikan seks dalam kurikulum pendidikan kita memang belum pernah ada. Tentang perlu tidak memasukan pendidikan seks dalam kurikulum masih dalam perdebatan para pakar pendidikan.
Dalam pendidikan dikenal apa yang disebut dengan hidden kurikulum. Hidden kurikulum yaitu Kurikulum tersembunyi atau kurikulum terselubung, secara umum dapat dideskripsikan sebagai hasil (sampingan) dari pendidikan dalam latar sekolah atau luar sekolah, khususnya hasil yang dipelajari tetapi tidak secara tersurat dicantumkan sebagai tujuan.
Dan menurut hemat saya, selagi pendidikan seks belum tercantum dalam kurikulum maka pendidikan seks bisa dimasukan dalam hidden kurikulum. Di sini, ketrampilan dan kreatifitas guru dalam mengajar sangat menentukan. Mereka diharapkan memasukan pendidikan seks pada pelajaran yang terkait atau berhubungan. Kemudian di masa mendatang, dunia pendidikan diminta mengakomodirnya dalam kurikulum pendidikan sejak di TK sampai perguruan tinggi.
Terakhir di tengah masyarakat. Masyarakat luas juga memikul tanggung jawab kolektif dalam mendidik anggota masyarakat. Kita semua punya kewajiban menciptakan lingkuangan yang bersih dan sehat. Lingkungan sehat tercermin dalam hubungan antara warga berbeda jenis kelamin yang baik. Lingkungan yang tak mengenal seks bebas. Lingkungan dimana kaum laki-laki melindungi kaum hawa. Terciptanya lingkungan sehat seperti itu akan terwujud dengan sendirinya bila setiap keluarga dibangun dan dibina secara baik seperti dijelaskan sebelumnya.
Akhir kata, seperti ditegaskan Denyzi Wahyuadi, Peneliti dari Pusat Kajian Seks dan Gender Universitas Indonesia,  pendidikan seks itu harus diberikan sedini mungkin dan sesuai umur peserta didik. Berdasarkan pengalaman di Belanda pendidikan seks di sekolah ternyata sangat berpengaruh dalam menunda melakukan hubungan seksual pertama kali oleh anak remaja. (http://www.republika.co.id/)
Dan akhirnya sebagai salah satu solusi mencegah kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, pendidikan seks di rumah, sekolah dan masyarakat luas yang kita lakukan diharapkan bisa mengurangi terlebih menghapus tindak kekerasan seksual di masa mendatang. Semoga. Wa Allahu Alam
Dimuat di Harian Umum Radar Cirebon, Jumat 20 Mei 2016

          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar