Rabu, 11 Mei 2016

Mendidik dengan Kasih Sayang


          Belum lama dunia pendidikan tinggi dihebohkan dengan terbunuhnya seorang dosen oleh mahasiswanya sendiri. Nur Ain Lubis (63), dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) tewas setelah ditikam mahasiswanya, Roymardo Sah Siregar (20), pada Senin (2/5/2016) sekitar pukul 15.00 WIB.
          Nur Aini Lubis dibunuh di lingkungan kampus. Ketika ke kamar mandi, ia dibuntuti oleh pelaku. Saat hendak mengambil air wudhu, sang dosen ditikam dengan pisau oleh mahasiswa semester akhir itu di area kamar mandi/WC. Setelah menikam, pelaku lari ke Fakultas Ekonomi.  Belasan mahasiswa langsung mengejar Roymardo. Sejumlah mahasiswa sempat mengeroyok pelaku, sebelum petugas keamanan mengamankannya.
Menurut pengakuan dari berbagai pihak di kampus, bu Aini dikenal sebagai sosok dosen yang disegani di UMSU. Dia dikenal rendah hati, tetapi juga tegas kepada para mahasiswanya. Ain  terbilang "ditakuti" oleh mahasiswi Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMSU. Pasalnya, saat Ain memberikan kuliah, para mahasiswi yang biasanya menggunakan celana jins harus membawa rok cadangan. Sebelum masuk ke dalam kelas, para mahasiswi mampir ke kamar mandi untuk mengganti celana jins dengan rok panjang agar diizinkan masuk ke kelas oleh Ain. Dosen yang dikenal sangat disiplin itu marah bila melihat mahasiswanya berpakaian tak rapi.
          Dalam mengajar, Ain lebih sering menggunakan teknik diskusi setelah menjelaskan mata kuliahnya.  Dia tak segan-segan menghukum mahasiswanya bila berbuat salah di kelas. Para mahasiswa juga gentar ketika berhadapan dengan Ain jika mereka hendak mendiskusikan mata kuliahnya, tetapi tidak menguasai materinya.
          Pembunuhan diduga bermotifkan dendam. Pelaku sakit hati kepada yang bersangkutan karena beberapa alasan. Pelaku merasa sering dimarahi. Dia juga kesal karena sering diberi nilai jelek. Keduanya sempat cecok terkait bimbingan skripsi. Skripsi yang dibuat kerapkali disalahkan oleh dosen yang mantan dekan  Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) tersebut.
           Peristiwa di atas mengejutkan dunia pendidikan nasional terutama di kalangan perguruan tinggi. Kasus ini mengingatkan kembali bagaimana hubungan pendidik dan peserta didik yang semestinya. Dalam kasus itu, hubungan keduanya dianggap memiliki masalah. Masalah bisa jadi datang dari salah satu pihak atau keduanya (pendidik dan perserta didik). Maka wajib bagi dunia pendiidkan untuk mengkaji ulang hubungan pendik-peserta didik tersebut. Ini sebagai salah satu upaya agar kasus serupa tak terulang di masa yang akan datang. Upaya ini paling tidak untuk memberi pemahaman yang sama oleh semua pihak yang terkait.

       Kemudian bagaimana hubungan pendidik dan peserta didik itu kudu dibangun? Pendidikan pada dasarnya adalah proses memanusiakan manusia secara manusiawi. Karenanya semua proses pendidikan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian itu sendiri. Nilai-nilai kemanusian harus dijaga oleh semua yang terlibat dalam proses pendidikan. Tak terkecuali pendidik dan peserta didik sebagai pihak yang paling dominan di dalam aktivitas pendidikan. Maka hubungan keduanya sepantasnya dibangun berdasarkan nilai kemanusian.

          Pendidikan tidak lepas dari manusia sebagai objek didik. Manusia adalah mahluk ciptaan tuhan yang paling sempurna di muka bumi  yang memiliki ciri-ciri fisik yang khas. Manusia juga dianugrahi dengan kemampuan intelegensi dan daya nalar yang tinggi sehingga menjadikan ia mampu berpikir, berbuat dan bertindak ke arah perkembanganya sebagai manusia yang utuh. Dan proses ke arah itu tak akan terwujud bila hubungan pendidik dan peserta didik tak sehat, tak manusiawi

          Hubungan pendidik dan peserta didik yang dibangun atas dasar nilai kemanusian akan mengesampingkan setiap hal yang mengarah tindak kekerasan. Kekerasan fisik maupun psikis tidak boleh hadir dalam proses pendidikan. Di sini, masing-masing dari pendidik atau peserta didik harus dapat bekerja sama, salaing mendukung, saling mengormati. Kerja sama yang baik antara keduanya akan mempercepat mewujudkan tujuan pendidikan.

          Proses belajar mengajar itu harus menyenangkan peserta didik juga pendidik. Dalam belajar tidak boleh ada ketegangan. Belajar tidak juga menghadirkan ketakutan. Untuk itu, menurut Munif Chatib (2014),  guru atau dosen sebagai pendidik kudu bisa memilih metode pembelajaran yang menyenangkan. Pada titik ini, hukuman yang menyebalkan dan menyiksa bagi peserta didik dianggap tidak tepat lagi sebagai alat pendidikan.

          Selanjutnya, proses pendidikan  dilakukan dengan cinta dan kasih sayang. Mengajar maupun belajar dilaksanakan dengan hati. Mengajar atau belajar tidak boleh dengan emosi atau amarah. Pendidik dan peserta didik dalam proses belajar mengajar wajib menanamkan niat yang tulus, ikhlash. Niat belajar itu adalah menghilangkan kebodohan, menggali ketrampilan untuk menyiapkan diri dalam kehidupan nyata.

          Pada dasarnya, baik pendidik maupun peserta didik wajib memiliki niat yang sama seperti disebut di atas. Dalam proses pembelajaran, idealnya tidak ada superior.  Guru atau dosen sebagai pendidik tak lebih sebatas sebagai fasilitator, motivator, pembimbing bagi peserta didik. Mereka semua pada hakekatnya sama-sama belajar.

          Pembelajaran dengan hati yang menghadirkan cinta dan kasih sayang akan menghadirkan kenyamanan, ketenangan bagi peserta didik juga pendidik. Cinta dan kasih sayang seorang pendidik tercermin melalui kelembutan, kesabaran, penerimaan, kedekatan, keakraban, serta sikap-sikap positif lainnya dalam berinteraksi dengan lingkungannya, khususnya dengan peserta didik. Sosok pendidik yang selalu menebar kasih sayang pada peserta didik akan melahirkan sebuah kharisma. Peserta didik akan mencintai guru dengan cara mengidolakannya, serta menempatkan dia sebagai sosok yang berwibawa dan disegani. Cinta adalah sikap batin yang melahirkan kelembutan, kesabaran, kelapangan, kreativitas, serta tawakkal. Jaring-jaring cinta yang ditebar pendidik dengan penuh keikhlasan akan tersambut positif oleh peserta didik.  Dalam kalimat bijak dikatakan,  siapa menanam, dialah yang akan memetik hasilnya.

          Menurut Ahmad Taufik, M.Pd dalam guruipskudu.wordpress.com, pendidikan adalah sebuah dunia yang lahir dari rahim kasih sayang. Pendidikan harus berlangsung dalam suasana kekeluargaan dengan pendidik sebagai orang tua dan peserta didik sebagai anak. Pendidikan dilakukan dengan hati  lewat ungkapan rasa kasih sayang (love), keikhlasan (sincerely), kejujuran (honesty),  keagamaan(spiritual), dan suasana kekeluargaan (family atmosphere).

          Singkat kata, insiden di kampus UMSU yang memilukan itu harus menjadi yang terakhir. Tidak boleh ada kasus serupa di tempat lain, pada waktu yang akan datang. Dunia pendidikan di tanah air seyogyanya menjadikan insiden itu sebagai pembelajaran. Dunia pendidikan  harus menata kembali, berbenah diri dalam menghadirkan hubungan harmonis pendidik dan peserta didik dalam proses pendidikan di sekolah atau di kampus.

Hubungan keduanya (pendidik-peserta didik) dibangun atas dasar kesadaran bahwa pendidikan pada hakekatnya adalah upaya memamanusiakan manusia. Dan tentu tidak boleh  bertentangan dengan nilai kemanusian itu sendiri. Pendidikan dilaksanakan dengan menghadirkan cinta dan kasih sayang.  Sehingga proses pembelajaran akan menyenangkan bagi semua pihak baik peserta didik, pendidik, juga lingkungan pendidikan. Karena itu, tak ada pilihan lain bagi para pendidik kecuali mendidik peserta didik dengan cinta dan kasih sayang. Wa Allahu Alam


         



Tidak ada komentar:

Posting Komentar