Jumat, 02 Oktober 2015

Mempertanyakan Kinerja DPR


          Beberapa hari lalu, tepatnya 1 Oktober 2015,  genap setahun anggota DPR RI masa periode 2014-2019 dilantik. Masih terngiang di telinga, sumpah dan janji mereka dalam rapat paripurna 1 di Gedung MPR. Saat itu ada 555 orang anggota DPR beserta 132 anggota DPD dilantik langsung oleh Ketua Mahkmah Agung Republik Indonesia, Hatta Ali. Biaya pelantikan yang diambil dari uang rakyat menelan 18,5 milyar rupiah. Bukan angka yang kecil bila dibandingkan dengan kondisi ekonomi rakyat di bawah. Setelah ditanya kesiapan dan kesedian untuk dilantik oleh Hatta Ali sebagai ketua Mahkama RI, para wakil rakyat bersumpa dan berjanji, bahwa Saya akan memenuhi janji menjalankan anggota sebagai wakil rakyat yang seadil-adilnya sesuai peraturan perundangan  dengan berpedoman pada pancasila dan UUD 1945. Bahwa saya akan bekerja dengan sungguh-sungguh  demi tegaknya demokrasi. 
          Sumpah dan janji itu disaksikan dan didengar oleh seluruh rakyat Indonesia karena acara pelantikan tersebut ditayangkan oleh hampir seluruh stasiun TV di tanah air. Suara janji mereka menggema di bumi nusantara.  Dan tentu, Tuhan pun menyaksikan. Pertanyaannya, bagaiman realisasi sumpah dan janji itu? Bagaimana keinerja mereka setelah satu tahun dilantik? Rakyat nampaknya hanya bisa mengelus dada karena berdasarkan pengamatan oleh berbagai elemen masyarakat, kinerja anggota dewan jauh dari kata memuaskan. Kinerja mereka tergolong sangat lemah, sangat buruk. Bisa jadi terburuk sepanjang sejarah DPR
Melihat Kinerja Mereka
          Kesimpulan di atas tidaklah berlebihan. Melihat kinerja anggota DPR RI sekarang membuat rakyat pesimis, apatis menghadapi Pemilu setiap lima tahun. Rakyat merasa sulit mempercayai partai politik, apa pun partainya. Coba kita lihat kinerja mereka selama  satu tahun ini. Berikut catatan yang bisa dikaji lebih jauh, pertama, sering membuat kegaduhan politik. Anggota dewan yang terhormat, sebagaimana kita saksikan selalu membuat kegaduhan. Coba ingat, dari awal, setelah pelantikan mereka berebut kursi alat kelengkapan dewan. KMP-KIH masing-masing menunjukkan keangkuhan, ego kelompok, keras kepala, dan ambisi mereka. Perbutan jabatan dalam mengisi kelengkapan dewan dijadikan laga pertempuran yang memakan waktu, menguras energi. Berbulan-bulan perseteruan KMP-KIH dalam perebutan itu mencerminkan ketidak dewasan politk mereka. Anggota dewan seperti anak kecil berubut mainan, saling tarik, saling ejek, saling menyalahkan, saling menyudutkan. Persis seperti yang pernah diucapkan mantan Presiden Abdurrahman Wahid, mereka laksana anak TK. Terakhir kegaduhan soal pembangunan gedung MPR super mewah berfasilistas lengkap. Mereka berusaha menjebak Presiden, walau Jokowi dengan cerdas menampiknya. Tokoh-tokoh sentral (karena mereka pimpinan) seperti Fahri Hamzah politikus asal PKS, Fadli Zon salah satu wakil ketua DPR justru mencerminkan kegaduhan-kegaduhan itu.
          Kedua, porolehan legislasi yang jauh dari target. DPR  terlihat miskin prestasi. Dari 39 Rancangan Undang-Undang yang masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2015, hanya tiga RUU yang telah selesai dibahas dalam keputusan Rapat Paripurna.  Sebuah prestasi yang sangat tidak sebanding  dan tidak seimbang dengan kecerdasan dan kepintaran yang mereka miliki serta  pendapatan yang mereka terima setiap bulannya. Kaitan lemahnya legislasi, Wakil ketua DPR, Agus Hermato mengakui bahwa dalam hal pembahasan Undang-undang anggota dewan jauh tertinggal dari target yang telah ditetapkan mereka sendiri. Bahkan anggota Komisi III DPR RI, Abdul Kadir Karding, menilai fungsi legislasi DPR RI justru masih jauh dari harapan publik. Menurutnya, hanya dua fungsi yang berjalan, pengawasan dan budgeting, sedangkan fungsi legislasinya masih mandul.
          Ketiga, soal kehadiran. Kebiasaan membolos saat sidang sudah menjadi rahasia umum yang memalukan sekaligus memilukan. Sampai dalam acara sepenting peringatan ulang tahun DPR RI yang ke-70 saja hampir separuh lebih anggota tak hadir. Berdasarkan laporan CNN Indonesia, anggota dewan yang datang pada acara terssebut  tercatat hanya 288 orang dari total 560 orang anggota. Anggota dewan yang datang berasal dari PDIP 65 anggota, Golkar 50 anggota, Gerindra 35 anggota, Partai Demokrat 25 anggota,  PAN 22 anggota,  PKB 25 anggota, PKS 21 anggota, PPP 20 anggota,  Partai NasDem 15 anggota dan Hanura 10 anggota. Bukankah ini memprihatinkan? Di mana tanggung jawab mereka sebagai wakil rakyat? Masih ingatkah mereka dengan sumpah dan janji saat pelantikan setahun lalu? (http://www.cnnindonesia.com/)
Keempat, pandai menuntut hak. Masih terngiang dalam pikiran, saat mereka menuntut kenaikan berbagai tunjangan di tengah buruknya kinerja mereka. Para anggota DPR menuntut menaikan sejumlah tunjangan, di antaranya tunjangan kehormatan, komunikasi intensif, peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran, serta bantuan langganan listrik dan telepon, seperti yang tercantum di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. Besaran tunjangan kehormatan untuk anggota DPR, misalnya naik dari Rp3,7 juta menjadi Rp5,5 juta. Kemudian bantuan langganan listrik dan telepon naik dari Rp5,5 juta menjadi Rp7,7 juta. Kenaikan tunjangan anggota DPR.
Kelima, meghamburkan uang dalam bentuk kunjungan kerja. Kunjungan kerja yang tak jelas manfaatnya, terkesan hanya mengamburkan uang negara. Misalnya kontroversi kunjungan pimpinan DPR dengan beberapa anggota dewan ke Amerika. Kunjungan kerja berbadget miliaran rupiah itu hanya melahirkan kontroversi soal kehadiran pimpinan DPR (Setya Novanto-Fadli Zon) di rangkaian kegiatan kampanye bakal calon Presiden Amerika Donald Trump. Tindakan Setya Novanto- Fadli  Zon menghadiri kampanye Donald Trump dinilai oleh banyak orang sebagai perbuatan merendahkan martabat bangsa dan negara.
 Berdasarkan  catatan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), delegasi pimpinan DPR berkunjung ke Amerika dari 31 Agustus-12 September 2015 telah menghabiskan paling tidak Rp 4,6 miliar. FITRA memukan. biaya Pesawat ke AS 14.428 USD satu perjalanan,. Uang Harian 527 USD per anggota DPR, Hotel @ 1.312,02 USD per malam. Maka Jumlah Anggaran untuk 9 orang ke AS selama 12 hari Rp 4.631.428.800 (asumsi paket hemat sesuai aturan PMK)..Diperkirakan anggaran lebih besar bisa lebih Rp 10 miliar dengan asumsi berbagai tunjangan. (http://news.detik.com/berita).
Nah, catatan-catatan di atas seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi anggota DPR. Anggota DPR harus peka dan sensitif dengan apa yang dirasakan rakyat. Apa yang menjadi kegelisaan rakyat karena kekecewaan terhadap kinerja mereka pada tahun pertama ini mustinya dianggap sebagai teguran dan peringatan. Mereka harus menyadari, mengakui kelemahan-kelemahan tersebut. Kemudian  berjanji untuk memperbaikinya di waktu yang akan datang. Tersisa empat tahun lagi, cukup untuk menunjukkan keseriusan mereka mewakili rakyat, tentu kalau ada kemauan. Bila tidak, rakyat pasti menghukum mereka pada Pemilu yang akan datang. Wa Allahu Alam















Tidak ada komentar:

Posting Komentar