Kamis, 15 Oktober 2015

Mengebiri Predator Anak


Kekerasan terhadap anak kembali terjadi. Putri Nur Fauziah,  gadis cilik berusia 9 tahun ditemukan tak bernyawa di Jalan Jalan Sahabat , Kalideres, Jakarta Barat. Dan Polda Metro Jaya, Sabtu (10/10/2015)  dengan sigap telah menetapkan Agus Dermawan alias Pea (37) sebagai tersangka. Terungkapnya kasus pembunuhan sadis yang diawali pelecehan seksual ini  memunculkan kemarahan dan kekesalan masyarakat. Mereka berharap tersangka dijatuhi hukuman berat, bahkan bila perlu dihukum mati. Hal itu wajari, karena tersangka,  selain membunuh dan melakukan kekerasan seksual terhadap korban, juga telah melakukan hal serupa kepada sedikitnya 13 bocah di lingkungan Kampung Rawa Lele. Bahkan, salah satu korbannya hamil, kemudian digugurkan.
Kriminolog dari Universitas Indonesia, Josias Simon, menyatakan, dalam penetapan hukuman, para penegak hukum perlu mempertimbangkan status residivis yang disandang Agus.  Sebab, Agus sudah bisa dianggap sebagai pelaku kejahatan yang susah dibina. Sang pelaku tidak bisa dikoreksi lagi, sudah pernah dipenjara, walaupun tindak pidananya berbeda. Perlu penanganan yang berbeda untuk menghukumnya, agar menimbulkan efek jera bagi yang bersangkutan.
          Perasaan kesal dan geram terhadap kasus pembunhan PNF tidak hanya dirasakan oleh Josias Simon, Menteri Khofifah Indar Parawansa juga merasakan hal yang sama. Lebih jauh,  Khofifah mengusulkan memberi hukuman yang berat pada pelaku, bila perlu dengan mengebirinya. Walau Khofifah sendiri menyadari usulan tersebut akan mendapat reaksi keras dari aktivis HAM. Hukuman mengebiri sebenarnya telah diberlakukan di negara-negara maju seperti sebagian negara bagian di Amerika Serikat yakni California, Florida,Georgia, Oregon, Texas, Iowa, dan Montana. Pemgebirian juga diberlakukan di Moldova, Polandia, Israel, Estonia, Argentina, Australia, Rusia, Korea Selatan, Denmark, Jerman juga Filipina. Khofifah berargumen, perlunya hukuman kebiri bagi predator anak karena korban predator bisa berantai. Korban predator bisa menjadi predator baru.
Pengebirian dapat dilakukan melalui proses kimiawi yang biasa disebut chemical castration. Chemical castration adalah pengebirian dengan cara pemberian obat untuk mengurangi hormon seseorang. Dengan pengurangan hormon secara drastis, otomatis libidonya bakal menghilang sehingga tak membahayakan lagi bagi  lingkungan di sekitarnya. Pengebirian juga dapat dilakukan dengan melakukan operasi  atau bedah dengan  memotong kelenjar testis pria. Namun demikian tidak berarti meniadakan hukuman kurungan (baca:penjara), hukuman keberi dipandang sebagai antisipasi saat yang bersangkutan bebas, keluar dari penjara agar tidak mengulangi lagi perbuatannya.
        Melihat masalah di atas, pemerhati anak, Seto Mulyadi mengatakan, pemerintah sapatutnya berani mengambil langkah tegas untuk menghukum predator seksual anak. Bagi Seto Mulyadi, hukuman seberat mengebiri juga tidak masalah dan pantas bagi pelaku tindak kekerasan terhadaap anak. Dengan demikian, pelaku atau calon pelaku akan berpikir seribu kali sebelum melakukan niat buruknya. Hal senada juga ditegaskan oleh  Komisi  Perlindungan Anak Indonesia. KPAI meminta pemerintah bertindak dan mengambil langkah cepat. Bagi KPAI permasalahan ini sudah dianggap darurat. Kepada masyarakat luas juga diharapkan kewaspadaan, kehati-hatian dalam menjaga dan melindungi pergaulan anak-anaknya.
Wacana penambahan hukuman bagi predator sebenarnya sudah pernah disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. SBY pernah mengusulkan untuk merevisi UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang  Perlindungan Anak. Usulan SBY itu tak mendapat respon dari anggota dewan sampai pemerintahanya berakhir. Dan sampai saat ini DPR tak  bergeming. Politisi di Senayan malah lebih memilih merevisi UU KPK yang mungkin dianggap lebih mendesak dibanding UU Perlindungan Anak. Padahal menurut hemat saya permasalahan kekerasan anak dan upaya perlindunganya lebih penting, lebih darurat ketimbang merivisi UU tentang KPK yang hanya memunculkan kontroversi.
Dalam hukum kita sekarang, predator anak yang telah melakukan kekerasan seksual hanya dijerat dengan menggunakan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU PA) yang ancaman hukumannya hanya 15 tahun penjara. Masyarakat tentu masih khawatir setelah narapidana keluar. Apa mungkin mereka berubah, tak melakukannya lagi? Saya berasumsi pembinaan di Lapas tak bisa menjamin untuk itu. Dan terbukti, hukuman tahanan itu tak membuat jerah yang lain. Tindak kekerasan pada anak pun terus terjadi di tanah air.

Efek Jerah
          Tujuan setiap hukuman apa pun bentuknya adalah lahirnya efek jerah atau perubahan sikap yang lebih baik bagi warga binaan atau narapidana. Artinya, setelah proses pembinaan selama di Lapas,  para napi diharap bisa berubah. Kemudian bagi yang lain akan merasa takut melakukan pelanggaran hukum tersebut karena sanksi hukumanya yang yang dipandang sangat berat. Nah, sekarang bagaiamana hukuman mengebiri bagi predator anak? Apa dapat memunculkan efek jerah?
          Berdasarkan pengalaman beberapa negara yang sudah menerapkan hukuman kebiri, terbukti kejahatan seksual terhadap anak menurun. Para predetor anak  akan berpikir ulang berkali-kali  untuk melakukan perbuatan bidadap itu. Di Jerman angka kekerasan terhadap anak menurun 80 persen setelah menerapkan hukuman kebiri bagi predator. Di Jerman hukuman ini cukup ampuh mendatangkan efek jerah. Dari 104 orang yang dikebiri sejak tahun 70an, hanya tiga orang yang kembali melakukan kejahatan seksual. (http://fokus.news.viva.co.id)
          Martin Holly, dokter ternama bidang seksologi dan psikiater di Rumah Sakit Psikiater Bohnice di Praha mengatakan, hampir 100 orang pemerkosa yang dikebiri tidak mengulangi kejahatan yang sama. Lebih jauh, sebuah studi di Denmark menunjukkan angka penurunan tingkat kejahatan dari 2,3 persen menjadi 80 persen yang dilakukan oleh 900 penjahat yang dikebiri pada tahun 1960an. 
Sedangkan studi di Amerika Serikat pada tahun 1981 menunjukkan hal yang sama. Sebanyak 48 pria yang dikebiri secara kimia menggunakan medroxyprogesterone acetate yang disuntikkan selama 12 bulan mengaku telah kehilangan hasrat seksual, sedikit berfantasi seksual dan dapat mengendalikan desakan seksual mereka. (https://www.change.org)
          Akhir kata, berbagai kasus kejahatan anak yang sering terjadi di tengah masyarakat harus dijadikan pelajaran berharga buat kita semua. Kita semua (pemerintah, orang tua, masyarakat luas) tidak boleh lengah sehingga kasus yang sama terus terjadi lagi. Dan saatnya pengambil kebijakan di negeri ini menambah hukuman bagi predator anak sehingga bisa mendatangkan efek jerah. Dan hukuman mengebiri dapat menjadi pilihan. Wa Allahu Alam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar