Sabtu, 10 Oktober 2015

Mengungkap Cara Belajar Thomas Alva Edison


          Anda juga saya pasti menyadari betapa besarnya jasa penemu lampu. Lampu telah menerangi dunia dan kehidupan manusia. Lampu sangat membantu hidup kita semua. Anda tau siapa penemu lampu? Thomas Alva Edison jawabanya. Thomas Alva Edison adalah salah satu ilmuan abad ke 19 yang banyak menemukan temuan ilmiah. Ribuan temuan yang telah dicapai olehnya. Thomas Alva Edison tercatat sebagai ilmuan besar yang paling banyak menemukan temuan ilmiah sepanjang sejarah. Thomas Alva Edison dipandang sebagai salah seorang pencipta paling produktif pada masanya, memegang rekor 1.093 paten atas namanya. Temuan pertamanya adalah mesin alat penghitung untuk membantu proses pemilu.
          Thomas Alva Edison   lahir di Milan, Ohio, Amerika Serikat pada tanggal 11 Februari 1847. Pada masa kecilnya di Amerika Serikat,Edison selalu mendapat nilai buruk di sekolahnya. Oleh karena itu ibunya memberhentikannya dari sekolah dan mengajar sendiri di rumah. Di rumah dengan leluasa Edison kecil dapat membaca buku-buku ilmiah dewasa dan mulai mengadakan berbagai percobaan ilmiah sendiri. Pada Usia 12 tahun ia mulai bekerja sebagai penjual koran, buah-buahan dan gula-gula di kereta api. Kemudian ia menjadi operator telegraf, Ia pindah dari satu kota ke kota lain. Di New York ia diminta untuk menjadi kepala mesin telegraf yang penting. Mesin-mesin itu mengirimkan berita bisnis ke seluruh perusahaan terkemuka di New York. (https://id.wikipedia.org)
Dunia pendidikan di Indonesia sudah berkali-kali berganti kurikulum. Pergantian kurikulum tentu disertai dengan perubahan pendekatan, metode belajar mengajar, cara penilaian dan lainnya. Dikutip dari laman Ditjen Dikti Kemendikbud (2014), pendidikan kita telah mengalami pergantian kurikulum sebanyak sepuluh kali. Perubahan kurikulum itu terjadi pada 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006 dan 2013. Perubahan itu sendiri merupakan keniscayaan sebagai konsekuensi perubahan zaman. Dari berbagai kurikulum, pendekatan, metode, cara belajar yang pernah diberlakukan, nampaknya dunia pendidikan kita masih belum menemukan kecocokan sehingga pergantian kurikulum, pendekatan, metode, cara belajar tak bisa terelakan. Terakhir, kita masih ingat, Kurikulum 2013 yang baru satu semester diberlakukan kembali dihentikan. Kurikulum kembali mengacu ke KTSP tahun 2006. Alasan utamanya adalah penyempurnaan, dan mempersiapkan segala sesuatunya sebelum pemberlakuan. Untuk menambah wacana dan refrensi kita tentang hal-hal di atas, tidak salah bila kita mengungkap cara belajar di balik sukses seorang Thomas Alva Edison.
Cara Belajar
          Wahyu Indra Permana (2015) dalam bukunya Thomas Alva Edison Saja Pernah Gagal  menyebutkan beberapa cara belajar seorang Thomas Alva Edison. Diantararanya sebagai berikut, pertama. sering bertanya. Menurut Martin Heidegger, seorang filusuf, manusia adalah makhluk penanya. Manusia mempertanyakan setiap sesuatu termasuk eksistensi dirinya di dunia. Franz Magnis Suseno (2006), menambahkan bahwa manusia adalah makhluk yang tak pernah sampai. Artinya, manusia berwatak tak pernah puas. Itulah sebabnya manusia selalu bertanya tentang apa yang belum dipahaminya. Bertanya digunakan Thomas Alva Edison sebagai cara belajar. Tak jarang ia menanyakan berulang-ulang tentang hal yang sama dengan tujuan memperkuat hafalan atau mempertajam penguasaan terhadap materi yang ditanyakan. Saat masih sekolah, guru-gurunya sering dibuat kesal karena rentetan pertanyaan yang disampaikan. Thomas selalu tak puas, selalu memunculkan pertanyaan baru setelah mendapat jawaban.
Kedua, belajar adalah mencoba. Bagi Thomas Alva Edison belajar itu harus mencoba. Belajar tidak cukup dengan retorika atau teori. Satu waktu, Thomas kecil melihat induk ayam sedang mengeram telur-telurnya. Karena tak mengerti apa yang dilihatnya Thomas kecil bertanya pada ibunya tentang apa yang sedang dilakukan oleh sang induk ayam. Ibunya menjelaskan bahwa ayam itu sedang mengeram agar telur-telur itu bisa menetas. Jawaban ibunya nampaknya belum membuat Thomas puas. Di lain kesempatan, saat Thomas Alva Edison beserta ibunya berkunjung ke rumah saudaranya yang kebetulan memiliki banyak binatang ternak termasuk ayam, Thomas tanpa sepengetahuan ibunya juga saudaranya diketemukan sedang asyik duduk (baca:seperti induk ayam mengeram) di atas tumpukan telur. Saat ibunya menanyainya untuk apa melakukan itu? Dijawabnya, agar telur ayam itu menetas. Nampaknya, bagi Thomas Alva Edison teori tak cukup tapi harus mencoba. Dan nyatanya dengan mencoba atau praktek penguasaan terhadap sesuatu akan lebih kuat.
Ketiga, belajar itu sampai tuntas. Belajar itu harus sampai akar-akarnya. Saya ingat satu ungkapan, belajar banyak walau tentang sedikit lebih baik dari belajar sedikit tentang banyak hal. Pengetahuan seseorang yang mendalam tentang satu hal lebih baik dibanding pengetahuan sepintas tentang banyak hal. Kaitan dengan ini Thomas Alva Edison pernah mengatakan, ada lebih banyak peluang dibanding kemampuan. Artinya,  setiap orang tidak memiliki cukup kemampuan untuk mengungkap segala kemungkinan yang dapat menjadi peluang untuk menjadi orang sukses. Karenanya kemampuan yang mendalam tentang satu hal saja bisa jadi mengantar seseorang menjadi sukses.
Keempat, mencintai dan menikmati belajar. Mencintai adalah syarat mutlak untuk menguasai ilmu. Berawal dari cintai tersebut lahir kenikmatan dalam belajar. Contoh sederhana kenapa anak-anak didik alergi atau takut mempelajari matematika? Karena tidak ada rasa cinta. Walaupun kebencian mereka terhadap matematika dilatarbelkangi oleh pengalaman-pengalaman negatif dari luar yang belum tentu benar. Kekosongan cinta dalam hati akan menyiksa saat mempelajari sesuatu. Nah, bila demikian tidak mungkin akan menguasai apalagi menikmati mempelajarinya.
Kelima, menerapkan hidup 3 B. Yaitu belajar, bekerja, dan berkaya. Belajar lebih diartikan sebagai menekuni ilmu pengetahuan baik yang tertulis dalam literatur maupu yang diperoleh melalu pengamatan langsung. Bekerja artianya melakukan sesuatu yang mendatangkan manfaat buat orang banyak. Berkraya berarti menciptakan sesuatu, memiliki kreatiftas tinggi untuk memotivasi hadirnya hal-hal baru. Thomas Alva Edison menghabiskan waktu untuk ketiga hal itu yang menjadi prisnsip hidupnya.
Akhir kata, bagaimana orang menjadi sukses bergantung bagaimana cara belajarnya. Belajar tidak harus di sekolah. Di luar sekolah pun bila menemukan cara belajar yang tepat dan cocok bisa mengantarkan pada kesuksesan,  Thomas Alva Edison contohnya. Nah, saatnya mencari, menemukan cara belajar yang pas, cocok semoga kesuksesan menyertai kita semua. Amin.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar