Sabtu, 09 April 2016

Guru Itu Harus SAKTI



            Pendidikan merupakan salah satu faktor menentukan kemajuan sebuah bangsa. Sayangnya, pendidikan di Indonesia masih belum merata dan membutuhkan peningkatan kualitas. Menurut Namim AB Solihin (2015), seorang motivator dan trainer pendidikan, setidaknya ada empat permasalahan pendidikan yang masih dihadapi di Indonesia. Keempatnya adalah kurikulum, guru, budaya literasi di kalangan pendidikan yang masih lemah, dan buku teks pelajaran yang digunakan masih lower order thinking skill (LOTS).
          Salah satu yang disorot oleh banyak pihak termasuk Namim AB Solihin adalah guru. Guru dianggap sebagai ujung tombak dalam dunia  pendidikan. Guru memilki peran penting dalam pendidikan. Diantara peran guru adalah mencerdaskan, memberi ketrampilan, dan menjadikan siswa manusia berkhlak dan berkarakter.  Ini jelas bukan peran sepele. Ini tanggung jawab besar bagi seorang berprofesi sebagai guru. Sebagai sebuah tanggungjawab, guru wajib mengemban dan memikulnya dengan baik. Tanggungjawab adalah amanat. Amanat kudu ditunaikan. Amanat  akan dimintai pertanggungjawaban.
          Pemerintah telah mengupayakan berbagai program untuk meningkatan kualitas dan profesionalitas guru. Diantara program itu adalah tunjangan sertifikasi guru (TPG). Sertifikasi guru adalah proses peningkatan mutu dan uji kompetensi tenaga pendidik dalam mekanisme teknis yang telah diatur oleh pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat, yang bekerjasama dengan instansi pendidikan tinggi yang kompeten, yang diakhiri dengan pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah dinyatakan memenuhi standar profesional.
Seperti disebutkan dalam UU Nomor No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, TPG bertujuan menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan, meningkatkan martabat guru meningkatkan profesionalitas guru.
          Nyatanya, TPG tidak banyak membawa perubahan. Guru tetap disorot tajam. Guru dianggap tidak berubah pasca pemberian TPG. Guru lebih sejahtera iya, tapi tetap tak berkualitas. TPG hanya mengubah kehidupan dan kesejahteraan para guru. Hafid Abbas (2015), guru besar Fakultas  Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, menilai sertifikasi guru melalui portofolio dan pelatihan 90 jam tak lebih dari formalitas belaka. Guru tidak dilatih, melainkan hanya diberi sertifikat secara cuma-cuma. Hafid mengusulkan revisi sertifikasi guru karena TPG yang diberikan tidak memberi dampak perbaikan atas mutu pendidikan nasional. 
Guru sakti
          Untuk melaksanakan amanat mulia di atas, menurut hemat saya, menjadi guru itu harus SAKTI. SAKTI itu maksudnya sehat, agamis, kompeten, terampil dan inovatif. Kelima kata kunci itu tidak sekadar  selalu diingat tapi harus ada pada guru.  Guru diminta menjaga, mengembangkan kelima hal itu. 
          Guru sakti akan mampu mengantarkan peserta didik pada tujuan pendidikan. Yaitu menjadi  manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
          Berikut kelima kata kunci itu. Pertama, guru harus sehat. Kesehatan sangat penting bagi guru. Kewajiban mengajar 24 jam perminggu menuntut hal itu. Dalam mendidik dan mengajar guru butuh stamina prima. Guru tak boleh loyoh. Karenanya, guru mesti menjaga kesehatan dengan berolahraga, mengatur pola makan. Guru pula kudu bebas narkoba. Narkoba adalah sumber petaka. Narkoba tak hanya merusak kesehatan. Lebih jauh, narkobah merusak hidup seseorang.
          Sehat tidak hanya jasmani, ruhani guru pun dituntut hal sama. Saat masuk kelas, pikiran guru harus fokus. Tidak boleh terbelah. Persoalan di luar tugas harus ditinggal di luar ruang kelas. Problematika hidup tidak boleh dicampur aduk dalam proses belajar mengajar.
          Kedua, agamis. Pengetahuan dan pengamalan agama guru mendalam. Mereka seyogyanya memberi teladan dalam mengamalkan ajaran agama. Kehidupan keseharian mencerminkan sebagai seorang yang religius. Sehingga akan terpancar dari dirinya akhlak mulia dan karakter nan kuat.
          Ketiga, memiliki kompetensi.  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 10 ayat (1),  kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
          Potensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam memahami peserta didik, merancang dan melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar, serta mengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi dirinya secara maksimal.
          Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi ini akan mencerminkan guru sebagai orang tua di sekolah yang membimbing, menyayangi peserta didik.
          Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
          Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
          Keempat, terampil. Guru dituntut terampil dalam segala hal. Guru hebat adalah mereka yang serba bisa. Ketrampilan dalam segala hal akan membantu dalam mendidik dan mengajar. Lebih khusus guru kudu terampil dalam membuka dan menutup pelajaran, melakukan variasi metode, memancing siswa bertanya, berkomunikasi menyampaikan materi, memberi penguatan materi, memimpin dan memfasilitasi kegiatan diskusi, menggunakan media dan teknologi (IT) serta mengelola kelas.
          Kelima, inovatif. Guru inovatif adalah mereka yang gemar melakukan pembaharuan dalam segala hal terkait belajar mengajar. Pembaharuan akan mengindari kejenuhan peserta didik. Peserta didik akan senang dan nyaman di kelas mengikuti setiap inovasi yang dilakukan guru. Untuk itu guru sepantasnya belajar terus mencari hal-hal baru baik mengenai metode, materi ajar atau lainnya.
          Walhasil, guru memiliki peran penting dalam kemajuan pendidikan di negeri ini. Sewajarnya jika guru meningkatkan kualitas dan profesionalitasnya. Karenanya, mereka wajib SAKTI. Yakni sehat, agamis, kompeten, terampil dan inovatif. Guru sakti akan mengantarkan peserta didik ke tujuan pendidikan nasional. Guru sakti akan memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia pada waktu yang akan datang. Wa Allahu Alam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar