Senin, 04 April 2016

UN Dan Motivasi Belajar


          Mulai hari ini (4/4), para pelajar tingkat SLTA (SMU/SMK/MA) melaksanakan Ujian Nasional (UN). UN rencananya akan digelar mulai tanggal 4 sampai 7 April 2016. Tahun ini merupakan tahun kedua UN dengan paradigma baru. UN tak seperti sebelumnya,  ditakuti  tidak hanya oleh peserta didik, guru, kepala sekolah tapi juga oleh para kepala daerah. Pasalnya, UN  menentukan penilaian  tentang kondisi pendidikan di setiap daerah. Sekarang UN hanya bertujuan untuk 1) pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan  2) dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya dan 3)pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Tidak lebih dari itu.
          Perubahan paradigma dan tujuan UN tidak tanpa masalah. Saya melihat UN tak sakral lagi. UN tak mendorong semangat peserta didik. Motivasi belajar siswa menjadi menurun. Mereka beranggapan UN tak penting lagi. UN tak menentukan kelulusan seperti sebelumnya. Ada apa sebenarnya dengan motivasi belajar peserta didik kita?
Sebelumnya, perlu dijelaskan bahwa motivasi menurut Mc. Donald, yang dikutip Oemar Hamalik (2003:158) adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Sedang motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun dari luar siswa (dengan menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu) yang menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. (http://belajarpsikologi.com)
Nah, sekarang bagaimana dengan motivasi belajar siswa-siswi kita? Saya memandang ada yang salah pada motivasi belajar peserta didik. Secara umum motivasi siswa-siswi berorentasi pada nilai (value oriented). Nilai  menjadi target bahkan tujuan dalam belajar. Motivasi itu menguat dalam diri siswa karena dorongan lingkungan mereka mulai lembaga sekolah sampai keluarga. Kenapa? Karena ternyata guru atau sekolah mereka  dalam menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran juga berotrientasi pada nilai. Demikian pula orang tua. Hal pertama yang ditanyakan pada anak untuk melihat perkembangan belajarnya  adalah nilai. Nilai menjadi target terpenting. Ranking menjadi hal yang sangat ditunggu saat melihat rapot anak. Saat dalam buku rapot tidak tersedia kolom ranking, mereka memaksa guru untuk membuatnya.
Untuk mendapatkan nilai baik, orang tua siap mengeluarkan uang untuk biaya les atau paket kursus anaknya. Nilai menjadi tujuan belajar peserta didik. Motivasi dan tujuan belajar seperti di atas hanya menghasilkan siswa yang materealis yang megukur segala dengan angka, menciptakan  generasi yang hanya pandai tapi tak bisa berbuat apa-apa, genius tapi tak mampu menyelesaikan masalah.
Motivasi belajar seperti di atas, menurut hemat saya kurang tepat. Bisa jadi motivasi belajar yang salah tersebut  menjadi salah satu sebab gagalnya pendidikan di negeri. Pendiikan kita belum bisa mewujudkan tujuan penddikan nasional secara maksimal. Yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Menurut Munif Chatib, penulis buku sekolahnya manusia  siswa itu dalam belajar, sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan, orang tua dalam membekali pendidikan anak seharusnya berorientasi pada:1.Untuk tahu cara memenuhi kebutuhan hidup mereka, 2. Untuk bisa menyelesaikan berbagai masalah yang akan dihadapi 3. Mengarah kepada tujuan profesi sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki.  Saya menambahkan satu lagi bahwa pembelajaran harus bercorak penanaman karakter atau akhlak mulia dalam bahasa agama. Ini penting, agar siswa tidak hanya dibekali ilmu (knowledg), skil atau ketrampilan, tapi ditanamkan juga karakter yang kuat.
Kementerian Pendidikan Nasional (2011) menyebutkan 18 macam pendidikan karakter.  Yakni 1.Religius 2. Jujur 3. Toleransi 4. Disiplin5. Kerja Keras. 6. Kreatif 7.Mandiri8. Demokratis 9. Rasa Ingin Tahu 10. Semangat Kebangsaan 11. Cinta Tanah Air 12. Menghargai Prestasi 13. Bersahabat/Komunikatif 14. Cinta Damai 15. Gemar Membaca 16. Peduli Lingkungan 17. Peduli Sosial 18. Tanggung Jawab.
Ke depan motivasi belajar yang berorientasi kepada nilai harus dihilangkan dari dunuia pendidikan kita. Bila perlu penilaian dengan angka normatif ditiadakan. Memberi nilai pada pesedeta didik cukup dengan penilaian kualitatif seperti Baik, Sedang, Kurang tanpa menyebut berapa kuantitatifnya. Ini bisa digunakan untuk mencabut orientasi pada nilai yang sudah tertanam kuat selama ini.
Menyikapi UN
UN memang tidak menjadi penentu kelulusan seperti sebelumnya. Tapi bukan berarti UN tak penting. Pahamilah UN sebagai bagian aktivitas rutin kependidikan  di sekolah yang harus disiapkan oleh semua yang terlibat secara baik. Peserta didik kudu menyiapkannya sebaik mungkin. Guru seyogyanya membimbing mereka dengan baik. Kemudian Sekolah  memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh guru dan peserta didik dalam mempersiapkan diri menghadapi UN.
Dalam sebuah kesempatan, Menteri Mendikbud Anies Baswedan berpesan kepada peserta didik agar selalu belajar. Ikuti program sekolah dalam menyiapkan diri menghadapi UN. Istirahat yang cukup, jaga kesehatan. Dan yang paling penting, ujian harus dijalani dengan kejujuran.  Ujian dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana pencapaian yang didapat. Itulah salah satu tujuan UN. Yakni berkaca di mana letak kekurangan dan kelebihan kita, baik peserta didik, guru, juga sekolah.
Orang tua tak perlu panik, tapi harus tetap memberi motivasi dan semangat. Dampingi anak-anak dengan keikhlasan dan kasih sayang. Ciptakan kondisi yang menyenangkan bagi anak. Kemudian iringi perjuangan mereka dengan doa agar kesuksesan menyertai dalam menghadapi UN tersebut.
Singkat kata, UN telah berubah. UN tidak lagi menjadi penentu utama kelulusan yang menakutkan bagi peserta didik. Namun demikian, tidak berarti semangat  belajar peserta didik boleh menurun. Belajar itu bukan untuk nilai. Belajar itu untuk menyiapkan kehidupan yang lebih baik, masa depan yang cerah. Meraih profesi yang sesuai dengan bakat dan keinginan.
Terakhir, mengutip ungkapan Mendikbud Anies Baswedan, UN bukan untuk lulus 100 persen, tetapi lakukanlah dengan jujur 100 persen, karena UN tidak lagi menjadi syarat  tunggal kelulusan. Tujuan UN adalah untuk mengetahui capaian belajar seorang siswa. Ini merupakan hak seorang siswa untuk mengetahui capaian belajarnya. Sebab itu, sekolah tak perlu berbuat curang. Kejujuran lebih penting daripada prestasi semu yang dicapai dengan kecurangan. Wa Allahu Alam
Dimuat di Harian FAJAR CIREBON, Senin 4 April 2016


          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar