Minggu, 06 Desember 2015

Cerdas Dalam Memilih


          Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) serentak sudah di depan mata. Tersisa beberapa hari lagi, masyarakat  atau pemilih menimbang, berpikir ulang terhadap pilihannya. Mereka harus memilih pemimpin yang diinginkan untuk memimpin daerahnya. Pemimpin memang sangat penting bagi kehidupan. Karenanya dalam menentukan dan memilihnya dibutuhkan kecerdasan. Pemilih harus mempelajari latar belakang, profil, kehidupan setiap calon. Penting juga mengkaji janji-janji dan program mereka. Semua itu dilakukan agar tidak salah dalam memilih. Sebab salah memilih pemimpin daerah resiko yang akan ditanggung adalah nasib daerah itu  lima tahun ke depan.
          Kaitan dengan pentingnya kepemimpinan, Rasulullah SAW menegaskan, mewajibkan kepada kaum Muslimin untuk mengangkat seorang pemimpin meskipun hanya bertiga (HR. Abu Dawud). Karena itu, momentum lima tahunan seperti ini tidak boleh disia-siakan oleh siapa pun. Tindakan tidak memilih atau yang biasa disebut golput sama saja dengan memberikan peluang atau kesempatan menang kepada calon yang tidak baik, yang tidak diinginkan oleh rakyat.
          Cerdas dalam memilih adalah upaya mempelajari, mengkaji semua hal yang terkait dengan calon pemimpin. Sehingga pilihan kita tidak seperti memilih kucing dalam karung. Selama ini, masyarakat meremehkan hal itu. Kenapa demikian? Menurut hemat saya,  ada beberapa hal yang melatarbelakangi, pertama, karena sikap apatis. sebagian pemilih beranggapan bahwa pemilihan kepala daerah atau lainnya tidak berpengaruh apa-apa pada diri mereka.  Pemilhan tidak merubah masa depan mereka secara langsung. Malah, kehidupan mereka semakin susah. Mencari pekerjaan sulit. Kebutuhan sehari-hari melonjak terus. Akhirnya, bagi mereka untuk apa cerdas memilih kalau tidak merubah apa-apa.
          Kedua, sikap apatis mendorong pragmatisme pemilih. Karena menganggap bahwa memilih itu tidak ada manfaatnya bagi perubahan nasib hidup  maka  sebagian pemilih mengambil jalan pintas. Mereka memilih sikap pragmatis. Dari sini, lahirlah logika sesat, yang memberi dipilih. Bila semua calon memberi, maka yang memberi paling banyak adalah pilihannya. Maka money politik mendapatkan ruang, kesempatan dan momentum yang tepat di tengah masyarakat pragmatis seperti ini.
          Ketiga, memilih dalam tekanan. Walau di era kebebasan seperti sekarang tekanan untuk memilih calon tertentu tetap masih ada, paling tidak masih dirasakan oleh sebagian masyarakat. Tekanan biasa datang dari atas ke bawah. Tekanan bisa muncul di tempat kerja,  juga di tengah masyarakat. Dan PNS, di beberapa daerah, menjadi obyek yang paling mudah untuk diarahkan, ditekan dalam memilih.  Dan terbukti, calon yang mampu menguasai mereka akan lebih diunggulkan di banding yang lain. Padahal menurut aturan yang berlaku PNS adalah zona netral. PNS tidak boleh berpihak. PNS tidak boleh terlibat dalam upaya pemenangan calon tertentu atau kampanye.
Siapa yang dilpilih?
          Bagi seorang muslim, kepimimpinan ideal ada pada diri nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW adalah seorang pemimpin yang sempurna. Kesempurnaan  kepemimpin Rasulullah SAW tercermin dalam sifat wajibnya. Karenannya, pemilih yang cerdas akan memilih  pemimpin  yang memiliki sifat-sifat itu, pertama, memilih mereka yang amanah. Amanah artinya orang yang dapat dipercaya.  Pemimpin yang memiliki sifat amanah senantiasa akan menjaga kepercayaan rakyat yang telah diberikan kepadanya. Mereka selalu ingat bahwa tanggung jawab yang ada di pundaknya adalah sebuah amanah yang akan dipertanggung jawabkan baik di dunia maupun akherat. Bangsa kita sekarang mengalami krisis pemimpin yang amanah. Terbukti banyak pemimpin kita baik di tingkat daerah atau pusat yang terjerat kasus korupsi. Berdasarkan data  dari Kementerian Dalam Negeri (http://www.jpnn.com/), tercatat hingga Januari 2014 sebanyak 318 orang dari total 524 orang kepala daerah dan wakil kepala daerah tersangkut dengan kasus korupsi. Jabatan yang dipercayakan rakyat pada mereka telah disalahgunakan. Mereka memperkaya diri dengan merampok harta negara. Mereka tidak dapat dipercaya. Bagi pemilih cerdas,  tidak akan rela mempercayakan kepemimpinan daerah pada para pengkhianat seperti mereka.
          Kedua, Fathonah atau cerdas. Pemimpin harus memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Yakni kecerdasan dalam segala hal, terutama dalam memahami persoalan rakyat dan mencari solusinya. Kecerdasan adalah modal utama untuk menjadi pemimpin. Dengan kecerdasan, sang pemimpin akan mampu membangun daerahnya. Pemimpin cerdas akan bisa mensejahterahkan rakyatnya. Ilmu dan kecerdasan seorang pemimpin ibarat bahan bakar yang digunakan untuk menjalankan roda  kepemimpinan. Tidak bisa dibayangkan, bila pemimpin kita  seorang yang bodoh. Mungkinkah mereka memimpin?
          Ketiga, siddiq berartikan jujur. Kejujuran merupakan syarat mutlak untuk menjadi pemimpin. Pemimpin jujur akan jauh dari kedustaan dalam kepemimpinanya.  Masyarakat senantiasa mempercayainya. Setiap kebijakan pasti mendapat dukungan besar dari rakyat. Pemimpin yang jujur akan dicintai rakyat karena janji-janji yang diucapkan saat kampanye tidak sekadar retorika belaka, tapi terbukti. Sebaliknya pemimpin yang dusta hanya bisa  mengumbar janji. Mereka akan debenci rakyat karena kebohongan-kebohonganya.
          Keempat, tabligh artinya menyampaikan atau komunikatif. Seorang pemimpin harus terbuka kepada rakyat. Keterbukaan juga  menjadi asas terpenting dalam pengelolaan aset dan kekayaan daerah. Kemudian seorang pemimpin dituntut bisa menyampaikan setiap program kepada rakyat secara baik. Dan pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dekat dengan rakyat, berkomunikasi dengan mereka dengan santun, jelas, mudah dipahami. Dia pandai menggali dan siap menerima setiiap aspirasi dari rakyar.   Kemampuan berkomunikasi, dekat dengan rakyat sangat membantu pemimpin dalam menjalankan tugasnya. Akhirnya, rakyat pun  mencintainya.
          Imam Nurharsono (2015) mengusulkan bagi mereka yang tidak mampu melakukan kajian terhadap profil dan kepribadian para calon pemimpin maka tanyakan dan musayawakan dengan orang terdekat yang memilki pemahaman terhadap persoalan tersebut. Kemudian dirikanlah salat istikharah, memohon kepada Allah, semoga pilihan kita merupakan pilihan yang benar, membawa manfaat buat masyarakat luas (http://www.republika.co.id)
          Akhir kata, sebagai rakyat yang memiliki hak pilih pada Pilkada 9 Desember mendatang selayaknya kita menggunakannya secara baik dan bertanggung jawab. Tidak memilih atau golput bukanlah tindakan yang bijak. Karena golput hanya memberi peluang dan kesempatan pada orang yang tak tepat untuk memimpin daerah. Dan Bagi pemilih cerdas tentu itu tidak akan dilakukan. Pemilih yang cerdas akan memilih pemimpin sesuai tuntunan akal pikiran sehat serta suara hati nurani yang suci. Akhirnya, selamat memilih. Wa Allahu Alam
Dimuat di Harian Umum Radar Cirebon, Senin, 7 Desember  2015

         

         





Tidak ada komentar:

Posting Komentar