Rabu, 02 Desember 2015

Catatan Tentang Investasi Bodong


          Beberapa hari lalu, pemberitaan media diramaikan dengan berita tentang Investasi. Berdasarkan laporan harian ini, Tim Satgas Waspada Investas (SWI) dari otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendatangi kantor Cakrabuana Sukses Indonesia (CSI), Selasa (24/11). Tim  datang menggunakan mobil hitam Toyota Rush plat merah E 20 A dengan pengawalan sejumlah anggota kepolisian dari Polsek kedawung dan Polres Kota Cirebon.
          Saat itu, PT CSI melalui kuasa hukum Darmaji SH MH tidak menyangkal bahwa pihaknya tidak terdaftar atau tidak dijamin oleh OJK. Menurutnya,  PT CSI  berbentuk seperti koperasi yang prinsipnya dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota. Darmaji menegaskan, CSI bukan perbankan, jadi tidak ada kaitan dengan OJK. CSI adalah koperasi syariah.
.           Secara bersamaan, di Jakarta, kasus investasi bodong menyeret artis Sandy Tumiwa. Kasus yang sebenarnya sudah lama itu kembali mencuat. Sandy Tumiwa bersama temanya, Astriana mengajak sejumlah orang menjadi investor untuk menggelontorkan dana pada perusahaan dengan nama PT. CSM Bintang Indonesia yang bergerak pada usaha forex trading. Mereka  diiming-imingi akan medapatkan  keuntungan 40% per bulan dari nilai investasi.  Keuntungan itu  akan bertambah berlipat jika para investor menggaet calon investor lainya, bergabung masuk. Masyarakat pun beramai-ramai bergabung menjadi investor. Dan ternyata,  keuntungan yang dijanjikan pun tak terbukti,  tidak kunjung datang. Mereka gigit jari.  Bahkan  dana awal mereka  tidak bisa ditarik. Konon  dana dari investor yang menguap mencapai angka 7 miliar rupiah. Sangat fantastis. Sandy dan Astriana pun ditetapkan menjadi tersangka yang dijerat dengan pasal penipuan.  Saat ini kasusnya tengah ditangani Polda Metro Jaya. (http://news.detik.com/)
Kenapa tergiur?
          Kasus investasi bodong sebenarnya bukan hal baru. Sudah banyak korban yang kehilangan uangnya di berbagai daerah. Namun nyatanya bisnis  investasi masih saja  diminati oleh banyak kalangan. Menurut hemat saya, ada beberapa sebab hal itu terjadi, pertama, gaya hidup instan. Seiring dengan kemajuan tekhnologi yang sangat pesat, melayani kebutuhan hidup, masyarakat modern berubah menjadi manja. Dalam segala hal  mereka dilayani oleh tekhnologi. Keadaan seperti itu menjadikan banyak orang malas. Orang lebih  memilih jalan pintas dalam banyak hal. Mereka tidak mau bersusah payah. Mereka berusaha bekerja ringan menghasilkan keuntung besar. Bila perlu mereka mencari bisnis yang tanpa kerja apa pun. Mereka ingin duduk manis di rumah, transferan uang masuk ke rekeningnya setiap bulan dalam jumlah yang banyak. Gaya hidup seperti ini, investarsi menjdai pilihan.
          Kedua, serakah, memilih jalan pintas. Keserakahan seseorang seringkali mengelapkan hati, membutakan mata, menutup pikir.  Iming-iming akan mendapat jasa dari investasi yang cukup besar, bahkan seringkali tidak masuk akal membuat orang cepat mengambil keputusan untuk bergabung. Orang serakah hanya bisa melihat keuntungan besar, mengabaikan segala hal. Padahal, semakin besar keuntungan yang dijanjikan semakin besar pula kemungkinan penipuannya. Itu yang tidak disadari oleh orang bila serakah telah menguasai diri.
          Ketiga, ketidakpahaman.  Pengetahuan yang minim terkait seluk beluk masalah investasi juga menjadi penyebab orang mudah bergabung, menyambut ajakan teman, saudara, atau lainnya. Mereka yang mengajak biasanya menceritakan bukti nyata bahwa mereka mendapatkan keuntungan investasi setiap bulannya. Harusnya, informasi itu tidak langsung dipercaya. Harusnya dipelajari terlebih dahulu, tidak langsung bergabung karena yang mengajak orang yang kita kenal, kita percayai. Orang yang mengajak memang benar telah mendapatkan keuntungan tersebut karena mereka lebih dulu bergabung. Sebab biasanya, investasi bodong akan bermasalah saat tidak ada lagi yang bergabung atau saat sudah banyak yang bergabung sementara untuk menutup pembayaran keuntungan investasi mereka tak imbang dengan uang investasi yang baru masuk. Bukankah investasi bodong pada hakekatnya adalah perputaran uang. Yang awal masuk jelas beruntung, sedang yang akhir menjadi buntung.
Masyarakat diminata berhati-hati
          Kaitan dengan hal di atas, selayaknya kita semua berhati-hati dalam menyikapi setiap ajakan berinvestasi. Untuk menghindari investasi bodong, Pical Gadi (2015), menyarankan kiat-kiat, sebagai berikut, pertama, pelajari karakteristik produknya. Jangan mudah percaya pada janji-janji manis hasil investasi. Para penjual produk adalah mereka yang gagah, cantik serta pandai berkata-kata untuk membuyarkan konsentrasi anda dari masalah sebenarnya, keselamatan uang anda. Pelajari secara seksama produk yang akan anda beli. Jangan hanya imbas hasil-nya saja. Telisik juga resiko, rekam jejak perusahaan serta izin operasional atau izin dari otoritas yang berwenang. Misalnya untuk asuransi pastikan telah terdaftar pada OJK. Untuk perusahaan pialang perdagangan berjangka, telah terdaftar di Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi). Kemudian untuk perusahaan broker saham telah terdaftar pada Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) dan lain-lain.
Kedua, mewaspadai iming-iming imbas hasil. High Risk High Return, ini peribahasa klasik di dunia investasi. Dengan demikian semakin tinggi imbas hasil yang dijanjikan biasa semakin besar pula resiko yang menyertainya. Makanya lembaga  keuangan memiliki divisi atau orang-orang khusus yang bertugas mengelola dana investor serta mengawasi resiko yang terjadi. Kemudian lembaga investasi yang mengelola resiko pada umumnya tidak serta merta mematok angka tertentu sebagai imbas hasil investasi dari investornya. Mereka biasa menggunakan kisaran atau ilustrasi imbas hasil, seperti yang biasa diberikan agen asuransi kepada pemegang polisnya. Itu pun masih menambahkan catatan kaki tertentu. Misalnya, realisasi yang terjadi masih bisa lebih tinggi atau rendah tergantung dari situasi dan kondisi perekonomian nasional. Jadi hati-hati dengan mereka yang   terang-terangan menjanjikan, misalnya 40% per bulan seperti pada contoh kasus kita di atas. 
Ketiga, batasi dana pada investasi yang bersifat fluktuatif. Contoh-contoh instrumen investasi yang bersifat fluktuatif misalnya reksadana, pasar modal, produk derivatif (forex, indeks saham, dll). Beberapa pihak menyebutnya spekulatif, namun para pelaku investasi pada bidang tersebut memilih kata yang lebih positif, fluktuatif. Tapi prinsipnya sebenarnya sama, nilai tunai investasi kita sangat tergantung pada kondisi perekonomian baik nasional maupun global. Jika perekonomian sedang ‘hijau’, imbas hasil investasi kita bisa menanjak namun hal sebaliknya bisa terjadi jika ekonomi sedang lesu. Kita mesti bijak, jika ada yang menawari produk investasi berbasis instrumen tersebut. Prinsip diferensiasi produk investasi memang penting, namun prinsip kehati-hatian lebih penting. Jangan mengalokasikan dana terlalu banyak pada instrumen investasi seperti ini jika kita tidak siap dengan resikonya.
          Keempat, mewaspadai money game, atau perputaran uang. Penipuan-penipuan ala money game dengan macam-macam modus sudah sering terjadi, namun seringkali masyarakat masih jatuh pada lubang yang sama. Waspadai ciri-ciri modus money game berikut: Janji keuntungan tinggi, tidak ada produk yang dijual selain perputaran uang antar user (pengguna produk), sistem jaringan untuk menggenjot user mencari user lain dengan janji keuntungan berlipat, user awal masih bisa menerima imbas hasil namun yang belakangan hanya menerima pahit-nya saja.  Jika tawaran investasi yang datang sudah terindikasi sebagai money game, sebaiknya anda segera menjauh.
          Akhir kata, mewaspadai setiap tawaran investasi merupakan sesuatu keharusan agar kita tidak tertipu. Beberpa tips di atas dapat dijadikan tameng atau filter untuk mengamankan uang kita, menyaring mana investasi yang benar dan mana yang bodong. Karena tidak semua investasi bodong. Tapi melihat kasus-kasus di atas, sebaiknya kita semua berhati-hati. Wa Allahu A’lam.
Dimuat di Harian Umum Radar Cirebon, Senin, 30 Nopember 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar