Jumat, 18 Desember 2015

Menimbang Pimpinan KPK Yang Baru


          Setelah  lebih dari satu bulan proses pemilihan calon pimpinan KPK mandeg di Komisi III DPR RI,  kemaren (17/12) Komisi yang dipimpin oleh Aziz Syamsuddin  itu telah memutuskan, memilih lima pimpinan KPK. Lima pimpinan terpilih itu adalah Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, Laode Muhammad Syarif, dan Saut Situmorang. Mereka terpilih setelah dilakukan fit and proper test. Dari 10 capim KPK akan dipilih 5 pimpinan, yang akan menahkodai lembaga anti ruswah itu. Masyarakat sempat mempertanyakan kenapa Komisi III lamban memproses? Dugaan dan sepekulasi pun bermunculan. DPR dianggap bermain-main dan berusaha kembali melemahkan KPK dengan mengulur waktu hingga batas akhir.
          Terlepas dengan proses yang berjalan di Komisi III DPR, ada sebagian pihak yang mempertanyakan ketidaklolosan capim yang dianggap berpengalaman, teruji, memiliki rekan jejak yang baik seperti Busyroh Muqoddas dan Johan Budi. Terkait dengan hal itu, Aziz Syamsuddin, Ketua Komisi III mengaku tidak tahu mengapa anggota tidak menjatuhkan pilihan pada mereka berdua. Berbeda dengan Aziz Syamsuddin, politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul menjelaskan bahwa alasan  Johan Budi dan Busyroh Muqoddas tidak dipilih karena faktor trauma. Menurutnya, sebagian anggota Komisi III mungkin ada yang pernah tersangkut pesoalan hukum di KPK saat kepemimpinan mereka berdua. Tapi yang pasti Komisi III telah mempertimbangkan, mengkaji lebih jauh. Bisa jadi, hal itu bertujuan untuk penyegaran di kepemimpinan KPK yang akan datang.
Profil singkat
          Untuk mengenal lebih jauh, berikut adalah profil singkat pimpinan KPK yang baru saja dipilih oleh Komisi III, pertama, Agus Rahardjo.  Adalah Kepala Lembaga Kebijakan Pengambilan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Agus juga pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia. Pada tahun 2010, karena kesibukannya di LKPP, ia memilih mengundurkan diri. Agus memfokuskan diri di LKPP.
          Kedua, Basaria Panjaitan. Seorang perwira tinggi Polri yang mengajar di Sekolah Staf dan Pimpinan Polri di Lembang. Ia merupakan calon yang mendapat dukungan penuh dari Wakapolri Komjen Budi Gunawan. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Biro Logistik Polri, Kasatnarkoba Polda Nusa Tenggara Timur. Direktur Reserse Kriminal Polda Kepulauan Riau dan Batam. Terakhir, Basaria ditarik ke Mabes Polri menjadi penyidik utama Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri.
          Ketiga, Alexander Marwata. Adalah hakim ad hoc Pengadilan tindak Pidana Korupsi. Alexander merupakan lulusan Sekolah Tinggi Akutansi Negara (STAN) dan Universitas Indonisia (UI). Sebelum menjadi hakim, Alexander adalah salah satu auditor di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
          Keempat, Laode Muhamad Syarif. Adalah seorang dosen di Universitas Hasanuddin sekaligus konsultan hukum lingkungan. Laode juga perancang kurikulum dan pelatih utama dari Kode Etik Hakim dan Pelatihan Hukum Lingkungan Hidup di Mahkama Agung RI.
          Kelima, Saut Situmorang. Adalah Staf Ahli Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Ia merupakan seorang akademisi yang mengajar ilmu kompetitif intelijen di Universitas Indonesia. Pemilik PT Indonesia Cipta Investama itu pernah dipermaslahkan oleh Pansel terkait laporan bahwa perusahaannya merupakan tempat pencucian uang. Waktu itu, Saut menjelaskan bahwa perusahaan itu didirikan untuk memenuhi syarat saat dirinya ingin bergabung dengan komunitas peminta persaingan intelijen untuk mendapatkan modul sebagai bahan ajar mahasiswanya. (Nasional Kompas.com)
Catatan
          Sebagai lembaga negara yang memperoleh kepercayaan yang sangat tinggi dari rakyat dalam menegakkan hukum, memberantas tindak pidana korupsi, KPK telah mengalami berbagai upaya pelemahan. Tidak hanya pelemahan, bahkan usulan dan upaya  pembubaran pun telah dilakukan oleh berbagai pihak. Seperti diketahui, KPK berulang kali harus berhadapan (baca:berkonflik) secara terbuka dengan lembaga penegak hukum lain seperti Polri, Kejaksaan Agung. Upaya pelemahan juga datang dari gedung DPR. Tak heran sederet pimpinan KPK dipaksa berhenti memimpin lembaga super body itu lantaran dikriminalisasi oleh penegak hukum lain seperti Abraham Samad, Bambang Widjayanto. Tidak hanya pimpinan, penyidik KPK juga beresiko dikriminalkan seperti yang dialami Novel Baswedan.
Latar belakang di atas yang membuat masyarakat anti korupsi selalu mewaspadai, bahkan mencurigai setiap ada indikasi atau upaya pelemahan KPK. Termasuk dalam proses pemiihan capim KPK yang beberapa waktu lalu telah selesai dilakukan oleh DPR, para pagiat anti korupsi menduga banyak permainan, intrik, kepentingan politik di dalamnya. Berikut ini, menurut hemat saya, hal-hal yang menjadi keraguan publik terhadap pimpinan KPK yang baru. Pertama, proses pemilhan  syarat dengan nuansa politik. Kepentingan politik itu sangat terlihat dengan jelas saat proses sampai di gedung DPR. Masyarakat meyakini ada banyak konspirasi seperti persoalan molornya pelaksanaan seleksi, tidak terpilihnya Johan Budi dan Busyroh Muqoddas seperti yang telah disinggung sebelumnya.  Upaya pelemahan KPK oleh anggota DPR tidak hanya terkait dengan capim KPK, paling mutakhir soal dimasukkannya usulan revisi UU KPK pada porelegnas tahun 2015. Padahal revisi itu telah ditenntang oleh berbagai elemen pegiat anti korupsi. Presiden sendiri telah menundanya beberapa waktu lalu dengan alasan belum ada yang perlu direvisi.
Kedua, lolosanya capim yang integritas dan komitmennya diragukan publik seperti Basaria Panjaitan, Alexander Marwata dan Saut Situmorang. Basaria Panjaitan yang banyak kalangan meyakini sebagai capim titipan Wakapolri Komjen Budi Gunawan itu komitmen terhadap pemberantasan korupsinya diragukan. Basaria pernah mengusulkan agar KPK melimpahkan penanganan kasus kepada kepolisian atau kejaksaan ketika sudah menemukan dua alat bukti. Jadi baginya, KPK cukup menjadi pengepul kasus korupsi. Alexander Marwata dikenal sebagai hakim yang sering melontarkan  pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan. Pada kurun waktu 4 tahun menjabat sebagai hakim ad hoc pengadilan Tipikor, Alexander Marwata sudah 10 kali mengeluarkan dissenting opinion dalam putusannya. Kemudian Saut Sitomurang pernah dipermasalahkan terkait PT Indonesia Cipta Investama miliknya yang diduga sebagai tempat pencucian uang seperti telah disebut di atas.
Ketiga, terkait kekayaan. Berbeda dengan pimpinan KPK sebelumnya yang dikenal sederhana, pimpinan KPK yang baru termasuk para miliarder. Sebenarnya hal ini tidak menjadi masalah bila diperoleh secara benar. Basaria Panjaitan merupan yang terkaya. Harta kekayaanya berjumlah 9 miliar lebih. Saut Situmorang mencapai 1,7 milar. Ia diketahui  memiliki mobil mewah, Jeep Rubicon seharga 1 milyar lebih. (http://www.rappler.com/indonesia)
Walhasil terpilihnya pimpinan KPK yang baru merupakan sebuah keputusan yang harus diterima oleh semua pihak karena telah melalui proses yang sesuai dengan perundang-undangan yang ada. Persoalan ketidaksempurnaan proses, atau tidak idealnya pimpinan KPK terpilh itu menjadi tanggung jawab kita semua untuk mengawasi, mendorong, mendukung kinerja mereka dalam memberantas para pelaku korupsi. Kita tunggu kerja nyata mereka. Di depan mata, banyak perkara menanti ketegasan mereka. Terakhir, saya mengucapkan selamat bekerja memberantas korupsi. Semoga pilihan Komisi III DPR tidak salah.Wa Allahu Alam
Dimuat di Harian Radar Cirebon, Rabu 23 Desember 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar