Kamis, 31 Maret 2016

UN, Antara Prestasi Dan Integritas


          Besok Senin (4/4), peserta didik tingkat SLTA (SMU/SMK/MA) akan melaksanakan Ujian akhir Nasional (UN). Sedangkan SLTP (SMP/MTs) akan diselenggarakan pada tanggal 9 sampai 12 Mei 2016. Tahun ini merupakan tahun kedua UN dengan paradigma dan tujuan baru. UN tidak lagi menjadi penentu kelulusan satu-satunya. UN menjadi tak seram dan menakutkan lagi. UN sebatas untuk 1) pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan  2) dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya dan 3)pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Tidak lebih dari itu.
          Namun demikian, UN bukan berarti tidak penting. UN tetap wajib disiapkan oleh semua pihak.  Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, sekolah, guru, dan peserta didik harus mempersiapkan diri secara maksimal sesuai peran dan fungsinya masing-masing. UN tahun ini diharapkan berjalan dengan baik dan berkualitas.   Permasalahan yang kerap menjadi kendala setiap tahun diantaranya adalah soal pendisribusian logistik, kebocoran soal, dan absennya peserta didik. Untuk tahun ini, sebagian sekolah akan melaksanaan UN dengan berbasis komputer.  Maka penguasan IT menjadi persoalan baru baik bagi sekolah (baca:tenaga kependidikan) maupun peserta didik. Di berbagai tempat telah dilaksnakan uji coba. Uji coba lebih bertujuan untuk mematangkan kesiapan peserta ujian menggunakan IT atau komputer.
Terkait dengan pendistribusian,  Mendikbud mengatakan, distribusi naskah untuk UN Berbasis Pensil dan Kertas (UNPK) sudah berjalan dengan baik. Untuk sekolah-sekolah yang berada di daerah pelosok, distribusi naskah telah dilakukan lebih dahulu untuk mengantisipasi keterlambatan datangnya naskah. Sedangkan untuk sekolah-sekolah yang tidak sulit dicapai, dijadwalkan naskah akan tiba pada 2 April 2016.  Dalam pendistribusian,  Kemendikbud telah melibatkan kepolisan untuk keperluan keamanan. (http://m.solopos.com/)
          Mengenai kebocoran soal berdasarkan pengalaman, menurut Pengamat Pendidikan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Nuryati Djihadah (2015), kebocoran soal berkaitan erat dengan kepentingan politik oleh beberapa oknum yang menagani dunia pendidikan. Kebocoran soal UN terjadi karena ada tekanan dari para pemimpin di wilayah tertentu. Misal, katanya, Kepala Sekolah ditekan oleh Kanwil Dinas Pendidikan untuk bisa memberikan hasil UN yang baik. Dalam hal ini, katanya, para siswa diharapkan bisa mendapatkan nilai yang baik dan lulus 100 persen. (http://www.republika.co.id/)
          Tentang absennya sejumlah peserta didik biasanya karena faktor kesehatan. Untuk itu, peserta didik diminta menjaga kesehatan menjelang dan selama pelaksanaan UN. Memang ada jadwal susulan bagi mereka yang tak dapat hadir karena alasan semisal sakit. Tapi, melaksanakan di jadwal utama tentu lebih baik, lebih mudah. Tak repot.
Prestasi Penting, Jujur Utama
Motto UN yang diprogramkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun ini adalah prestasi penting, jujur yang utama. Motto tersebut menyampaikan pesan bahwa peserta UN kudu meraih prestasi. Tapi dalam menggapai prestasi tak perlu mengorbankan  kejujuran. Kejujuran lebih utama dari segala.
Kemendikbud disamping berharap prestasi peserta didik mendapat nilai tinggi, juga menuntut integritas sekolah tinggi dalam menyelenggaraan UN. Pemerintah disamping memberikan penilaian hasil ujian peserta didik juga akan mengeluarkan indeks integritas  setiap daerah dan sekolah.  Indek integritas ialah indeks yang menunjukkan kejujuran peserta didik, sekolah juga daerah dalam melaksanakan UN. Indeks integritas  daerah atau sekolah terdiri (1) Indeks Tinggi, Nilai UN juga tinggi, (2) Indeks Tinggi Nilai UN rendah, (3) Indeks Rendah Nilai UN tinggi, atau (4) Indeks rendah, nilai UN juga rendah.
Indeks tinggi atau rendah tersebut diukur dari sejauh mana kecurangan terjadi di suatu sekolah, secara sederhana, kalau 80 persen dari peserta ujian di sekolah itu jawaban salahnya di soal yang sama, maka indeksnya menjadi 20. Tapi kalau hanya 10 persen, dari jumlah peserta ujian punya kesalahan di soal yang sama, maka nilai indeksnya 90. Setelah itu baru dicek kebenaran jawabannya.
Ada sekolah yang indeksnya rendah, nilai rata rata UN-nya juga rendah. Ini artinya, kunci jawaban yang beredar disekolah tersebut adalah kunci yang salah. Tapi ada sekolah yang indeksnya tinggi, tapi nilai UN-nya rendah; ini artinya mereka rata-rata jujur. Tidak ada kunci jawaban yang beredar, tidak ada kerjasama antar siswa yang dibiarkan. Mungkin karena soalnya yang memang tidak bisa mereka selesaikan dengan benar.
Indeks integritas rencananya akan diumumkan oleh pemerintah. Pada tahun 2015, pemerintah telah menetapkan 503 sekolah sebagai sekolah ber- indeks integritas  tertinggi. Sedangkan  tahun ini, seperti ditegaskan oleh Kepala Pusat Pendidikan Kemendikbud, Nizam, pemerintah berencana akan mengumumkan juga sekolah ber-indeks integritas rendah. Ini yang tidak dilakukan pada tahun sebelumnya. (http://www.infoptk.net/)
Mengahadipinya
Menghadapi UN tidak harus berlebihan. Pahamilah UN sebagai bagian aktivitas rutin kependidikan  di sekolah yang harus disiapkan oleh semua yang terlibat secara baik. Bagi peserta didik, tak perlu lagi takut. Guru seyogyanya menyiapkan semaksimal mungkin. Kemudian Sekolah  memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh guru dan peserta didik dalam mempersiapkan diri menghadapi UN.
Dalam sebuah kesempatan, Menteri Mendikbud Anies Baswedan berpesan kepada peserta didik agar selalu belajar. Ikuti program sekolah dalam menyiapkan diri menghadapi UN. Istirahat yang cukup, jaga kesehatan. Dan yang paling penting, ujian harus dijalani dengan kejujuran.  Ujian dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana pencapaian yang didapat. Itulah salah satu tujuan UN. Yakni berkaca di mana letak kekurangan dan kelebihan kita, baik peserta didik, guru, juga sekolah.
Orang tua juga tak perlu panik. Dampingi anak-anak dengan keikhlasan dan kasih sayang. Ciptakan kondisi yang menyenangkan bagi anak. Berikan mereka motivasi dan semangat. Dan iringi perjuangan mereka dengan doa agar kesuksesan menyertai mereka dalam menghadapi UN tersebut.
Akhir kata, mengutip ungkapan Mendikbud Anies Baswedan, UN bukan untuk lulus 100 persen, tetapi lakukanlah dengan jujur 100 persen, karena UN tidak lagi menjadi syarat  tunggal kelulusan. Tujuan UN adalah untuk mengetahui capaian belajar seorang siswa. Ini merupakan hak seorang siswa untuk mengetahui capaian belajarnya. Sebab itu, sekolah juga tak perlu berbuat curang. Kejujuran dan integritas lebih penting daripada prestasi semu yang dicapai dengan kecurangan. Usaha maksimal sekolah akan mengantarkan  pada perolehan indeks integritas tinggi, nilai UN tinggi. SEMOGA.Wa Allahu Alam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar