Rabu, 04 November 2015

Bola Di Tangan Jokowi


          Banyak hal di tangan Presiden Jokowi menjadi beda. Setiap permasalahan di negeri ini ingin diselesaikan dengan secepat mungkin, tuntas, terkadang harus merubah secara mendasar. Dan untuk itu, Jokowi berani melawan arus, ditentang oleh khalayak, bahkan dicacimaki sebagian rakyat. Jokowi sangat teguh dalam pendirian. Apa yang diyakininya pasti akan dijadikan sebuah keputusan, tentu setelah mengkaji, menyiapkan segala sesuatunya. Jokowi sangat menyukai hal-hal yang bersifat terobosan. Apalagi terobosan yang mirip revolusi. Yakni terobosan yang dapat mengurai permasalahan sampai ke akar-akarnya. Diantara terobosan yang sedang dilakukan oleh Presiden Jokowi adalah persepakbolaan Indonesia.
          Sejak awal Jokowi mempertanyakan, kenapa sepak bola Indonesia tak pernah meraih prestasi yang membagakan? Bola di tanah air hanya mendatangkan kerusuhan. Dan yang paling prihatin, bola hanya menjadi ajang judi. Bola jauh dari sportifitas. Bola sungguh telah jauh menyimpang dari tujuan awalnya sebagai sarana olahraga rakyat, yang menghibur, bernilai ekonomi, juga menghadiahkan prestasi bagi negeri. Banyak hal yang dipertanyakan oleh Jokowi tentang tata kelola persepakbolaan oleh PSSI. Keangkuhan PSSI yang mengabaikan kehadiran negara mendorong Menpora, Imam Nahrawi dengan tegas dan berani membekukan PSSI.
          Pembekuan PSSI membuat meradang mania bola di tanah air. Mereka berpikir Jokowi telah membunuh persepakbolaan di Indonesia. Karena dengan pembekuan itu Indonesia akan dihadapkan dengan sanksi FIFA. Dan bila sanksi FIFA jatuh, bola Indonesai tak akan bisa lagi berlaga di level internasional. Harapan mereka Pemerintah memperbaiki tata kelola bola di tangan PSSI, tak harus membekukan dan membubarkannya.
          Pandangan Pemerintah berbeda dengan mania bola di bawah. Pemerintah menilai PSSI sudah tak bisa diperbaiki. PSSI tak bisa diintervensi. Hal ini, paling tidak yang sering didengung-dengungkan oleh pengurus PSSI sendiri. Bahwa PSSI hanya patuh pada statuta FIFA. Tidak diberikan cela sedikit pun untuk Pemerintah masuk ke PSSI. Kesombongan dan kecongkakan pengurus PSSI memaksa Presiden melalui Menpora Imam Nahrawi  berbuat tegas, tanpa kompromi. Kepungurusan PSSI harus bubar, dan dibekukan.
          Jokowi tidak hanya membekukan PSSI, tanpa solusi. Karena diyakini pemerintah, pembekuan saja akan menyengsarakan semua pihak yang terkait dengan si kulit bundar ini. Karena itu, untuk mengisi kekosongan, menghindari kevakuman sepak bola di tanah air. Pemerintah menggelar dua turnamen hampir secara bersamaan, yakni turnamen Piala Kemedekaan, dan Piala Presiden.
          Seperti diketahui, Piala Kemerdekaan telah berakhir pada 13 September 2015. Klub PSMS Medan yang keluar sebagai juara Piala Kemerdekaan berhak mendapatkan uang hadiah sebesar 1,5 miliar rupiah. Sedangkan Persinga Ngawi yang tampil sebagai runner-up, akan mendapatkan 1 miliar.
           Kemudian Piala Presiden berakhir pada Minggu malam 18 Oktober 2015. Partai final  menjadi puncak kemeriahan, kegembiraan para pecinta bola di tanah air. Laga bergengsi antara Persib Bandung dan Sriwijaya FC itu telah mengobati kerinduan masyarakat luas terhadap event bergengsi sepak bola Indonesia. Laga yang digelar di Gelora Bungkarno itu menjadi hiburan rakyat yang sangat berarti di tengah kepenatan hidup baik karena tekanan ekonomi, gunjang-ganjing politik, atau problematika bangsa lainnya. Presiden Jokowi pun turut hadir menyaksikan laga dua club terbaik hasil seleksi dalam Piala Presiden.
          Laga final Piala Presiden berakhir denga skor 2- 0 untuk kemenangan Persib Bandung. Persib Bandung berhasil membawa pulang trofi Piala Presiden 2015. Yaitu sebuah trofi unik, tak dibuat dari emas seperti piala kebanyakan, namun dari kayu jati. Trofi itu dibuat khusus oleh Ida Bagus Ketut Lasem, perajin asal Desa Kemenuh, Kabupaten Gianyar, Bali. Piala setinggi 60 sentimeter dengan berat 15 kilogram dan lebar 25 sentimeter diserahkan langsung oleh Presiden Jokowi.. Sementara Sriwijaya FC harus puas berada di urutan kedua setelah berjuang keras selama dua kali empat puluh lima menit.
          Seusai  menutup Piala Presiden di Gelora Bung Karno,  Jokowi menegaskan, bahwa setelah ini akan digelar kembali berbagai turnamen. Karena itu, bagi pemain dan semua yang terlibat harus senantiasa mempersialpkan diri. Berlatih, terus jangan berhenti. Bola di tanah air akan kembali hidup, tentu beprestasi lebih baik lagi. Demikian keyakinan Jokowi disampaikan kepada pers. Sekarang turnamen Piala Sudirman akan bergulir. Turnamen yang digagas TNI dalam merayakan ultahnya yang ke 70 itu akan mulai digelar 14 Nopember 2015 mendatang. Ada 15 club yang sudah siap berkompetisi. Turnamen ini rencananya akan digelar di tiga kota yaitu, Bali, Malang dan Surabaya.
Harapan Baru
          Pembenahan, perombakan atau revolusi bola yang dilakukan oleh Pemerintah nampaknya sekarang sudah menemui titik terang. Kebuntuhan komunikasi antara pemerintah, PSSI, serta pengelola Bola dunia, FIFA dan AFC nampaknya segera berakhir. Ada secercah harapan bagi persepakbolaan Indonesia. Kemaren Senin 2 Nopember 2015, lembaga pengelola boa dunia FIFA dan AFC datang Ke Indonesia.
          FIFA menyatakan bahwa sepak bola Indonesia butuh reformasi. Pandangan tersebut tertuang dalam pernyataan resmi FIFA setelah delegasi yang dipimpin oleh anggota Komite Eksekutif, Kohzo Tashima, menjalani pertemuan dengan Presiden Republik Indonesia. Kedatangan delegasi FIFA bertujuan untuk membahas sanksi untuk Indonesia yang berlangsung sejak 30 Mei 2015. Mereka ingin mendengar penjelasan dari pemangku kepentingan sepak bola Indonesia, dalam hal ini PSSI dan pemerintah. (http:(//bola.kompas.com/)
            Dalam pertmuannya dengan FIFA-AFC, Presiden menyampaikan semua hal yang menjadi permasalahan bola di tanah air secara terbuka. Mulai dari sikap pengurus PSSI yang dinilai tak bisa bekerja sama dengan pihak pemerintah dalam memperbaiki sepak bola, prestasi yang jauh dari harapan,  sampai soal pengaturan skor dan judi bola di sekitar tubuh PSSI.
Dari pertemuan Pemerintah-FIFA dan AFC tersebut, menurut hemat saya,  ada perkembangan yang cukup signifikan bagi perbaikan sepak bola di tanah air, pertama, terbukanya komunikasi pemerintah dengan FIFA. Dengan terjalinnya komunikasi  yang baik di antara kedua belah pihak diharapkan mampu menyamakan persepsi tentang upaya perbaikan yang ingin dilakukan Pemerintah.
          Kedua, pertemuan itu dapat ditindaklanjuti oleh kedua belah pihak. Ke depan, seperti yang disampaikan pemerintah akan dibentuk team khusus. Tindak lanjut tersebut akan diambil tentu setelah delegasi FIFA, AFC melaporkan dan membahasnya terlebih dahulu di markas mereka masing-masing.
          Ketiga, team khusus akan menjadi penentu masa depan bola Indonesia. Melihat dari itikad dan kesepahaman kedua belah pihak (Pemerintah-FIFA-AFC), nampaknya kita optimis, wajah sepak bola Indonesia kembali tersemyum, menatap dunia dengan segudang prestasi.
          Akhir kata, pertemuan Pemerintah-FIFA dan AFC menjadi angin segar, berita gembira buat kita semua, bangsa Indonesia. Ini menjadi titik terang dalam memperbaiki persepakbolaan tanah air. Titik terang ini harus diubah menjadi harapan ke depan oleh semua pihak, Pemerintah, PSSI,  bola mania, rakyat Indoneia umumnya. Dan  semoga di tangan Jokowi, bola dapat berjaya. Amin. Wa Allahu Alam,
Tulisan dimuat di Harian Radar, Rabu 4 Nopember 2015


         


Tidak ada komentar:

Posting Komentar