Rabu, 18 November 2015

Menarik, Usulan Penjara Buaya


Akhir-akhir ini, publik dikejutkan dengan wacana penjara buaya bagi terpidana narkoba. Adalah Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso mengusulkan pembuatan penjara di pulau terpencil yang akan dijaga buaya untuk para terpidana mati narkoba. Dia mengatakan buaya bisa menjadi pengawal yang lebih baik dibandingkan manusia karena mereka tidak bisa disuap. Budi Waseso mengatakan akan mengunjungi sejumlah wilayah di kepulauan Indonesia untuk menemukan jenis reptil terganas. Indonesia memiliki beberapa hukuman keras terkait penyalahgunaan narkoba dan telah mengakhiri moratorium eksekusi hukuman mati pada 2013. Eksekusi hukuman mati yang dilakukan pada April 2015 lalu telah menuai protes keras dari berbagai pihak termasuk para aktivis HAM dan pemerintah Australia dan Brasil. Rencana ini masih dalam tahap awal, masih dalam kajian dan belum ada pengumuman terkait lokasi penjara dan kapan penjara tersebut akan dibuka. (http://www.bbc.com/indonesia)
Usulan yang tidak lazim, berbeda dari pemahaman orang banyak itu dilatarbelakangi kondisi lembaga pemasyarakat yang ada sekarang. Sistem penjara di Indonesia dikenal sangat korup. Menjadi rahasia umum, para sipir di Lembaga Pemasyarakatan kerap kali mempermainkan  kewenangannya, dengan memberikan fasilitas (baca:kemudahan) bagi para napi binaan. Bahkan, khusus kasus narkoba, para bandar masih bisa mengendalikan, menjalankan jaringan bisnisnya dari dalam penjara. Ini sesuatu yang sangat ironis.
Konon, usulan Kepala BNN Budi Waseso itu terinspirasi oleh film James Bond yang diperankan Roger Moore berjudul Live and Let Die. Dalam film itu terdapat pulau yang penuh reptil. Saat ini Indonesia memang sedang berusaha keras melawan peredaran narkoba. Indonesia telah mengeksekusi mati sejumlah terpidana narkotik. Toh, peredaran narkoba di Indonesia masih tinggi. Karenanya, Budi Waseso sebagai Kepala BNN yang baru mencoba membuat terobosan. Menurut rencana, BNN akan memisahkan penanganan para bandar dan pecandu. Pulau terpencil yang disiapkan beserta buaya yang buas itu khusus untuk para bandar terpidana hukuman berat seperti hukuman seumur hidup atau hukuman mati.
Usulan mantan Kabareskrim Polri  itu sangat menarik untuk dikaji, dipahami lebih jauh. Usulan itu menjadi menarik karena beberapa hal, pertama, usulan tersebut sangat unik. Unik karena belum pernah ada usulan yang mirip denganya. Usulan ini lain dari yang lain. Usulan itu telah nyata mengganti peran manusia dengan binatang. Di era modern, biasanya tekhnologi yang menggantikan peran manusia. Lebih menarik usulan itu dilotarkan oleh Budi Waseso, seorang jendral polisi yang sangat kontroversial saat menjabat Kabareskrim beberapa waktu lalu.
Kedua, melibatkan binatang. Melibatkan buaya, binatang reptil yang dikenal sangat buas, dalam melakukan pembinaan terhadap para terpidana hukuman berat kasus narkoba merupakan hal langkah. Sebenarnya melibatkan binatang bagi kepolisian memang bukan sesuatu yang baru. Sebelumnya, anjing dilibatkan  dalam kegiatan melacak jejak. Namun,  buaya menjaga penjara jelas sesuatu yang baru, dan menarik. Terlebih penggunaan binatang reptil ini  beralasan karena manusia dianggap tidak bisa dipercaya lagi. Dalam bahasa Budi Waseso manusia bisa disuap, sedang buaya tidak.
Ketiga, melibatkan buaya tidak akan tersentuh pelanggaran Hak Asasi Manusia. Bila selama ini aktivis HAM sering melakukan protes terhadap hukuman mati dalam kasus narkoba maka dalam hal terpidana yang mati termakan buaya saat berusaha keluar dari penjara, jelas kesalahan ada pada napi. Buaya tak bisa dituntut melanggar HAM. Bukankah HAM hanya untuk manusia?
Wacana menjaga penjara dengan buaya ganas ini tidak sekadar menarik tetapi mendapat respon dari dunia internasional. Indonesia yang sebelumnya dinilai tegas menghukum terpidana mati, kini membuat gebrakan baru, berencana akan memenjarahkan para bandar narkoba di kepulauan terpencil yang dipenuhi buaya. Kalau usulan ini diterima, Indonesia menjadi negara pertama yang melakukanya. Hebat bukan?
Wacana ini juga mendapat respon posiitif dari Menteri Hukum dan HAM, Yasnona Laoly. Menkum-HAM mengaku bakal mengkaji masukan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso tersebut.  Menurutnya, ide itu bakal dikaji. Dan tak menutup kemungkinan usulan itu untuk diterapkan di masa yang  akan datang.
Terlepas keunikan gagasan di atas, menurut hemat saya, wacana membuat penjara dikelilingi buaya itu harus dilihat sebagai upaya serius BNN dalam memerangi narkoba. Indonesia sekarang sudah darurat narkoba. Bagaimana tidak? Terkait transaksi narkoba misalnya, Indonesia  menjadi pasar yang sangat menjanjikan dan menggiurkan bagi para bandar kelas dunia. Menurut Kabag Humas BNN Sumirat Dwiyanto pada 19 Januari 2015 dalam acara Primetime Talk di  salah satu  TV swasta, serbuan mafia narkoba ke wilayah Indonesia mencatat transaksi barang haram itu sekitar total 48 triliun. Transaksi yang fantastis. Bandingkan dengan keseluruhan transaksi yang terjadi di ASEAN yang sejumlah 160 triliun. Para mafia narkoba  berasal dari Indonesia sendiri, juga Malaysia, Australia, Iran, Perancis, Taiwan, Nigeria dan lain-lain. Para mafia tentu berpesta pora dengan total peredaran sebesar 30% ada hanya di Indonesia. (http://www.kompasiana.com/)
Kemudian wacana itu harus dilihat sebagai upaya menghadirkan efek jerah bagi si terpidana juga yang lain. Ketegasan Pemerintah Indonesia dalam mengeksekusi terpidana mati narkoba pada bulan April yang lalu telah menebar rasa takut bagi para mafia, bandar narkoba untuk masuk ke Indonesia. Dan sekarang, buaya ganas siap menghadang, jika mereka masih nekad membawa barang haram tersebut ke Indonesia. Sebelumnya, para mafia berpikir bahwa hukum di Indonesia itu  ringan dan dapat dibeli dengan uang. Kalaupun di Indonesia ada hukuman  seumur hidup, hukuman mati  itu hanya di atas kertas. Hukuman mati hanya berlaku untuk kejahatan teroris dan pembunuhan berencana. Bahkan di dalam penjara pun para mafia yang tertangkap dan diputus hukuman mati  masih bisa mengendalikan dan menjalankan bisnis narkoba. Tak ada eksekusi mati di Indonesia. Anggapan dan asumsi seperti itu sekarang akan sirna seiring dengan berjalannya waktu.
Akhir kata usulan kepala BNN Budi Waseso ini disamping menarik, juga layak mendapat respon positif dari semua pihak. Usulan yang membuat heboh dunia internasional itu diharapkan mampu mendatangkan efek jerah bagi para mafia, bandar narkoba dunia. Mereka harus berpikir ribuan kali untuk masuk ke Indonesia memasarkan narkoba yang telah membunuh ribuan anak bangsa tersebut. Tentu hal itu akan terwujud bila  Pemerintah, penegak hukum khususnya bersikap tegas, tidak mengenal kompromi dalam memerangi narkoba. Ketegasan itu yang akan membuat mereka takut. Wa Allahu Alam







       
        




Tidak ada komentar:

Posting Komentar