Minggu, 28 Juni 2015

Apa Betul Guru Bukan Peneliti?



          Ada yang menarik dari pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) beberapa hari lalu, Sulistiyo mengatakan, PGRI sangat mendukung upaya peningkatan profesionalitas guru. Namun, menjadikan meneliti dan menulis karya ilmiah masuk dalam publikasi ilmiah wajib dilaksanakan oleh guru itu memberatkan. Apalagi jika guru tidak melakukannya lalu dia tidak bisa naik pangkat. Bahkan tunjangan profesinya terancam tidak diberikan, sungguh kebijakan yang keliru dan menyengsarakan guru, Sulistiyo menegaskan, guru bukanlah peneliti (Republika.co.id)
Apa betul guru bukan peneliti? Mari kita lihat definisi guru dalam Undang-undang No.14 tahun 2005  tentang guru dan dosen pada Pasal 1 ayat 1, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik  pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan  menengah.  
Dalam ayat tersebut tidak disebutkan fungsi guru sebagai peneliti. Berbeda dengan dosen, dalam pasal yang sama ayat 1, dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam ayat ini dengan jelas menyebutkan penelitian sebagai salah satu cara dosen dalam mengemban tugas utamanya.
          Kemudian kaitan dengan profesionalisme guru seperti disebutkan dalam pasal 7 dalam UU tentang guru dan dosen, penelitian tidak dimasukan dalam prinsip profesionalitas seorang guru. Dan penelitian tidak dikategorikan sebagai kompetensi guru seperti yang ditegaskan dalam pasal 10, bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.  Dalam tugas profesionalisme guru pun tidak ada kewajiban meneliti seperti yang tertulis dalam pasal 20.
          Demikian dalam Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2009 tentang tunjangan profesi guru dan dosen, sebagai penjabaran lebih lanjut UU No. 14 tahun 2005  tidak ada satu kata pun yang menyebutkan penelitian. Dengan demikian dapat ditegaskan kalau guru memang bukan peneliti.
Lantas apa persoalannya?
          Kalau guru bukan peneliti, kenapa meneliti dijadikan syarat untuk kenaikan pangkat, bahkan ancaman pencabutan sertifikasi bagi yang tidak melakukan. Penelitian tersebut berupa tindakan kelas (PTK). Kewajiban penelitian diberlakukan kepada guru golongan III.b. ke atas.Pemberlakuan  PTK mengacu pada Peraturan Menteri PAN No. 16 tahun 2009 pasal 11. C yang menyebutkan bahwa Pengembangan keprofesian berkelanjutan, meliputi: 1. pengembangan diri: a) diklat fungsional; dan b) kegiatan kolektif Guru yang meningkatkan kompetensi dan/atau
keprofesian Guru; 2. publikasi Ilmiah: a) publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal; dan b) publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan pedoman Guru; 3. karya Inovatif: a) menemukan teknologi tepat guna; b) menemukan/menciptakan karya seni; c) membuat/ memodifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum; dan d) mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya.
 Pasal di atas telah memberatkan guru dalam menghadapi proses kenaikan pangkat. Sebenarnya Permen PAN ini juga telah merubah waktu kenaikan pangkat para guru. Kalau sebelumnya dua tahun sekali mereka bisa naik pangkat, sekarang paling tidak empat tahun. Itu bisa ditempuh bila memenuhi persyaratan diantaranya apa yang diatur pasal 11.c ini.
Keberatan guru bukan tanpa alasan. Di samping karena faktor kesiapan dan sumber daya manusia (SDM), juga karena pasal 11.c tersebut tak sejalan, tak selaras dengan Undang-undang No.14 tahun 2005  tentang guru dan dosen dan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2009 tentang tunjangan profesi guru dan dosen. Dalam UU dan  PP  tersebut tak menyebutkan sama sekali tentang penelitian seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sehingga wajar bila para guru mencoba   mempertanyakannya. Apa yang disampaikan Ketua Umum PGRR merupakan cerminan dan aspirasi guru di tanah air.
Harus diakui bahwa sejak digulirkannya tunjangan profesi guru telah merubah kehidupan guru lebih baik. Tapi harusnya tujuan mulia tersebut tidak dibarengi dengan tuntutan-tuntutan yang berlebihan, yang terkesan menyulitkan dengan memberlakukan berbagai kebijakan yang memberatkan para guru. Dan tidak adil bila pemerintah bersikukuh dalam hal ini.
Saran dan Solusi
          Memperhatikan permasahan di atas, menurut hemat saya ada beberapa item yang bisa disarankan kepada pemerintah juga guru Pertama, merevisi Permen PAN No. 16 tahun 2009 terutama Pasal 11.c. Alasanya sudah jelas karena Permen PAN itu betentangan dengan UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dan PP No. 41 tahun 2012 seperti telah diuraikan.  Andai guru harus  melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah (walaupun dalam UU Guru dan Dosen, tidak disebutkan satu kata pun), maka kegiatan itu tidak boleh menjadi kewajiban yang menghambat nasib guru jika dia sudah melaksanakan tugas pokoknya dengan baik. 
          Kedua, guru selayaknya meningkatkan SDM dan kualitas diri. Bukankah di antara tujuan tunjangan guru di samping untuk mensejahterakan guru juga untuk meningkatkan kualitas mereka? Nah, kesempatan dan momentum seperti ini harus disikapi dan bisa diambil dengan sebaik mungkin. Jangan sampai masyarakat memberi penilaian negatif. Gaji cukup ditambah tunjangan sertifikasi kenapa kualitas tak meningkat? Pertanyaan ini harus selalu diingat oleh setiap guru. Bila perlu menjadi spirit atau dorongan buat mereka agar selalu berusah mengembangkan diri, selalu belajar baik lewat  pendidikan formal dengan melanjutkan ke S.2 misalnya, atau mulai melakukan penelitian.
          Dua hal di atas saya kira jalan tengah yang arif dan bijak. Baik pemerintah maupun guru harus sama-sama memahami posisinya masing-masing. Dan semoga statemen ketua PGRI itu dapat menjadi pengingat kita semua (baik pemerintah atau pun guru) terkait peran, tugas, dan kewajiban masing-masing. Wa Allahu Alam.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar