Kamis, 18 Juni 2015

BISNIS SEKOLAH



          Dalam Ensiklopedia bebas bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan. Sedangkan sekolah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa / murid di bawah pengawasan guru. (https://id.wikipedia.org) Pertanyaanya mungkinkah kita berbisnis sekolah?Menggabungkan dua kata tersebut.
          Istilah bisnis sekolah memang masih asing di telinga kita. Istilah ini  digunakan hanya  untuk menyebut sekolah yang ternyata lebih bermuatan bisnis daripada uapaya mencerdaskan bangsa sebagaimana tujuan pendidikan nasional. Dalam UUD 1945, Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan harusnya mengarah ke tujuan tersebut, bukan ke arah lain untuk berbisnis meraih sebanyak keuntungan misalnya. Apa sekolah bisa dijadikan lahan bisnis?
Sekolah menjadi lahan bisnis
          Akhir-akhir ini lembaga sekolah bermunculan bak jamur di musim hujan, dari semua jenjang pendidikan. Kehadiran sekolah-sekolah baru itu memunculkan tanya, apakah jumlah peserta didik tak mampu ditampung lagi oleh sekolah yang ada? Apa mungkin karena minat belajar masyarakat yang meningkat? Atau karena mudahnya mendirikan sekolah?
          Dalam peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 36 Tahun 2014 tentang pewndirian, perubahan, dan penutupan satuan pendidikan dasar dan menengah Pasal  2 Pendirian dan perubahan satuan pendidikan dasar dan menengah dapat dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat. Pada Pasal 4 ayat 1 menyebutkan persyaratan pendirian satuan pendidikan meliputi hasil studi kelayakan, isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi dan manajemen dan proses pendidikan. Pada ayat 2 menjelaskan lebih rinci bahwa Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendirian satuan pendidikan harus melampirkan: a) hasil studi kelayakan tentang prospek pendirian satuan pendidikan formal dari segi tata ruang, geografis, dan ekologis; b) hasil studi kelayakan tentang prospek pendirian satuan pendidikan
formal dari segi prospek pendaftar, keuangan, sosial, dan budaya; c) data mengenai perimbangan antara jumlah satuan pendidikan formal dengan penduduk usia sekolah di wilayah tersebut;d) data mengenai perkiraan jarak satuan pendidikan yang diusulkan di antara gugus satuan pendidikan formal sejenis; e) data mengenai kapasitas daya tampung dan lingkup jangkauan satuan pendidikan formal sejenis yang ada, f) data mengenai perkiraan pembiayaan untuk kelangsungan pendidikan
paling sedikit untuk 1 (satu) tahun akademik berikutnya; dan g) data mengenai status kepemilikan tanah dan/atau bangunan satuan pendidikan harus dibuktikan dengan dokumen kepemilikan yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atas nama Pemerintah, pemerintah daerah, atau badan penyelenggara.
          Membaca aturan di atas bukan perkara yang mudah mendirikan sekolah itu. Tapi yang menjadi pertanyaan kenapa banyak sekolah bermunculan bahkan di satu daerah dengan jenjang yang sama? Apa karena kelonggar pada tataran praktek di lapangan?. Sebagai orang awam, saya menduga ada motivasi kuat di balik pendirian sekolah-sekolah itu. Motivasinya tiada lain karena tujuan bisnis. Untuk memperkuat asumsi di atas saya akan sebutkan beberapa hal, pertama, sejak digulirkannya wajib belajar 9 tahun yang berdampak logis bahwa pembiayaan peserta didik ditanggung negara atau pemerintah melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS) memberi rangsangan tersendiri pada masyarakat untuk membangun dan mendirikan sekolah. BOS dihitung persiswa. Setelah dihitung, bila siswanya banyak maka sekolah akan dengan mudah beroperasi, bisa menarik tenaga kerja, bisa jadi pihak sekolah  memperoleh dana lebih pada akhir tahun, dalam dunia bisnis biasa disebut dengan keuntungan atau laba.
          Kedua, mencari murid sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara. Karena kuncinya ada pada jumlah murid seperti disinggung sebelumnya maka sekolah mengupayakan berbagai cara untuk memperoleh murid lebih banyak lagi. Dorongan bisnis yang membuat buta, menghalalkan segala cara seperti dengan memberi uang jasa persiswa bagi orang yang membantu mencarikan murid. Praktek percaloan yang tak elok dan tak etis mewarnai penerimaan siswa baru (PSB) baik sekolah yang dikelola swasta maupun sekolah negeri.
          Ketiga, sejak sektor pendidikan dianggarkan oleh pemerintah sebanyak 20 persen dari APBN, sekolah yang menjadi bagian pentinng dunia pendidikan tentu mendapatkan imbasnya berupa mengalirnya sejumlah proyek, bantuan dengan berbagai jenisnya dari bantuan siswa miskin, rehab, pengadaan lokal baru, dan lainnya. Hal ini mendorong sekolah-sekolah swasta juga sekolah negeri untuk beramai-ramai mengajukan proposal ke pemerintah. Proyek-proyek itu dijadikan oleh oknum sebagai sesuatu yang menguntungkan.
Sebatas ajakan moral
          Mendirikan sekolah tidak dilarang selagi memenuhi ketentuan yang berlaku. Hanya lebih baik kalau kita memberdayakan yang sudah ada. Kecuali sekolah yang ada tak mampu menampung siswa lagi. Kemudian pendirian sekolah  harus dengan niat yang baik, tulus membantu pemerintah dalam mencerdaskan dan menyiapkan generasi mendatang, bukan bermotifkan bisnis. Sebab perbuatan itu akan menghasilkan sesuatu sesuai dengan niatnya. Nabi Muhamad SAW menegaskan, sesungguhnya amal perbuatan itu bergantung pada niatnya. Wa Allahu’alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar