Kamis, 24 Maret 2016

Bupati Pakai Narkoba Dan Bencana Moral


          Masyarakat seketika terkejut. Badan Narkotika Nasional BNN menangkap tangan seorang kepala daerah.  BNN Minggu malam (13/3), menggerebek rumah pribadi Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Nofiadi Mawardi di Jalan Musyawarah, Kecamatan Gandus, Kota Palembang. Bupati termuda itu ditangkap karena diduga sedang berpesta narkoba. Petugas BNN sempat dihadang beberapa penjaga rumah saat hendak masuk ke rumah pribadi sang Bupati. Sempat terjadi cekcok dan keributan kecil antara keduanya. Petugas BNN baru bisa memasuki halaman dan rumah Bupati Ogan Ilir sekitar pukul 22.00 malam. Namun, tak ada barang bukti yang bisa ditemukan, baik berupa narkoba maupun alat isap. Kendati demikian, anggota BNN tetap melakukan penggeledahan dan menggelar tes urine di tempat. Bupati sempat melarikan diri ke rumah orang tuanya. Di kediaman orang tuanya akhirnya bupati dapat diamankan.
          Dalam penggerebekan itu, sebanyak 18 orang ditangkap dari kediaman Nofiadi yang terletak dalam satu halaman dengan rumah Mawardi Yahya, mantan Bupati Ogan Ilir, yang juga orang tua Nofiadi. Dalam operasi tersebut, lima orang termasuk Nofiadi, terbukti positif menggunakan obat-obatan terlarang. Mereka  kemudian dikirim ke Jakarta. Adapun 13 orang lain telah dipulangkan karena negatif narkoba.
          Menurut BNN, lebih kurang selama tiga bulan  Bupati Nofiadi menjadi target. Berdasarkan pengintaian BNN, setiap hari  Bupati mengonsumsi narkoba berjenis sabu-sabu. Sabu didapat Nofiadi melalui orang kepercayaannya Murdani yang juga tercatat sebagai tetangganya. Bahkan saat pelantikan beberapa waktu yang lalu, pria yang akrab disapa Nofi itu masih dalam pengaruh narkoba. Sebelumnya, ia diduga kuat mengkonsumsi sabu.
          Insiden penangkapan Bupati Nofiadi menjadi pukulan telak bagi banyak pihak termasuk Partai Golkar yang mengusungnya. Agung Laksono, Wakil Ketua Partai beringan tersebut merasa terkejut. Menurutnya, partai akan segera memberikan sanksi pemecatan jika bupati tersebut memang terbukti menggunakan narkoba. Agung meminta BNN untuk mengusut kasus ini sesuai prosedur, termasuk mencari tahu apakah Nofi hanya sekadar pemakai atau juga ikut menjadi pengedar narkoba.
          Terkait permasalahan di atas, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo merasa kaget. Menurutnya, ini menyedihkan dan mengecewakan. Sebagai kepala daerah harusnya memberi contoh kepada warga yang dipimpinnya, malah menunjukkan perilaku yang tidak benar. Tjahjo mengapresiasi langkah BNN yang pro aktif memberantas penggunaan narkotika hingga tingkat pimpinan daerah. Pihaknya juga  akan mempelajari kemungkinan pemecatan yang bersangkutan.
          Presiden Jokowi telah memerintahkan  Menteri Dalam Negeri untuk menindak tegas Bupati Ogan Ilir. Melalui juru bicara kepresidenan,  Johan Budi, menegaskan sejak awal presiden menyatakan perang terhadap narkoba dan itu sering disampaikan.  Dan bila mengacu kepada Undang-undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, di pasal 78 kepala daerah bisa diberhentikan bila melakukan perbuatan yang tercela. Di Pasal 79 dijelaskan presiden dan menteri bisa memberhentikan kepala daerah.
Bencana Moral
          Kasus Bupati ogan ilir memang di luar batas toleransi yang dapat dimengerti oleh khalayak. Ini sesuatu yang memalukan dan memilukan. Seorang kepala daerah yang harusnya menjadi teladan justru melakukan tindakan tercela. Ini menjadi bencana moral bagi bangsa kita.  Kenapa? Paling tidak beberapa argumentasi berikut bisa menjelaskan lebih jauh. Pertama, keteladanan yang hilang. Sebagai kepala daerah, bupati idealnya seorang teladan. Seseorang terpilih menjadi bupati  tentu melalui seleksi panjang di dalam masyarakat. Harusnya dia yang terbaik, memiliki integritas tinggi, berkarakter serta berakhlak mulia. Saat pemimpin tak mampu menampilkan keteladan bagi rakyatnya tentu sebuah petaka bagi daerah tersebut. Nampaknya ada yang salah dalam seleksi kepemimpinan di daerah.  Ini menjadi bahan koreksi untuk semua elemen bangsa.
          Kedua, gagal mencetak pemimpin berkualitas. Kasus Bupati Ogan Ilir mengingatkan Partai politik sebagai institusi politik yang memiliki kewenagan mengusulkan calon kepala daerah untuk lebih selektif lagi. Tidak asal mencalonkan atau memberi rekomendasi. Mekanisme pencalonan dalam partai politik wajib direkontruksi ulang. Jangan sampai kecolongan, meloloskan seorang yang tak layak dan tak patut menjadi calon kepala daerah. Selama ini publik mencium aroma tak  sehat dalam proses rekomendasi calon. Ada percaloan, juga mahar politik. Hal ini yang menggerus kepercayaan rakyat terhadap partai politik.
          Ketiga, mempertanyakan kode etik dan moralitas kedokteran. Dalam proses pencalonan banyak prosedur yang kudu dilewati. Diantaranya adalah soal kesehatan. Bakal calon kepala daerah disyaratkan dalam kondisi sehat dan bebas narkoba. Hal ini dibuktikan dengan sebuah surat keterangan. Pertanyaanya, bagaimana dengan surat dimaksud terkait Bupati Ogan Ilir? Apa dokter telah melakukan kesalahan? Apa ada pemalsuan? Moralitas para dokter kembali dipertanyakan. Sekarang dunia kedokteran  harus mempertanggungjawabkan.
          Keempat, menyangsikan integritas dan profesionalitas KPU. KPU sebagai penyelenggara Pilkada dituntut bertindak profesional, adil. Kasus terpilihnya pengguna narkoba sebagai kepala daerah menimbulkan tanya. Dimanakah profesonalitas dan integritas KPU?
          Kelima, uang menjadi panglima. Dalam dunia kita sekarang, uang atau harta benda sangat berpengaruh besar. Uang bisa menentukan segala. Segala hal menjadi mudah dengan uang. Gambaran seperti itu menjelaskan kenapa seorang yang secara moral tak layak menjadi pantas menjadi pemimpin. Semua proses dilalui dengan pendekatan matrealistis. Dengan uang, partai politik bisa didikte, dokter disogok, KPU diatur, serta suara rakyat dibeli. Ini persoalan moral yang sangat serius. Pergeseran nilai di tengah masyarakat  sungguh memperhatinkan.
          Akhir kata, kasus Bupati Ogan Ilir menjadi keprihatinan kita semua. Bupati sebagai kepala daerah yang harus menjadi teladan bagi rakyat terjebak pada lingkaran setan narkoba. Kasus ini menampar moralitas kita sebagai bangsa. Ini memilukan dan memalukan. Narkoba telah mengkhawatirkan semua orang. Narkoba  menguasai hampir semua elemen masyarakat. Narkoba telah nyata menjadi musuh yang sangat berbahaya. Kapan dan siapa pun kita bisa saja terjebak. Karenanya semangat perang terhadap narkoba harus ditingkatkan. Seperti ajakan Presiden Jokowi, memerangi narkoba harus lebih gila lagi. Dan ajakan itu diterjemakan dengan sangat baik oleh Ketua BNN dengan memburu siapa pun yang terlibat. Semoga ini menjadi pelajaran buat semua. Amin. Wa Allahu Alam

Tulisan pernah dimuat di harian umum Fajar Cirebon, Senin 21 Maret 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar