Kamis, 31 Maret 2016

Politik Nazar Atau Nazar Politik


          Diikutip dari wikipedia.org, politik ialah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain: politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles).
          Untuk meraih tujuan, dalam politik, semua hal dapat dilakukan. Berbagai strategi digunakan. Bermacam-macam cara dilakukan. Siapa saja bisa dimanfaatkan. Apa saja ditempuh. Politik hanya melihat target atau tujuan. Yang tak lain adalah kekuasaan. Maka, tak jarang politik menghalalkan segala cara, strategi atau apa pun namanya. Politik memang buta segala.
          Salah satu yang kerapkali digunakan dalam politik adalah dogma agama. Agama dijadikan tunggangan. Ayat-ayat Allah SWT dijual murah untuk tujuan politik. Mengatasnamakan agama politik memperalat penganutnya. Agama yang suci nan  sakral itu tereduksi nilainya karena bercampur dengan kepentingan duniawi yang hina. Karena kerakusan manusia, politik tidak mampu mendatangkan kemaslahatan dan kebaikan bagi masyarakat luas.
          Masih segar dalam ingatan, hirup pikuk Pilpres 2014 yang lalu. Persaingan kedua kubu pasangan Calon Presiden (Capres) sangat keras. Konfrontasi kedua belah pihak sangat dirasakan sampai pada level masyarakat paling bawah. Masing-masing menggunakan berbagai cara, strategi. Tak bisa dihindari fitnah bermunculan. Kebohongan dilakukan di setiap moment dan tempat. Semua  itu dilakukan untuk mencapai tujuan politik yang ingin dicapai.
          Salah satu yang ramai  dibicarakan publik saat itu diantaranya adalah nazar seorang Amin Rais, petinggi Parta Amanat Nasional (PAN). Karena keyakinannya terhadap Capres yang diusung, mantan Ketua MPR RI itu bernazar untuk berjalan dari Yogyakarta ke Jakarta bila pasangan Jokowi-JK menang. Tokoh Koalisi Merah Putih (KMP) yang gaya bicaranya lugas itu sangat yakin Prabowo-Hata yang didukungnya pasti akan menang. Bagaimana saat Jokowi-JK menang, menjadi Presiden? Apa Nazar itu dilakukan? Anda pasti mengetahui jawabanya.
          Tak hanya Amin Rais yang telah menggunakan nazar sebagai alat politik. Ahmad Dhani, musisi ternama tanah air juga melalukan hal sama. Diiringi dengan kebencian yang memuncak, ia bernazar akan memotong kemaluannya sendiri jika Jokowi-JK menang. Kesombongan tingkat tinggi membuat Ahmad Dhani tak mampu berpikir rasional. Apa nazar itu dilaksanakan setelah kemenangan diraih Jokowi-JK? Pastinya anda dan saya tidak mungkin mengetahuinya. Hanya Mulan Jamela, istri Dhani, yang mengetahuinya. Masih banyak para politisi tanah air yang menggunakan nazar untuk tujuan atau kepentingan politik yang diperjuangkan. Sebut saja Anas Urabaningrum, Dorce Gamalama, Debby Roma Irama dan lainnya.
          Paling Mutakhir, adalah nazar Habiburrokhman di panggung politik DKI Jakarta menjelang Pilkada serentak 2017. Kepala Bidang Advokasi DPP Partai Gerindra  itu berjanji akan terjun dari Monumen Nasional (Monas) jika "Teman Ahok" berhasil mengumpulkan data satu juta formulir KTP. Melalui akun Twitter-nya, @habiburokhman, mengatakan, “Saya berani terjun bebas dari Puncak Monas kalau KTP dukung Ahok beneran cukup untuk nyalon. #KTPdukungAhokcumaomdo???"  Ketika dikonfirmasi awak media,  Habiburrokhman menegaskan bahwa jumlah formulir KTP yang diumumkan merupakan kebohongan. Sebab, dia melihat booth (stand) Teman Ahok di mal selalu sepi. Itu hanya omong kosong. (megapolitan.kompas.com)
          Fakta-fakta politik di atas, saya menyebutnya sebagai politik nazar atau nazar politik. Yakni politik yang menggunakan nazar dalam merebut atau meraih kekuasaan. Nazar sendiri merupakan ajaran Islam. Nazar tak lain adalah sumpah dengan mengatasnamakan nama Allah SWT atau Rasulullah SAW.
Apa Nazar itu?
Nazar atau sumpah dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai: 1. Pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Allah SWT untuk menguatkan kebenaran dan kesungguhan. 2. Pernyataan yang disertai tekad melakukan sesuatu menguatkan kebenarannya atau berani menerima sesuatu bila yang dinyatakan tidak benar.3.Janji atau ikrar yang teguh (akan menunaikan sesuatu).
Dalam Islam,  Nazar itu bertujuan untuk menguatkan sesuatu dengan menyebut nama Allah SWT, seperti; walLahi, bilLahi, talLahi. Imam Hambali berpendapat bahwa hukum bersumpah itu tergantung kepada keadaannya. Bisa wajib, haram, makruh, sunnah ataupun mubah. Jika yang disumpahkan itu menyangkut masalah yang wajib dilakukan, maka hukum bersumpahnya adalah wajib. Sebaliknya jika bersumpah untuk hal-hal yang diharamkan, maka hukum bersumpahnya juga sunnah dan seterusnya.
Namun melaksanakan atau menunaikan sumpah merupakan sebuah kewajiban. Seperti halnya janji, sumpah itu hutang yang kudu ditunaikan. Nazar juga dapat ditagih sama halnya dengan hutang.  Dalam Al Quran ditegaskan, kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka. (QS. Al Hajj: 29)
Nazar menurut para ulama ada dua macam, Pertama, nazar mu’allaq. Yakni nazar disssertai dengan syarat (nazar bersyarat). Nazar Amin Rais, juga politisi lain termasuk kategori ini. Kedua, nazar muthlaq, artinya nazar yang tidak menyebutkan syarat apapun seperti nazar seorang pencuri yang mengatakan, demi Allah saya bukan maling.
Menurut hemat saya, sebagai bangsa yang menjungjung tinggi kesucian agama tak sepantasnya nazar digunakan sebagai alat meraih tujuan politik. Paling tidak alasan berikut bisa dijadikan argurmentasi untuk itu. Pertama, nazar merupakan bagian dari ajaran agama dalam hal ini Islam. Mempermainkan nazar sama saja dengan mempermainkan Islam. Menggunakan nilai-nilai agama yang sakral untuk kepentingan duniawi yang kotor berarti mereduksi kesuciannya.
Agama seyogyanya dijadikan standar nilai dalam politik. Cara berpolitik seperti itu akan mewujudkan politik bermartabat, politik mulia. Politik yang tidak menghalalkan segala cara. Politik yang menjadikan kekuasaan untuk menghadirkan kemaslahatan bagi orang banyak.
Kedua, politik menghalalkan cara merupakan perbuatan keji dan tercela. Semustinya politik dibangun atas dasar  sportifitas dan keadilan. Politik tidak boleh bertentangan dengan hukum baik hukum positif maupun  agama. Walau harus diakui politik inkonstitusional telah menjadi fakta  yang terkadang tak terelakan seperti kudeta atau lainnya.
Ketiga, politik digunakan sebagai alat memperjuangkan keadilan, menghadirkan kekuasaan yang mensejahterahkan. Motivasi dan tujuan mulia tersebut akan mengendalikan cara dan strategi yang akan dipilih. Karena itu, berpolitik idealnya disertai dengan niat dan motivasi yang baik. Politik tidak dipakai sebagai media untuk memuaskan ambisi, meraih kekuasaan semata.
          Singkat kata, fenomena politik nazar atau nazar politik  setiap pesta demokrasi seperti Pilkada menjadi bukti bahwa tidak semua politisi itu bersih. Rakyat wajib mengetahui dan memahaminya. Sehingga bisa memilih dan memilah. Siapa yang terbaik, layak bagi rakyat mempercayakan amanat padanya. Sebaliknya. Jangan percayakan amanat pada orang yang lidahnya berbisa, tak dapat dipercaya, apalagi terbiasa mempermainkan nilai dan norma agama. Wa Allahu Alam





Tidak ada komentar:

Posting Komentar